Berebut Superpower Sains

Jum'at, 02 Juli 2021 - 05:49 WIB
loading...
A A A
"Kenaikan anggaran itu merupakan suatu sejarah untuk sejumlah agenda," kata Biden. Itu juga termasuk kenaikan angaran untuk penelitian non-pertahanan.

Di negara tetangga Indonesia yakni Malaysia sudah menetapkan kebijakan sains untuk menghubungkan ilmuwan lokal dan luar negeri dengan program Transformasi Nasional 2050.

Sains di Malaysia lebih fokus untuk mendukung industri swasta mulai dari peralatan semi konduktor hingga produk elektronik. Malaysia menganggarkan 158 miliar ringgit (Rp552 triliun) untuk pengembangan dan penelitian.

Fokus utama Malaysia adalah komersialisasi hasil penelitian. Secara khusus Malaysia menganggarkan 20 miliar ringgit untuk pengembangan kecerdasan buatan dan robotik.

Untuk Singapura, negara tersebut sudah melakukan lompatan dari untuk bertahan menjadi sains yang hebat. Singapura juga membuktikan kalau sains dan teknologi mampu memperkuat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing negara tersebut. Singapura menyiapkan dana 19 miliar dolar Singapura (Rp205 triliun) sebagai bentuk investasi untuk pengembangan sains berbasis inovasi dan enterprise.

Bagaimana dengan Indonesia? Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyatakan, untuk sains fokusnya bukan menjadi superpower karena sains ada di kepala manusia, bukan institusi dan apalagi negara.

Itu sebabnya, kata dia, fokus utama Indonesia adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas periset, bagaimana menarik talenta unggul untuk menjadi periset masa depan, dan menyemai periset yang ada agar kapasitas dan kompetensinya meningkat.

"Indonesia harus memperbanyak R&D (Research and Development) industri, sehingga industri kita mampu melakukan product development berbasis riset untuk menciptakan nilai tambah yang semakin tinggi. Hal inilah yang akan membentuk fondasi ekonomi Indonesia yang lebih kuat dan berkesinambungan dalam jangka panjang," tegas Handoko saat berbincang dengan KORAN SINDO.

Dia membeberkan, dalam konteks belanja riset maka berdasarkan standar The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yaitu belanja riset sebesar 1 % dari Produk Domestik Bruto (PDB), dengan kontribusi negara 20 % dan sisanya swasta. Dengan asumsi ini, kata Handoko, APBN sudah memadai karena sudah lebih dari 0,22 %.

"Masalahnya adalah kontribusi saya yang masih kecil. Inilah tugas BRIN untuk memfasilitasi dan membantu agar swasta bisa memulai R&D tanpa investasi yang besar dan resiko sekecil mungkin," ungkapnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2233 seconds (0.1#10.140)