Berebut Superpower Sains
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sains menjadi tolok ukur suatu negara bisa disebut sebagai superpower . Itulah yang menjadikan banyak negara berkompetisi untuk menjadi superpower dalam bidang sains.
Dengan kekuatan sains, maka negara tersebut otomatis akan mengalami banyak kemajuan di berbagai bidang, mulai dari perekonomian, teknologi hingga militer .
Bukan hanya itu, sains juga mampu mempengaruhi geopolitik sehingga bisa menentukan ke mana arah dunia, Begitu pun sebaliknya. Ketegangan geopolitik antara China dan Amerika Serikat (AS) juga mengubah peta sains dunia. Negara-negara berlomba-lomba melindungi semua kepentingannya dan mengamankan sumber daya baik alam dan manusia.
Di sisi lain, sains dan geopolitik juga mempengaruhi kerja sama antar peneliti yang menguntungkan negara mereka. Permasalahan perubahan iklim hingga vaksin Covid-19 misalnya, menjadi perhatian dalam kolaborasi global. Berbagai kondisi yang terjadi menuntut peneliti untuk berkolaborasi antar negara dengan sumber daya yang beragam agar lebih inklusif.
Kompetisi untuk menjadi superpower di bidang sains ditunjukkan banyak negara di dunia. Mereka memberikan perhatian besar kepada sains sebagai fondasi utama kemajuan suatu bangsa.
Segala upaya dilakukan untuk mewujudkan hal itu, mulai dari peningkatan anggaran hingga memperkuat elemen untuk mengembangkan riset dan penelitian.
Seperti dilakukan Inggris unuk kembali menggapai kejayaan sains mereka sehingga mereka pernah menguasai hampir separuh dunia. Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengumumkan peningkatan anggaran penelitian untuk menjadikan London sebagai superpower sains pada beberapa waktu lalu.
Dia juga akan memimpin Dewan Teknologi dan Sains Naisonal untuk menentukan strategi dan bagaimana penelitian bisa bermanfaat untuk kepentingan publik. Inggris pun meningkatkan anggaran dar 16 miliar poundsterling menjadi 22 miliar poundsterling (Rp440 triliun) per tahunnya pada 2025.
Dengan kekuatan sains, maka negara tersebut otomatis akan mengalami banyak kemajuan di berbagai bidang, mulai dari perekonomian, teknologi hingga militer .
Bukan hanya itu, sains juga mampu mempengaruhi geopolitik sehingga bisa menentukan ke mana arah dunia, Begitu pun sebaliknya. Ketegangan geopolitik antara China dan Amerika Serikat (AS) juga mengubah peta sains dunia. Negara-negara berlomba-lomba melindungi semua kepentingannya dan mengamankan sumber daya baik alam dan manusia.
Di sisi lain, sains dan geopolitik juga mempengaruhi kerja sama antar peneliti yang menguntungkan negara mereka. Permasalahan perubahan iklim hingga vaksin Covid-19 misalnya, menjadi perhatian dalam kolaborasi global. Berbagai kondisi yang terjadi menuntut peneliti untuk berkolaborasi antar negara dengan sumber daya yang beragam agar lebih inklusif.
Kompetisi untuk menjadi superpower di bidang sains ditunjukkan banyak negara di dunia. Mereka memberikan perhatian besar kepada sains sebagai fondasi utama kemajuan suatu bangsa.
Segala upaya dilakukan untuk mewujudkan hal itu, mulai dari peningkatan anggaran hingga memperkuat elemen untuk mengembangkan riset dan penelitian.
Seperti dilakukan Inggris unuk kembali menggapai kejayaan sains mereka sehingga mereka pernah menguasai hampir separuh dunia. Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengumumkan peningkatan anggaran penelitian untuk menjadikan London sebagai superpower sains pada beberapa waktu lalu.
Dia juga akan memimpin Dewan Teknologi dan Sains Naisonal untuk menentukan strategi dan bagaimana penelitian bisa bermanfaat untuk kepentingan publik. Inggris pun meningkatkan anggaran dar 16 miliar poundsterling menjadi 22 miliar poundsterling (Rp440 triliun) per tahunnya pada 2025.