Pakar Prediksi Cuaca Super Panas akan Selimuti Timur Tengah

Minggu, 13 Juni 2021 - 23:41 WIB
loading...
Pakar Prediksi Cuaca...
Ilustrasi
A A A
RIYADH - Temperatur yang melonjak hingga 56°C bisa segera menjadi kejadian umum di Timur Tengah . Para ahli menyebut ini karena perubahan iklim membawa gelombang panas super dan ultra-ekstrem ke wilayah tersebut.

Peringatan itu muncul setelah suhu panas ekstrem hampir 50° C tercatat di beberapa bagian Teluk Arab, termasuk Arab Saudi, Oman, UEA, dan Kuwait, dalam beberapa pekan terakhir. Pakar kesehatan setempat mengatakan, kematian terkait panas menjadi hal biasa.



Dalam studi yang baru diterbitkan, 'Bisnis seperti biasa akan menyebabkan gelombang panas super dan ultra-ekstrim di Timur Tengah dan Afrika Utara', yang diterbitkan dalam jurnal Nature, para peneliti menemukan bahwa proyeksi iklim global menunjukkan intensifikasi musim panas ekstrem yang signifikan di Timur Tengah di tahun-tahun mendatang.

Studi tersebut menunjukkan bahwa paruh kedua abad ini akan menyaksikan kondisi gelombang panas super dan ultra-ekstrim yang belum pernah terjadi sebelumnya akan muncul.

"Peristiwa ini melibatkan suhu yang sangat tinggi (hingga 56° C dan lebih tinggi) dan akan berlangsung lama (beberapa minggu), berpotensi mengancam jiwa manusia," kata George Zittis, dari Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer (CARE-C), di Institut Siprus, yang merupakan salah satu penulis studi tersebut.

Studi tersebut mengklaim bahwa pada akhir abad ini sekitar setengah dari populasi Timur Tengah, sekitar 600 juta orang, dapat terkena gelombang panas ultra-ekstrim yang berulang setiap tahun.



Diperkirakan bahwa sebagian besar populasi yang terpapar - lebih dari 90 persen - akan tinggal di pusat kota dan perlu mengatasi kondisi cuaca yang mengganggu masyarakat ini.

Omar Baddour, yang bertanggung jawab atas laporan Iklim Global Organisasi Meteorologi Dunia, mengatakan bahwa kenaikan suhu disebabkan oleh emisi global dari aktivitas manusia.

“Tidak ada keraguan bahwa panas ekstrem di sebagian besar kasus telah menjadi tanda perubahan iklim, apakah itu terjadi selama musim atau di tepi musim,” katanya, seperti dilansir Al Arabiya.

“Tren peningkatan suhu dan suhu ekstrem, siang dan malam, adalah ciri-ciri yang ditemukan di seluruh dunia, termasuk Timur Tengah," ujarnya.



Menurut laporan iklim baru-baru ini oleh WMO, ada sekitar 40 persen kemungkinan suhu global rata-rata tahunan bergeser ke 1,5°C di atas tingkat pra-industri dalam lima tahun ke depan. Peluang ini meningkat seiring waktu. Ada kemungkinan 90 persen bahwa suatu saat selama periode 2021-2025 suhu akan menjadi rekor terpanas.

“Ini lebih dari sekadar statistik. Peningkatan suhu berarti lebih banyak es yang mencair, permukaan laut yang lebih tinggi, lebih banyak gelombang panas dan cuaca ekstrem lainnya, dan dampak yang lebih besar pada ketahanan pangan, kesehatan, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan," ucap Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas.

“Kami semakin mendekati target yang lebih rendah dari Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim secara terukur dan tak terhindarkan. Ini adalah peringatan lain bahwa dunia perlu mempercepat komitmen untuk memangkas emisi gas rumah kaca dan mencapai netralitas karbon," ujarnya.

Dia menyebut, kemajuan teknologi sekarang memungkinkan untuk melacak emisi gas rumah kaca kembali ke sumbernya sebagai sarana untuk menargetkan upaya pengurangan secara tepat.



“Hanya setengah dari 193 Anggota WMO yang memiliki layanan peringatan dini yang canggih. Negara-negara harus terus mengembangkan layanan yang akan dibutuhkan untuk mendukung adaptasi di sektor yang peka terhadap iklim – seperti kesehatan, air, pertanian, dan energi terbarukan – dan mempromosikan sistem peringatan dini yang mengurangi dampak buruk dari peristiwa ekstrim," ucapnya.

Dalam lima tahun mendatang, suhu rata-rata global tahunan kemungkinan akan setidaknya 1°C lebih hangat - dalam kisaran 0,9°C – 1,8°C - dibandingkan tingkat pra-industri.

Perjanjian Paris berusaha untuk menjaga kenaikan suhu global abad ini di bawah 2°C. Komitmen nasional untuk mengurangi emisi saat ini masih jauh dari apa yang dibutuhkan untuk mencapai target ini.

Tahun 202 dan negosiasi perubahan iklim yang penting, COP26, pada bulan November, telah secara luas digambarkan sebagai peluang "berhasil atau hancur" untuk mencegah perubahan iklim yang tidak terkendali.
(esn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2864 seconds (0.1#10.140)