Duka di Gaza, Al Hadidi Kehilangan Semua Anggota Keluarga, Hanya Tersisa 1 Bayi
loading...
A
A
A
“Kita akan segera bertemu mereka, kamu dan aku. Oh Tuhan, biarlah tidak terlalu lama,” ungkap dia.
Duduk di tepi ranjang rumah sakit, Hadidi dengan hati-hati mencium pipi anaknya.
Dalam pelukannya, Omar beristirahat dengan tenang, kaki kanannya menyembul dari baju monyetnya dengan gips.
Di bawah rambut ikal kecil berwarna cokelat, kelopak matanya memar gelap dan bengkak, dan wajahnya dipenuhi goresan.
Serangan Israel pada Sabtu terjadi pada akhir Idul Fitri, yang biasanya penuh kegembiraan ketika keluarga Muslim berkumpul menyambut akhir bulan suci Ramadhan.
Pada Jumat, ibu Omar telah membawa dia dan saudara laki-lakinya untuk mengunjungi sepupu mereka di dekat kamp pengungsi Shati di luar Kota Gaza tempat mereka semua tinggal.
“Anak-anak itu mengenakan pakaian Idul Fitri, mengambil mainan mereka dan pergi ke rumah paman mereka untuk merayakannya,” ungkap Hadidi.
"Mereka menelepon di malam hari untuk memohon agar boleh menginap dan saya berkata oke," tutur dia.
Hadidi kemudian berhenti untuk menenangkan diri ketika dia mengingat apa yang akan menjadi malam yang menentukan dalam hidupnya itu.
"Saya tidur di rumah sendirian (dan) tiba-tiba terbangun karena suara bom," tutur dia.
Duduk di tepi ranjang rumah sakit, Hadidi dengan hati-hati mencium pipi anaknya.
Dalam pelukannya, Omar beristirahat dengan tenang, kaki kanannya menyembul dari baju monyetnya dengan gips.
Di bawah rambut ikal kecil berwarna cokelat, kelopak matanya memar gelap dan bengkak, dan wajahnya dipenuhi goresan.
Serangan Israel pada Sabtu terjadi pada akhir Idul Fitri, yang biasanya penuh kegembiraan ketika keluarga Muslim berkumpul menyambut akhir bulan suci Ramadhan.
Pada Jumat, ibu Omar telah membawa dia dan saudara laki-lakinya untuk mengunjungi sepupu mereka di dekat kamp pengungsi Shati di luar Kota Gaza tempat mereka semua tinggal.
“Anak-anak itu mengenakan pakaian Idul Fitri, mengambil mainan mereka dan pergi ke rumah paman mereka untuk merayakannya,” ungkap Hadidi.
"Mereka menelepon di malam hari untuk memohon agar boleh menginap dan saya berkata oke," tutur dia.
Hadidi kemudian berhenti untuk menenangkan diri ketika dia mengingat apa yang akan menjadi malam yang menentukan dalam hidupnya itu.
"Saya tidur di rumah sendirian (dan) tiba-tiba terbangun karena suara bom," tutur dia.