Australia Ancam Penjarakan Pelancong yang Datang dari India

Sabtu, 01 Mei 2021 - 13:17 WIB
loading...
Australia Ancam Penjarakan Pelancong yang Datang dari India
Wisatawan Selandia Baru tiba di Bandara Internasional Sydney, saat perjalanan bebas karantina antara Australia dan Selandia Baru dimulai. Foto/REUTERS
A A A
CANBERRA - Pemerintah Australia mengancam akan menjatuhkan hukuman denda dan penjara terhadap para pelancong yang datang dari India jika nekat masuk ke negeri kanguru itu.

Ancaman itu disampaikan dalam pengumuman larangan perjalanan dari dan ke India karena pandemi COVID-19 yang parah sedang terjadi di sana.



Dalam pengumumannya, pemerintah mengatakan bahwa mulai Senin nanti setiap pelancong ke Australia yang telah berada di India dalam 14 hari terakhir dapat menghadapi denda dan hukuman penjara. Aturan itu memperkuat larangan sementara yang diumumkan awal pekan ini, yang tetap berlaku hingga setidaknya 15 Mei.

Ancaman penjara muncul setelah para pelancong dengan penerbangan tidak langsung dari India mengungkap celah dalam upaya pemerintah untuk memblokir sementara kedatangan dari negara Asia Selatan itu.

"Pemerintah tidak membuat keputusan ini dengan mudah," kata Menteri Kesehatan Greg Hunt dalam sebuah pernyataan.

"Namun, integritas kesehatan publik dan sistem karantina Australia sangat penting dilindungi, dan jumlah kasus COVID-19 di fasilitas karantina dikurangi ke tingkat yang dapat dikelola," lanjut Hunt, seperti dikutip AFP, Sabtu (1/5/2021).

Pengumuman, yang merupakan yang pertama secara khusus mengancam penjara bagi mereka yang melanggar larangan perjalanan, diberi label "keterlaluan" oleh Human Rights Watch.

“Pemerintah harus mencari cara untuk dengan aman mengarantina warga Australia yang kembali dari India, daripada memfokuskan upaya mereka pada hukuman penjara dan hukuman berat,” kata Direktur Human Rights Watch Australia, Elaine Pearson.

Pada hari Jumat, kasus harian COVID-19 di India naik menjadi 385.000—rekor global baru— dengan hampir 3.500 kematian. Itu merupakan data resmi pemerintah, meski banyak ahli menduga jumlah sebenarnya lebih banyak.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1855 seconds (0.1#10.140)