14 Kali Tolak Angkut Wanita Buta, Uber Didenda Rp 15,9 Miliar
loading...
A
A
A
SAN FRANCISCO - Perusahaan taksi online , Uber , diperintahkan untuk membayar USD1,1 juta atau sekitar Rp15,9 miliar kepada seorang wanita buta yang orderan menumpangnya ditolak sebanyak 14 kali.
Lisa Irving mengatakan pada beberapa kesempatan, pengemudi Uber melecehkannya secara verbal atau melecehkannya karena mengangkut anjing penuntunnya, Bernie, ke dalam mobil.
Seorang pengemudi Uber bahkan diduga mempersingkat perjalanannya setelah mengklaim telah tiba di tujuan meski itu bukanlah tempat yang dituju.
Seorang arbiter independen memutuskan bahwa pengemudi Uber telah melakukan diskriminasi ilegal terhadap Lisa Irving karena kondisinya.
Mereka menolak klaim Uber bahwa perusahaan itu sendiri tidak bertanggung jawab, karena, menurut mereka, supirnya berstatus kontraktor dan bukan karyawan.
Lisa Irving, dari San Francisco, mengatakan bahwa dia mengkhawatirkan keselamatannya setelah terdampar beberapa kali pada larut malam karena ditolak oleh pengemudi.
Dia juga menuduh bahwa pembatalan perjalanan juga menyebabkannya terlambat bekerja, yang menyebabkan ia dipecat dari pekerjaannya.
"Perilaku dari pengemudi terus berlanjut meskipun dia mengeluh kepada Uber.
"Dari semua orang Amerika yang harus dibebaskan oleh revolusi rideshare, orang buta dan tunanetra termasuk di antara mereka yang paling diuntungkan," kata seorang juru bicara Irving.
"Intinya adalah bahwa di bawah Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika, seekor anjing penuntun harus bisa pergi ke mana pun yang bisa dituju oleh seorang tunanetra," ujarnya seperti dikutip dari BBC, Sabtu (3/4/2021).
Dalam pernyataan yang dikeluarkan kepada media setelah keputusan itu, juru bicara Uber mengatakan perusahaan "bangga" atas bantuan yang ditawarkannya kepada penumpang tunanetra.
"Pengemudi yang menggunakan aplikasi Uber diharapkan melayani pengendara dengan hewan pemandu dan mematuhi aksesibilitas serta undang-undang lainnya, dan kami secara teratur memberikan pendidikan kepada pengemudi tentang tanggung jawab tersebut," ucapnya.
"Tim kami yang berdedikasi memeriksa setiap keluhan dan mengambil tindakan yang sesuai," tambahnya.
Ini bukan pertama kalinya Uber menghadapi pertarungan hukum dari komunitas tunanetra.
Pada tahun 2014, Federasi Tunanetra Nasional di AS menggugat aplikasi berbagi tumpangan itu atas peraturan anjing pemandu.
Kasus ini diselesaikan pada tahun 2017 ketika Uber setuju untuk memastikan para pengemudinya tahu bahwa mereka secara hukum diwajibkan untuk memberikan layanan kepada orang-orang dengan anjing pemandu.
"Saya menyesal sudah begini," kata Irving kepada surat kabar San Francisco Chronicle.
"Saya lebih suka hak-hak sipil saya dihormati. Tapi itu mengirimkan pesan yang kuat bahwa ini tidak dapat diterima," tukasnya.
Lisa Irving mengatakan pada beberapa kesempatan, pengemudi Uber melecehkannya secara verbal atau melecehkannya karena mengangkut anjing penuntunnya, Bernie, ke dalam mobil.
Seorang pengemudi Uber bahkan diduga mempersingkat perjalanannya setelah mengklaim telah tiba di tujuan meski itu bukanlah tempat yang dituju.
Seorang arbiter independen memutuskan bahwa pengemudi Uber telah melakukan diskriminasi ilegal terhadap Lisa Irving karena kondisinya.
Mereka menolak klaim Uber bahwa perusahaan itu sendiri tidak bertanggung jawab, karena, menurut mereka, supirnya berstatus kontraktor dan bukan karyawan.
Lisa Irving, dari San Francisco, mengatakan bahwa dia mengkhawatirkan keselamatannya setelah terdampar beberapa kali pada larut malam karena ditolak oleh pengemudi.
Dia juga menuduh bahwa pembatalan perjalanan juga menyebabkannya terlambat bekerja, yang menyebabkan ia dipecat dari pekerjaannya.
"Perilaku dari pengemudi terus berlanjut meskipun dia mengeluh kepada Uber.
"Dari semua orang Amerika yang harus dibebaskan oleh revolusi rideshare, orang buta dan tunanetra termasuk di antara mereka yang paling diuntungkan," kata seorang juru bicara Irving.
"Intinya adalah bahwa di bawah Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika, seekor anjing penuntun harus bisa pergi ke mana pun yang bisa dituju oleh seorang tunanetra," ujarnya seperti dikutip dari BBC, Sabtu (3/4/2021).
Baca Juga
Dalam pernyataan yang dikeluarkan kepada media setelah keputusan itu, juru bicara Uber mengatakan perusahaan "bangga" atas bantuan yang ditawarkannya kepada penumpang tunanetra.
"Pengemudi yang menggunakan aplikasi Uber diharapkan melayani pengendara dengan hewan pemandu dan mematuhi aksesibilitas serta undang-undang lainnya, dan kami secara teratur memberikan pendidikan kepada pengemudi tentang tanggung jawab tersebut," ucapnya.
"Tim kami yang berdedikasi memeriksa setiap keluhan dan mengambil tindakan yang sesuai," tambahnya.
Ini bukan pertama kalinya Uber menghadapi pertarungan hukum dari komunitas tunanetra.
Pada tahun 2014, Federasi Tunanetra Nasional di AS menggugat aplikasi berbagi tumpangan itu atas peraturan anjing pemandu.
Kasus ini diselesaikan pada tahun 2017 ketika Uber setuju untuk memastikan para pengemudinya tahu bahwa mereka secara hukum diwajibkan untuk memberikan layanan kepada orang-orang dengan anjing pemandu.
"Saya menyesal sudah begini," kata Irving kepada surat kabar San Francisco Chronicle.
"Saya lebih suka hak-hak sipil saya dihormati. Tapi itu mengirimkan pesan yang kuat bahwa ini tidak dapat diterima," tukasnya.
(ian)