Studi Ungkap Sikap Anti-Israel dan Anti-Zionis Meningkat di Kampus AS
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Manifestasi dari sikap anti-Zionisme di universitas di Amerika Serikat (AS) telah meningkat secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Institut Studi Keamanan Nasional (INSS) Universitas Tel Aviv.
Penulis studi itu, Miriam Elman, mengatakan anti-Zionisme telah terwujud dalam berbagai cara, termasuk menempelkan selebaran anti-Zionis yang menuduh orang-orang Yahudi secara diam-diam menyusup ke pemerintah.
Elman mengatakan, kampanye rutin anti-Israel yang menyerukan untuk memboikot, melepaskan dari dan memberi sanksi kepada Israel ditampilkan di ratusan kampus, termasuk beberapa kampus paling bergengsi di AS dan kampus dengan pendaftaran siswa Yahudi yang tinggi.
"Israel terus di delegitimasi dan dicap sebagai negara paria," ujarnya, seperti dilansir Anadolu Agency.
Banyak siswa memandang siswa Yahudi, sebagian besar dari mereka mendefinisikan diri sebagai Zionis menurut penulis, sebagai imperialis, rasis dan bahkan Nazi, dan supremasi kulit putih.
Studi tersebut mengatakan beberapa siswa dianggap menyimpan keyakinan Zionis dan mereka yang mengidentifikasi diri dengan Israel telah ditanyai tentang kesesuaian mereka untuk melayani dalam posisi kepemimpinan.
Menurut penelitian tersebut, jumlah mahasiswa Amerika yang mendukung gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) telah meningkat setelah pembunuhan George Floyd pada tahun 2020 yang memperkuat persekutuan antara pendukung BDS dan gerakan Black Lives Matter.
BDS adalah gerakan yang dipimpin Palestina, yang terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid Afrika Selatan yang menuntut kebebasan, keadilan, dan kesetaraan bagi warga Palestina. BDS juga bekerja untuk mengakhiri dukungan internasional untuk penindasan Israel terhadap warga Palestina dengan mempromosikan boikot produk Israel dan sanksi terhadap Israel.
Studi itu juga mencatat munculnya profesor anti-Israel di AS yang menerbitkan materi anti-Israel di outlet peer-review terkemuka. "Departemen akademis semakin mensponsori acara yang menjelekkan Israel," katanya.
"Banyak mahasiswa Yahudi-Zionis juga telah dikecualikan dari berpartisipasi dalam koalisi progresif dan terdapat kampanye kampus menjengkelkan yang mendiskreditkan organisasi Amerika-Yahudi. Kampanye berusaha untuk mencegah atau membatasi aktivitas mereka di kampus," ujarnya.
Studi tersebut menyoroti seruan terbuka untuk "boikot akademis terhadap Israel" oleh para profesional universitas yang mengecilkan hati siswa untuk tidak melanjutkan program belajar di luar negeri di Israel.
Penulis studi itu, Miriam Elman, mengatakan anti-Zionisme telah terwujud dalam berbagai cara, termasuk menempelkan selebaran anti-Zionis yang menuduh orang-orang Yahudi secara diam-diam menyusup ke pemerintah.
Elman mengatakan, kampanye rutin anti-Israel yang menyerukan untuk memboikot, melepaskan dari dan memberi sanksi kepada Israel ditampilkan di ratusan kampus, termasuk beberapa kampus paling bergengsi di AS dan kampus dengan pendaftaran siswa Yahudi yang tinggi.
"Israel terus di delegitimasi dan dicap sebagai negara paria," ujarnya, seperti dilansir Anadolu Agency.
Banyak siswa memandang siswa Yahudi, sebagian besar dari mereka mendefinisikan diri sebagai Zionis menurut penulis, sebagai imperialis, rasis dan bahkan Nazi, dan supremasi kulit putih.
Studi tersebut mengatakan beberapa siswa dianggap menyimpan keyakinan Zionis dan mereka yang mengidentifikasi diri dengan Israel telah ditanyai tentang kesesuaian mereka untuk melayani dalam posisi kepemimpinan.
Menurut penelitian tersebut, jumlah mahasiswa Amerika yang mendukung gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) telah meningkat setelah pembunuhan George Floyd pada tahun 2020 yang memperkuat persekutuan antara pendukung BDS dan gerakan Black Lives Matter.
BDS adalah gerakan yang dipimpin Palestina, yang terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid Afrika Selatan yang menuntut kebebasan, keadilan, dan kesetaraan bagi warga Palestina. BDS juga bekerja untuk mengakhiri dukungan internasional untuk penindasan Israel terhadap warga Palestina dengan mempromosikan boikot produk Israel dan sanksi terhadap Israel.
Studi itu juga mencatat munculnya profesor anti-Israel di AS yang menerbitkan materi anti-Israel di outlet peer-review terkemuka. "Departemen akademis semakin mensponsori acara yang menjelekkan Israel," katanya.
"Banyak mahasiswa Yahudi-Zionis juga telah dikecualikan dari berpartisipasi dalam koalisi progresif dan terdapat kampanye kampus menjengkelkan yang mendiskreditkan organisasi Amerika-Yahudi. Kampanye berusaha untuk mencegah atau membatasi aktivitas mereka di kampus," ujarnya.
Studi tersebut menyoroti seruan terbuka untuk "boikot akademis terhadap Israel" oleh para profesional universitas yang mengecilkan hati siswa untuk tidak melanjutkan program belajar di luar negeri di Israel.
(esn)