Laksamana AS: Perang Nuklir dengan Rusia atau China Kemungkinan Nyata

Jum'at, 05 Februari 2021 - 14:37 WIB
loading...
Laksamana AS: Perang...
Kepala Komando Strategis Amerika Serikat, Laksmana Charles Richard. Foto/Yonhap
A A A
WASHINGTON - Seorang laksamana Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa perang nuklir dengan Rusia atau pun China kemungkinan menjadi nyata. Menurutnya, Washington harus beradaptasi dengan setiap ancaman.

Peringatan itu disampaikan Laksamana Charles Richard, Kepala Komando Strategis AS. Dialah yang bertanggung jawab atas kemampuan serangan nuklir dan pertahanan rudal Amerika.



Menurut analisisnya, negara-negara adidaya kembali menantang perdamaian global dan AS harus segera beradaptasi untuk mendinginkan ancaman. Peringatannya itu diterbitkan saat Presiden AS Joe Biden mengambil alih kendali negara dari Donald Trump.

Laksamana Richard mengatakan bahwa fokus Pentagon pada kontra-terorisme selama beberapa dekade terakhir telah membuatnya "mengabaikan" ancaman nuklir.

"Ada kemungkinan nyata bahwa krisis regional dengan Rusia atau China dapat meningkat dengan cepat menjadi konflik yang melibatkan senjata nuklir, jika mereka merasa kerugian konvensional akan mengancam rezim atau negara," tulis Richard di surat kabar The Times yang dilansir Daily Mirror, Kamis (4/2/2021).

"Akibatnya, militer AS harus mengalihkan asumsi utamanya dari 'penggunaan nuklir tidak mungkin' menjadi 'penggunaan nuklir adalah kemungkinan yang sangat nyata', dan bertindak untuk memenuhi dan menghalau kenyataan itu," lanjut Richard.

“Sejak runtuhnya Uni Soviet, Departemen Pertahanan tidak harus mempertimbangkan kemungkinan persaingan kekuatan besar, krisis, atau konflik bersenjata langsung dengan rekan berkemampuan nuklir. Sayangnya, lingkungan saat ini tidak lagi memberi kami kemewahan itu."



Analisis suram itu diterbitkan ketika Biden ditekan untuk mengurangi pengeluaran yang dicurahkan Donald Trump untuk militer selama masa kekuasaannya.

Rezim Trump memicu ketegangan dengan Beijing selama pandemi. Trump terus-menerus menyebut COVID-19 sebagai "virus China" setelah wabah dimulai di Wuhan.

Rezimnya berhenti hanya karena malu mendukung teori konspirasi bahwa virus itu buatan manusia dan telah bocor dari laboratorium Wuhan.

Sesaat sebelum Biden mengambil alih kekuasaan, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengEklaim Departemen Pertahanan memiliki bukti bahwa para ilmuwan Wuhan jatuh sakit dengan gejala yang mirip dengan virus corona pada 2019.

Dia kemudian mendeklasifikasi intelijen yang juga mengeklaim laboratorium tersebut memiliki hubungan rahasia dengan militer China.

Beijing menyangkal kedua klaim tersebut, dan mengatakan wabah itu dimulai di komunitas Wuhan.



Kepresidenan Biden secara luas diharapkan untuk fokus pada upaya diplomasi, dalam upaya menstabilkan hubungan AS dengan kekuatan-kekuatan utama yang melemah selama tahun-tahun Trump.

Richard menulis dalam analisisnya bahwa China bisa menjadi "rekan strategis" AS.

Namun dia memperingatkan Beijing telah berinvestasi dalam sistem rudal hipersonik dan konvensional canggih, bersama dengan pembom jarak jauh berkemampuan nuklir.

"[Negara] kekuatan telah menimbun senjata nuklir dengan kecepatan yang bisa berlipat ganda [jika tidak tiga atau empat kali lipat] selama dekade berikutnya," klaim Richard, tanpa menyebut nama negara.

Antony Blinken, menteri luar negeri baru AS, mengumumkan minggu ini bahwa AS dan Rusia telah memperpanjang Perjanjian New START mereka.

Perjanjian itu, yang akan membatasi persenjataan nuklir antarbenua AS dan Rusia selama lima tahun, dikritik oleh pemerintahan Trump.

Tetapi Richard dilaporkan menulis di jurnal US Naval Institute Proceedings bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah memodernisasi kemampuan nuklir rezimnya, dan telah berinvestasi dalam senjata baru.

Menurut The Times, Richard memperingatkan investasi Kremlin termasuk pembom baru, rudal balistik antarbenua, rudal balistik yang diluncurkan kapal selam, dan kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir.

Rezim Putin juga dilaporkan telah mengembangkan sistem peringatan nuklir dan kemampuan komando dan kontrol, serta kendaraan luncur hipersonik dan torpedo bersenjata nuklir.

Peringatan tentang hubungan dengan Moskow dan Beijing muncul setelah Trump membongkar kesepakatan Nuklir dengan Iran di bawah kepemimpinan pendahulunya Barack Obama.

Trump telah menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor dengan memfokuskan upaya diplomasi nuklirnya di Korea Utara, melakukan pembicaraan dengan pemimpin Kim Jong-un.

Iran menekan Biden untuk memulihkan kesepakatan setelah dia bersumpah untuk menghabiskan hari-hari pertamanya berkuasa membalikkan banyak kebijakan Trump.

Pembunuhan Jenderal Qassem Solemeini oleh pemerintahan Trump telah memicu periode ketegangan tinggi antara Barat dan kekuatan Teluk pada awal tahun lalu.

Militer Iran mengakui secara keliru menembak jatuh sebuah pesawat penumpang Ukraine Airlines di atas Teheran, menewaskan semua penumpang, hanya beberapa hari setelah jenderalSoleimani dibunuh.

Peristiwa tersebut memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih luas, tak lama sebelum dunia dilanda krisis virus corona.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1512 seconds (0.1#10.140)