Joe Biden Tuntut Para Jenderal Myanmar Lepaskan Kekuasaan

Jum'at, 05 Februari 2021 - 07:08 WIB
loading...
Joe Biden Tuntut Para Jenderal Myanmar Lepaskan Kekuasaan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menuntut militer Myanmar melepaskan kekuasaan yang mereka rebut melalui kudeta. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menuntut para jenderal Myanmar untuk melepaskan kekuasaan dan membebaskan para pemimpin sipil yang ditahan dalam kudeta Senin lalu. Washington menyatakan sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi.



Washington telah memimpin kecaman internasional atas kudeta militer Myanmar hari Senin, yang membuat para pemimpin demokrasi termasuk Aung San Suu Kyi ditahan. Kudeta telah memicu kekhawatiran bahwa militer akan menyeret 54 juta orang negara itu kembali ke dekade pemerintahan junta yang mengubah Myanmar menjadi salah satu negara paling miskin dan represif di Asia.

“Tidak ada keraguan: Dalam demokrasi, kekuatan seharusnya tidak pernah berusaha untuk mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilu yang kredibel,” kata Biden di Washington dalam pidato kebijakan luar negeri pertamanya sebagai presiden.

"Militer Burma harus melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut, membebaskan para pendukung dan aktivis serta pejabat yang telah mereka tangkap, mencabut pembatasan dalam telekomunikasi, dan menahan diri dari kekerasan," lanjut Biden seperti dikutip AFP, Jumat (5/2/2021). Burma adalah nama lain untuk Myanmar.

Biden berbicara beberapa jam setelah penasihat keamanan nasionalnya, Jake Sullivan, mengatakan Gedung Putih sedang mempertimbangkan sanksi khusus yang ditargetkan baik pada individu maupun entitas yang dikendalikan oleh militer yang memperkaya militer. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Ancaman sanksi AS muncul setelah para jenderal Myanmar memerintahkan penyedia internet untuk membatasi akses ke Facebook, karena orang-orang berbondong-bondong ke media sosial untuk menyuarakan oposisi dan berbagi rencana untuk pembangkangan.



Aplikasi milik Facebook seperti Instagram dan WhatsApp juga ikut terganggu.

"Kami memiliki kekuatan digital...jadi kami telah menggunakan ini sejak hari pertama untuk menentang junta militer," kata aktivis Thinzar Shunlei Yi, yang berada di balik apa yang disebut "Gerakan Pembangkangan Sipil" yang menyebar di seluruh platform media sosial.

Telenor, salah satu penyedia telekomunikasi utama negara itu, mengonfirmasi bahwa pihak berwenang telah memerintahkannya untuk "memblokir sementara" akses Facebook.

Perusahaan milik Norwegia itu mengatakan harus memenuhinya tetapi tidak percaya bahwa permintaan tersebut didasarkan pada kebutuhan dan proporsionalitas, sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional.

Facebook mengonfirmasi akses saat ini terganggu untuk beberapa orang di Myanmar dan mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas.

Memicu Amarah

Bagi banyak orang di Myanmar, Facebook adalah pintu gerbang ke internet dan cara penting untuk mengumpulkan informasi.

Tetapi menentang militer—secara online atau offline—penuh dengan risiko. Selama aturan junta, perbedaan pendapat diredam, di mana ribuan aktivis—termasuk Suu Kyi—ditahan selama bertahun-tahun.

Kemarin, bendera merah Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi yang memenangkan pemilu November 2020—menghiasi balkon puluhan apartemen Yangon. Penduduk juga mulai memukuli panci dan wajan setiap malam pada pukul 20.00 untuk "mengusir junta militer"—sebuah tradisi lama Myanmar dalam mengusir roh jahat.

Petugas kesehatan minggu ini juga menyematkan pita merah di scrub mereka, dengan beberapa dari mereka melakukan boikot pada pekerjaan.



Sebuah unjuk rasa kecil dimulai kemarin di depan sebuah universitas kedokteran di kota utara Mandalay, di mana pengunjuk rasa membawa tanda-tanda yang bertuliskan: "Protes rakyat terhadap kudeta militer!"

Sementara itu, 70 anggota parlemen dari NLD menandatangani “janji untuk melayani publik” saat menggelar sesi parlemen simbolis mereka sendiri di Naypyidaw.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1774 seconds (0.1#10.140)