Garda Revolusi Iran: Kami Mampu Tenggelamkan Kapal Perang AS
loading...
A
A
A
TEHERAN - Perwira senior di Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengklaim bahwa mereka memiliki kemampuan menenggelamkan kapal perang Amerika Serikat (AS) yang terlalu dekat dengan garis pantainya.
Komentar sang jenderal memicu nada permusuhan di awal pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Baca Juga: Rusia dan Iran Tegaskan Pentingnya Pulihkan Kesepakatan Nuklir
"Jika kehadiran AS di perairan internasional dekat Iran dianggap sebagai ancaman bagi negara, berkat kekuatan penangkal kami dan rudal permukaan-ke-permukaan, permukaan-ke-udara, permukaan-ke-pantai, pantai-ke-pantai, rudal pantai-ke-laut dan laut-ke-laut, kami memiliki kemampuan menghancurkan kapal-kapal Amerika," tegas Jenderal Rahim Noei-Aghdam kepada Kantor Berita Mehr yang didukung pemerintah Iran.
Lihat infografis: Iran Minta Penjelasan Indonesia Soal Penyitaan Kapal Tanker
“Berbeda dengan pasukan Amerika di Asia Barat, yang tidak mampu bertindak; intelijen, mobilitas, pertempuran, kekuasaan, kekuatan, kohesi, persatuan dan moral pasukan Front Perlawanan, terutama angkatan bersenjata Republik Islam Iran, sangat terkenal," papar dia.
Meskipun ancaman dan retorika seperti itu secara teratur disuarakan para pemimpin politik dan militer Iran, peringatan yang diberikan Noei-Aghdam datang kurang dari sepekan setelah pelantikan Biden.
Saat ini masih ada berbagai spekulasi tentang apa kebijakan pemerintahan Biden terhadap Iran.
Sepanjang kampanye pemilu, Biden menyatakan rencananya kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang ditandatangani pada 2015 oleh Iran dan AS, Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia.
Dalam kesepakatan itu, Iran setuju membatasi kemampuan nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi.
Baca Juga: Luar Biasa, IMF Proyeksikan Ekonomi China Tumbuh 8,1% di 2021
Namun AS mundur secara sepihak dari kesepakatan itu pada 2018 saat pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.
Menurut laporan terbatu, Biden akan bertemu kepala badan intelijen Israel, Mossad, bulan depan untuk menyusun syarat bagi kembalinya Amerika ke JCPOA.
Iran sendiri telah menyatakan kesediaannya menghidupkan kembali perjanjian tersebut, meskipun terus meningkatkan kemampuan nuklirnya.
Baca Juga: Soal Adu Fisik Lukaku vs Ibrahimovic, Conte: Ini Derby, Bukan Jalan-jalan di Taman
Teheran menyatakan tidak akan ada perubahan pada ketentuan sebelumnya, dan AS tidak memiliki waktu yang tidak terbatas untuk memutuskan apa yang akan dilakukannya.
Komentar sang jenderal memicu nada permusuhan di awal pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Baca Juga: Rusia dan Iran Tegaskan Pentingnya Pulihkan Kesepakatan Nuklir
"Jika kehadiran AS di perairan internasional dekat Iran dianggap sebagai ancaman bagi negara, berkat kekuatan penangkal kami dan rudal permukaan-ke-permukaan, permukaan-ke-udara, permukaan-ke-pantai, pantai-ke-pantai, rudal pantai-ke-laut dan laut-ke-laut, kami memiliki kemampuan menghancurkan kapal-kapal Amerika," tegas Jenderal Rahim Noei-Aghdam kepada Kantor Berita Mehr yang didukung pemerintah Iran.
Lihat infografis: Iran Minta Penjelasan Indonesia Soal Penyitaan Kapal Tanker
“Berbeda dengan pasukan Amerika di Asia Barat, yang tidak mampu bertindak; intelijen, mobilitas, pertempuran, kekuasaan, kekuatan, kohesi, persatuan dan moral pasukan Front Perlawanan, terutama angkatan bersenjata Republik Islam Iran, sangat terkenal," papar dia.
Meskipun ancaman dan retorika seperti itu secara teratur disuarakan para pemimpin politik dan militer Iran, peringatan yang diberikan Noei-Aghdam datang kurang dari sepekan setelah pelantikan Biden.
Saat ini masih ada berbagai spekulasi tentang apa kebijakan pemerintahan Biden terhadap Iran.
Sepanjang kampanye pemilu, Biden menyatakan rencananya kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang ditandatangani pada 2015 oleh Iran dan AS, Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia.
Dalam kesepakatan itu, Iran setuju membatasi kemampuan nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi.
Baca Juga: Luar Biasa, IMF Proyeksikan Ekonomi China Tumbuh 8,1% di 2021
Namun AS mundur secara sepihak dari kesepakatan itu pada 2018 saat pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.
Menurut laporan terbatu, Biden akan bertemu kepala badan intelijen Israel, Mossad, bulan depan untuk menyusun syarat bagi kembalinya Amerika ke JCPOA.
Iran sendiri telah menyatakan kesediaannya menghidupkan kembali perjanjian tersebut, meskipun terus meningkatkan kemampuan nuklirnya.
Baca Juga: Soal Adu Fisik Lukaku vs Ibrahimovic, Conte: Ini Derby, Bukan Jalan-jalan di Taman
Teheran menyatakan tidak akan ada perubahan pada ketentuan sebelumnya, dan AS tidak memiliki waktu yang tidak terbatas untuk memutuskan apa yang akan dilakukannya.
(sya)