Tunisia Dilaporkan Tangkap 1.000 Orang dalam Kerusuhan Selama 6 Malam
loading...
A
A
A
TUNIS - Pasukan keamanan Tunisia telah menangkap sedikitnya 1.000 orang selama enam malam kerusuhan antara pemuda yang merasa tidak puas dengan pemerintah dan polisi anti huru hara. Demikian laporan yang dikeluarkan kelompok hak asasi manusia dan kelompok non pemerintah lainnya.
Negara Afrika Utara, tempat pandemi COVID-19 telah memperdalam penderitaan ekonomi yang parah, telah menyaksikan anak-anak muda melemparkan batu dan bom molotov ke polisi yang telah mengerahkan gas air mata dan meriam air ke arah kerumunan.
Situasai di negara itu pada Rabu malam relatif tenang dibandingkan dengan malam sebelumnya, meskipun media lokal melaporkan gangguan di pusat kota Sidi Bouzid, tempat pemberontakan pro-demokrasi Arab Spring dimulai satu dekade lalu.
Pihak berwenang mengatakan pada Senin lalu mereka telah melakukan 600 penangkapan, kemudian melaporkan 70 lainnya selama dua hari berikutnya - tetapi koalisi kelompok non pemerintah Tunisia mengatakan jumlah mereka sendiri sekarang jauh lebih tinggi.
"Ada 1.000 orang ditangkap termasuk banyak anak di bawah umur," kata Bassem Trifi dari Liga Hak Asasi Manusia Tunisia seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (21/1/2021).
Trifi juga menuduh bahwa banyak penangkapan dilakukan dengan sewenang-wenang, termasuk menciduk orang-orang di dalam rumah mereka.
"Beberapa ditangkap tanpa ikut serta dalam demonstrasi," katanya dalam konferensi pers bersama belasan kelompok non pemerintah, juga termasuk serikat jurnalis dan asosiasi pengacara muda.
Kelompok tersebut mengatakan beberapa aktivis telah ditahan karena menyuarakan dukungan untuk aksi protes di Facebook dan situs lain, dan setidaknya satu dari mereka sekarang menghadapi hukuman enam tahun penjara jika terbukti bersalah.
Dalam pernyataan bersama, kelompok tersebut meminta sistem peradilan untuk menyelidiki laporan pelanggaran oleh pasukan keamanan, perlakuan buruk terhadap tahanan dan pelanggaran privasi data pribadi mereka.
Mereka memperingatkan bahwa praktik keamanan yang kejam hanya akan memperburuk krisis penolakan terhadap negara.
"Kami meminta sistem peradilan mencermati kasus tersebut," kata Trifi.
"Kami tidak akan berhasil menyelesaikan krisis dengan cara ini. Ini hanya akan memperdalam jurang pemisah antara rakyat dan pemerintah," ujarnya.
Kerusuhan kembali mengguncang beberapa kota di Tunisia hingga Kamis, meskipun bentrokan tampaknya mereda dari puncak sebelumnya ketika kelompok-kelompok yang marah membakar ban untuk memblokir jalan-jalan.
Di pusat kota Sbeitla, bentrokan pecah menyusul desas-desus bahwa seorang pemuda telah meninggal karena luka-luka yang dideritanya ketika dia sebelumnya dihantam tabung gas air mata.
Kementerian Dalam Negeri Tunisia membantah kematian pemuda itu, dengan mengatakan dia telah dipindahkan ke rumah sakit di kota pesisir Sousse, dan telah membuka penyelidikan atas kasusnya.
Tunisia pekan lalu menandai satu dekade sejak diktator lamanya Zine El Abidine Ben Ali melarikan diri dari negara itu di tengah aksi protes massal, mengakhiri 23 tahun kekuasaannya.
Demonstrasi dipicu oleh aksi bakar diri penjual buah muda Mohamed Bouazizi di Sidi Bouzid, yang memicu pemberontakan serupa di sebagian besar Afrika Utara dan Timur Tengah.
Negara Afrika Utara, tempat pandemi COVID-19 telah memperdalam penderitaan ekonomi yang parah, telah menyaksikan anak-anak muda melemparkan batu dan bom molotov ke polisi yang telah mengerahkan gas air mata dan meriam air ke arah kerumunan.
Situasai di negara itu pada Rabu malam relatif tenang dibandingkan dengan malam sebelumnya, meskipun media lokal melaporkan gangguan di pusat kota Sidi Bouzid, tempat pemberontakan pro-demokrasi Arab Spring dimulai satu dekade lalu.
Pihak berwenang mengatakan pada Senin lalu mereka telah melakukan 600 penangkapan, kemudian melaporkan 70 lainnya selama dua hari berikutnya - tetapi koalisi kelompok non pemerintah Tunisia mengatakan jumlah mereka sendiri sekarang jauh lebih tinggi.
"Ada 1.000 orang ditangkap termasuk banyak anak di bawah umur," kata Bassem Trifi dari Liga Hak Asasi Manusia Tunisia seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (21/1/2021).
Trifi juga menuduh bahwa banyak penangkapan dilakukan dengan sewenang-wenang, termasuk menciduk orang-orang di dalam rumah mereka.
"Beberapa ditangkap tanpa ikut serta dalam demonstrasi," katanya dalam konferensi pers bersama belasan kelompok non pemerintah, juga termasuk serikat jurnalis dan asosiasi pengacara muda.
Kelompok tersebut mengatakan beberapa aktivis telah ditahan karena menyuarakan dukungan untuk aksi protes di Facebook dan situs lain, dan setidaknya satu dari mereka sekarang menghadapi hukuman enam tahun penjara jika terbukti bersalah.
Dalam pernyataan bersama, kelompok tersebut meminta sistem peradilan untuk menyelidiki laporan pelanggaran oleh pasukan keamanan, perlakuan buruk terhadap tahanan dan pelanggaran privasi data pribadi mereka.
Mereka memperingatkan bahwa praktik keamanan yang kejam hanya akan memperburuk krisis penolakan terhadap negara.
"Kami meminta sistem peradilan mencermati kasus tersebut," kata Trifi.
"Kami tidak akan berhasil menyelesaikan krisis dengan cara ini. Ini hanya akan memperdalam jurang pemisah antara rakyat dan pemerintah," ujarnya.
Kerusuhan kembali mengguncang beberapa kota di Tunisia hingga Kamis, meskipun bentrokan tampaknya mereda dari puncak sebelumnya ketika kelompok-kelompok yang marah membakar ban untuk memblokir jalan-jalan.
Di pusat kota Sbeitla, bentrokan pecah menyusul desas-desus bahwa seorang pemuda telah meninggal karena luka-luka yang dideritanya ketika dia sebelumnya dihantam tabung gas air mata.
Kementerian Dalam Negeri Tunisia membantah kematian pemuda itu, dengan mengatakan dia telah dipindahkan ke rumah sakit di kota pesisir Sousse, dan telah membuka penyelidikan atas kasusnya.
Tunisia pekan lalu menandai satu dekade sejak diktator lamanya Zine El Abidine Ben Ali melarikan diri dari negara itu di tengah aksi protes massal, mengakhiri 23 tahun kekuasaannya.
Demonstrasi dipicu oleh aksi bakar diri penjual buah muda Mohamed Bouazizi di Sidi Bouzid, yang memicu pemberontakan serupa di sebagian besar Afrika Utara dan Timur Tengah.
(ber)