Khamenei Ejek Kerusuhan Capitol AS, Sebut Balas Dendam Tuhan
loading...
A
A
A
TEHERAN - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengejek kekacauan di Amerika Serikat (AS) setelah massa pendukung Presiden Donald Trump menyerbu Gedung Capitol di Washington. Petinggi Iran itu menyebutnya sebagai balas dendam Tuhan atas campur tangan Amerika di Timur Tengah.
Dalam pidato 50 menit pada hari Jumat (8/1/2021), Khamenei membahas transisi kekuasaan di AS dengan menyebut politik Amerika sebagai "kegagalan". (Baca: Kurang Ajar, Perusuh Capitol Garuk Kemaluannya di Meja Ketua DPR AS )
"Ini adalah demokrasi mereka; ini adalah situasi pemilu mereka," kata Khamenei sambil menyeringai.
"Pernahkah Anda melihat situasi di AS? Ini adalah demokrasi mereka dan ini adalah kegagalan pemilu mereka," tulis Khamenei di Twitter."Saat ini, AS dan 'nilai-nilai Amerika' diejek bahkan oleh teman-teman mereka.”
Dia mengatakan AS telah diberi ganjaran karena memicu ketegangan di Iran pada 2009.
“AS secara terbuka mengatakan kepentingannya membutuhkan ketidakstabilan di kawasan ini. AS ingin memulai perang saudara di Iran pada 2009, dan sekarang Tuhan telah membuat mereka menderita dengan kesulitan yang sama pada 2021," tulis Khamenei, seperti dikutip Times of Israel, Sabtu (9/1/2021). (Baca: Jenderal Tertinggi AS: Presiden Punya Kekuasaan Tunggal untuk Serangan Nuklir )
"Kekacauan baru-baru ini mencapai titik di mana anggota Kongres harus melarikan diri melalui terowongan rahasia," paparnya.
Khamenei juga mengatakan Iran tidak terburu-buru melihat AS kembali ke kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar setelah Joe Biden menjabat sebagai presiden bulan ini.
Pemimpin Iran itu mengatakan ini bukan pertanyaan tentang "apakah Amerika Serikat kembali atau tidak", tapi itu masalah mencabut sanksi sepihaknya.
“Kami tidak terburu-buru dan kami tidak mendesak mereka untuk kembali (ke kesepakatan nuklir 2015). Permintaan kami, yang logis dan rasional, adalah pencabutan sanksi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump setelah keluar dari kesepakatan pada 2018," imbuh dia. (Baca juga: Berbahaya, Jenderal Tertinggi AS Didesak Blokir Trump dari Kode Nuklir )
Pada Rabu lalu, massa pendukung Trump mengamuk dan menyerbu Gedung Capitol AS saat Kongres sedang mengesahkan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden.
Amuk massa ini membuat agenda pengesahan itu terhenti sejenak dan para politisi berlindung untuk menyelamatkan diri. Namun, pengesahan itu akhirnya berlanjut. Lima orang tewas dalam kerusuhan itu, termasuk petugas polisi Capitol.
Dalam pidato 50 menit pada hari Jumat (8/1/2021), Khamenei membahas transisi kekuasaan di AS dengan menyebut politik Amerika sebagai "kegagalan". (Baca: Kurang Ajar, Perusuh Capitol Garuk Kemaluannya di Meja Ketua DPR AS )
"Ini adalah demokrasi mereka; ini adalah situasi pemilu mereka," kata Khamenei sambil menyeringai.
"Pernahkah Anda melihat situasi di AS? Ini adalah demokrasi mereka dan ini adalah kegagalan pemilu mereka," tulis Khamenei di Twitter."Saat ini, AS dan 'nilai-nilai Amerika' diejek bahkan oleh teman-teman mereka.”
Dia mengatakan AS telah diberi ganjaran karena memicu ketegangan di Iran pada 2009.
“AS secara terbuka mengatakan kepentingannya membutuhkan ketidakstabilan di kawasan ini. AS ingin memulai perang saudara di Iran pada 2009, dan sekarang Tuhan telah membuat mereka menderita dengan kesulitan yang sama pada 2021," tulis Khamenei, seperti dikutip Times of Israel, Sabtu (9/1/2021). (Baca: Jenderal Tertinggi AS: Presiden Punya Kekuasaan Tunggal untuk Serangan Nuklir )
"Kekacauan baru-baru ini mencapai titik di mana anggota Kongres harus melarikan diri melalui terowongan rahasia," paparnya.
Khamenei juga mengatakan Iran tidak terburu-buru melihat AS kembali ke kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar setelah Joe Biden menjabat sebagai presiden bulan ini.
Pemimpin Iran itu mengatakan ini bukan pertanyaan tentang "apakah Amerika Serikat kembali atau tidak", tapi itu masalah mencabut sanksi sepihaknya.
“Kami tidak terburu-buru dan kami tidak mendesak mereka untuk kembali (ke kesepakatan nuklir 2015). Permintaan kami, yang logis dan rasional, adalah pencabutan sanksi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump setelah keluar dari kesepakatan pada 2018," imbuh dia. (Baca juga: Berbahaya, Jenderal Tertinggi AS Didesak Blokir Trump dari Kode Nuklir )
Pada Rabu lalu, massa pendukung Trump mengamuk dan menyerbu Gedung Capitol AS saat Kongres sedang mengesahkan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden.
Amuk massa ini membuat agenda pengesahan itu terhenti sejenak dan para politisi berlindung untuk menyelamatkan diri. Namun, pengesahan itu akhirnya berlanjut. Lima orang tewas dalam kerusuhan itu, termasuk petugas polisi Capitol.
(min)