Gawat, Perang Iran Bisa Picu Krisis Dunia
loading...
A
A
A
Bukan hanya krisis ekonomi di Iran , krisis itu juga akan melebar. Itu dikarenakan pasokan minyak akan terganggu. Harga minyak dunia pun pasti akan mengalami kenaikan tajam. Seluruh dunia akan terkena dampaknya.
Perang Iran juga bisa mengakibatkan konflik berskala luas. Itu dikarenakan Iran memiliki banyak milisi yang berafiliasi baik di Lebanon, Suriah, maupun Irak. Mereka akan membantu Iran meski kondisi keuangan memburuk. Namun, Iran dikenal sebagai negara yang memainkan pihak ketiga dalam berkonflik.
Kekhawatiran mendalam adalah kelompok yang berafiliasi dengan Teheran juga akan melancarkan serangan ke negara yang berafiliasi dengan AS, seperti Israel dan Saudi. Itu bisa menjadi bencana besar yang tentunya sangat diperhitungkan semua pihak yang bertikai. Kelompok yang berafiliasi dengan Iran juga bisa saja melancarkan serangan ke pangkalan militer AS di Timur Tengah.
Kemudian, perang Iran-AS bisa menjadi ladang baru bagi Rusia yang memiliki kepentingan di Timur Tengah. Selama ini, Rusia merupakan pihak yang selalu mendukung Iran. Moskow memiliki senjata dan kekuatan tempur yang bisa bermain di belakang Iran. Hal itu juga yang dilakukan Rusia di Suriah. Rusia tidak akan membiarkan Iran berperang sendirian. Moskow dapat mengirimkan pasokan senjata dan teknologi militer untuk membantu Iran. (Baca juga: 5 Fakta Parosmia, Gejala Baru Covid-19)
"Permasalahan di kawasan Timur Tengah bukan aktivitas Iran ," kata Duta besar Rusia untuk Israel, Anatoly Viktorov, kepada Jerusalem Post. Konflik di Timur Tengah dikarenakan kurangnya pemahaman antara negara mengenai resolusi PBB tentang konflik Israel-Arab dan Israel-Palestina.
Jika perang AS-Iran yang terjadi, maka negara yang diuntungkan adalah Saudi dan Israel. “Trump selalu ditekan aliansi kuncinya di Timur Tengah untuk bertindak terhadap Iran,” kata Danny Postel, asisten direktur Center for International and Area Studies di Universitas Northwestern, dilansir Al Jazeera.
Postel mengungkapkan, Trump sangat terluka dan terpojok pada skenario akhir permainan karena dia memiliki kesempatan beberapa pekan lalu. Namun, Trump bsia saja melakukan tindakan berbahaya. “Itu mungkin sebagai kasus yang paling berbahaya,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, informasi intelijen di Iran mengindikasikan agen Israel akan memprovokasi dengan menyerang fasilitas AS. Itu bertujuan agar Trump bisa menyerang Iran. “Trump harus hati-hati dengan jebakan itu,” katanya. Namun, Zarif tidak mengungkapkan bukti tersebut. (Baca juga: Positif Covid, Kevin Sanjaya Batal Tampil di Thailand Open)
Namun demikian, ancaman perang Iran-AS masih tetap di depan mata. Barbara Slavin, Direktur Future of Iran Initiative at the Atlantic Council, mengatakan bahwa ancaman perang masih terbuka lebar karena Trump dan Israel telah menempatkan banyak aset di Timur Tengah. “Konflik itu akan memiliki klimaks yang menakutkan jika AS gagal menerapkan kebijakan maksimum,” kata Slavin.
Bagaimana pintu diplomasi? Slavin menilai, pintu diplomasi masih terbuka lebar karena pada Juni mendatang akan digelar pemilu presiden. “Diplomasi merupakan cara efektif untuk menekan aktivitas nuklir Iran,” sarannya. Diplomasi, kata dia, menjadi salah satu cara paling sensitif untuk menghadapi Iran.
Perang Iran juga bisa mengakibatkan konflik berskala luas. Itu dikarenakan Iran memiliki banyak milisi yang berafiliasi baik di Lebanon, Suriah, maupun Irak. Mereka akan membantu Iran meski kondisi keuangan memburuk. Namun, Iran dikenal sebagai negara yang memainkan pihak ketiga dalam berkonflik.
Kekhawatiran mendalam adalah kelompok yang berafiliasi dengan Teheran juga akan melancarkan serangan ke negara yang berafiliasi dengan AS, seperti Israel dan Saudi. Itu bisa menjadi bencana besar yang tentunya sangat diperhitungkan semua pihak yang bertikai. Kelompok yang berafiliasi dengan Iran juga bisa saja melancarkan serangan ke pangkalan militer AS di Timur Tengah.
Kemudian, perang Iran-AS bisa menjadi ladang baru bagi Rusia yang memiliki kepentingan di Timur Tengah. Selama ini, Rusia merupakan pihak yang selalu mendukung Iran. Moskow memiliki senjata dan kekuatan tempur yang bisa bermain di belakang Iran. Hal itu juga yang dilakukan Rusia di Suriah. Rusia tidak akan membiarkan Iran berperang sendirian. Moskow dapat mengirimkan pasokan senjata dan teknologi militer untuk membantu Iran. (Baca juga: 5 Fakta Parosmia, Gejala Baru Covid-19)
"Permasalahan di kawasan Timur Tengah bukan aktivitas Iran ," kata Duta besar Rusia untuk Israel, Anatoly Viktorov, kepada Jerusalem Post. Konflik di Timur Tengah dikarenakan kurangnya pemahaman antara negara mengenai resolusi PBB tentang konflik Israel-Arab dan Israel-Palestina.
Jika perang AS-Iran yang terjadi, maka negara yang diuntungkan adalah Saudi dan Israel. “Trump selalu ditekan aliansi kuncinya di Timur Tengah untuk bertindak terhadap Iran,” kata Danny Postel, asisten direktur Center for International and Area Studies di Universitas Northwestern, dilansir Al Jazeera.
Postel mengungkapkan, Trump sangat terluka dan terpojok pada skenario akhir permainan karena dia memiliki kesempatan beberapa pekan lalu. Namun, Trump bsia saja melakukan tindakan berbahaya. “Itu mungkin sebagai kasus yang paling berbahaya,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, informasi intelijen di Iran mengindikasikan agen Israel akan memprovokasi dengan menyerang fasilitas AS. Itu bertujuan agar Trump bisa menyerang Iran. “Trump harus hati-hati dengan jebakan itu,” katanya. Namun, Zarif tidak mengungkapkan bukti tersebut. (Baca juga: Positif Covid, Kevin Sanjaya Batal Tampil di Thailand Open)
Namun demikian, ancaman perang Iran-AS masih tetap di depan mata. Barbara Slavin, Direktur Future of Iran Initiative at the Atlantic Council, mengatakan bahwa ancaman perang masih terbuka lebar karena Trump dan Israel telah menempatkan banyak aset di Timur Tengah. “Konflik itu akan memiliki klimaks yang menakutkan jika AS gagal menerapkan kebijakan maksimum,” kata Slavin.
Bagaimana pintu diplomasi? Slavin menilai, pintu diplomasi masih terbuka lebar karena pada Juni mendatang akan digelar pemilu presiden. “Diplomasi merupakan cara efektif untuk menekan aktivitas nuklir Iran,” sarannya. Diplomasi, kata dia, menjadi salah satu cara paling sensitif untuk menghadapi Iran.