Turki Tak Akan Deportasi Muslim Uighur ke China
loading...
A
A
A
ANKARA - Turki menepis kekhawatiran bahwa perjanjian ekstradisi baru dengan China akan mengakibatkan Ankara mendeportasi Muslim Uighur secara massal ke Beijing.
Sekitar 20 warga Uighur dengan kewarganegaraan Turki mendatangi konsulat China di Istanbul setelah parlemen China meratifikasi perjanjian 2017 pada hari Sabtu.
Ankara belum meratifikasi perjanjian itu, tetapi persetujuannya di Beijing telah membuat komunitas Uighur Turki yang diperkirakan berjumlah 50.000 orang gelisah.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu tidak mengatakan kapan parlemen Turki akan memperdebatkan kesepakatan tersebut.
Namun dia mengatakan persetujuannya tidak berarti Turki akan membebaskan orang Uighur ke China.
“Hingga saat ini, masih ada permintaan pemulangan dari China terkait Uighur di Turki. Dan Anda tahu Turki belum mengambil langkah seperti ini," kata Cavusoglu kepada wartawan di Ankara.
"Ini akan menjadi salah dan tidak adil untuk mengatakan itu adalah kesepakatan untuk ekstradisi Uighur. Kami lebih sensitif terhadap masalah seperti itu dibanding yang lain,” imbuhnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (31/12/2020).
Etnis Uighur berunjuk rasa untuk hari kesembilan pada Rabu untuk mengungkapkan ketakutan mereka tentang perjanjian ekstradisi.(Baca juga: China Sebut Tuduhan Pelanggaran HAM Muslim Uighur Kebohongan Abad Ini )
“Insya Allah, kami berharap negara kami tidak akan menyetujui hal seperti itu,” kata Omer Farah, seorang etnis Uighur dengan kewarganegaraan Turki yang mengatakan bahwa anak-anaknya ditahan di China.
“Tapi jika ya, kami sangat khawatir. Karena bagi China, 50.000 orang Uighur yang tinggal di sini adalah penjahat," imbuhnya.
Orang Uighur berbicara dalam bahasa Turki dan memiliki ikatan budaya dengan Turki yang menjadikannya tujuan favorit untuk menghindari penganiayaan di wilayah Xinjiang di barat laut China.
Namun laporan berita menuduh Turki diam-diam mengembalikan warga Uighur ke China melalui negara ketiga.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan Xinjiang adalah rumah bagi jaringan luas kamp interniran di luar hukum yang telah memenjarakan setidaknya satu juta orang.(Baca juga: Terungkap, Alibaba Gunakan Software Pengenal Wajah Uighur )
China mengatakan kmap-kamp tersebut pusat pelatihan kejuruan untuk melawan ekstremisme.
Sekitar 20 warga Uighur dengan kewarganegaraan Turki mendatangi konsulat China di Istanbul setelah parlemen China meratifikasi perjanjian 2017 pada hari Sabtu.
Ankara belum meratifikasi perjanjian itu, tetapi persetujuannya di Beijing telah membuat komunitas Uighur Turki yang diperkirakan berjumlah 50.000 orang gelisah.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu tidak mengatakan kapan parlemen Turki akan memperdebatkan kesepakatan tersebut.
Namun dia mengatakan persetujuannya tidak berarti Turki akan membebaskan orang Uighur ke China.
“Hingga saat ini, masih ada permintaan pemulangan dari China terkait Uighur di Turki. Dan Anda tahu Turki belum mengambil langkah seperti ini," kata Cavusoglu kepada wartawan di Ankara.
"Ini akan menjadi salah dan tidak adil untuk mengatakan itu adalah kesepakatan untuk ekstradisi Uighur. Kami lebih sensitif terhadap masalah seperti itu dibanding yang lain,” imbuhnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (31/12/2020).
Etnis Uighur berunjuk rasa untuk hari kesembilan pada Rabu untuk mengungkapkan ketakutan mereka tentang perjanjian ekstradisi.(Baca juga: China Sebut Tuduhan Pelanggaran HAM Muslim Uighur Kebohongan Abad Ini )
“Insya Allah, kami berharap negara kami tidak akan menyetujui hal seperti itu,” kata Omer Farah, seorang etnis Uighur dengan kewarganegaraan Turki yang mengatakan bahwa anak-anaknya ditahan di China.
“Tapi jika ya, kami sangat khawatir. Karena bagi China, 50.000 orang Uighur yang tinggal di sini adalah penjahat," imbuhnya.
Orang Uighur berbicara dalam bahasa Turki dan memiliki ikatan budaya dengan Turki yang menjadikannya tujuan favorit untuk menghindari penganiayaan di wilayah Xinjiang di barat laut China.
Namun laporan berita menuduh Turki diam-diam mengembalikan warga Uighur ke China melalui negara ketiga.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan Xinjiang adalah rumah bagi jaringan luas kamp interniran di luar hukum yang telah memenjarakan setidaknya satu juta orang.(Baca juga: Terungkap, Alibaba Gunakan Software Pengenal Wajah Uighur )
China mengatakan kmap-kamp tersebut pusat pelatihan kejuruan untuk melawan ekstremisme.
(ber)