8 Aktivis Perempuan Muslim Berprestasi Dunia
loading...
A
A
A
TAK dipungkiri saat ini masih banyak kaum muslimah di berbagai negara yang mengalami diskriminasi. Namun bagi sebagian mereka diskriminasi tidak menjadi penghambat dalam melakukan aksi inspiratif dalam melakukan perubahan sosial. Berikut sejumlah aktivis perempuan Muslim yang berprestasi dunia .
1. Malala Yousafzai
Malala Yousafzai, mahasiswa Pakistan di Universitas Oxford Inggris itu memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk kampanye pendidikan bagi perempuan. Ia selamat dari serangan Taliban pada 2012. Peristiwa itu tak menghentikannya melanjutkan pendidikannya. (Baca juga: Lembaga-lembaga Amal Terdepan di Dunia )
Ia menggalang dana melalui Dana Malala untuk membantu anak perempuan mendapatkan pendidikan di mana-mana. Kendati memiliki kesibukan sebagai mahasiswa di Oxford, tetapi itu tak memperlambat pekerjaannya. Malala juga masih bekerja dengan para pemimpin dunia untuk melanjutkan program pendidikan anak perempuan.
2. Amani Al-Khatahtbeh
Amani Al-Khatahtbeh mendirikan Muslim Girl, sebuah media yang dimaksudkan menormalkan kata “Muslim,” menempatkan narasi perempuan Muslim, dan meningkatkan tempat perempuan Muslim dalam masyarakat. Muslim Girl meluncurkan Hari Wanita Muslim yang merupakan ide Al-Khatahtbeh. (Baca juga: Daftar Orang-orang Super Jenius Sepanjang Sejarah )
Pada 2016, perempuan keturunan Jordania itu juga menerbitkan sebuah memoar, Muslim Girl: A Coming of Age. Dalam situs portal pribadinya terus-menerus menampilkan perempuan Muslim yang naik daun.
3. Linda Sarsour
Linda Sarsour adalah seorang aktivis. Ia bersama teman-temannya membentuk gerakan Perempuan Maret. Saat ini, Sarsour melangkah ke garis terdepan aktivisme di Amerika Serikat (AS) melalui platform itu. Di antara hal-hal lain, ia memperjuangkan pengakuan hari penting Islam sebagai hari libur di New York Public Schools, ikut memimpin March2Justice pada 2015, dan memberikan pidato mengesankan di Women Marches.
4. Dalia Mogahed
Dalia Mogahed adalah seorang direktur penelitian di Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial di AS. Ia mengalami bermacam tindakan Islamofobia atas kebijakan Presiden Donald Trump.
Ia meluncurkan Islamophobia: A Threat to All sebagai sebuah proyek penelitian yang bertujuan menghasilkan beberapa publikasi pendidikan. Melalui itu, ia berharap ada hasil kajian memeriksa dampak Islamofobia dan menemukan cara efektif melawannya.
5. Tawakkol Karman
Tawakkol Karman adalah pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2011 dan seorang aktivis Yaman. Ia adalah wanita Arab dan Yaman pertama yang memenangkan hadiah untuk pekerjaannya melindungi perempuan di Yaman.
Ia juga mendorong perempuan menjadi bagian dari proses pembangunan perdamaian di negara itu. Untuk mencapai tujuan ini, ia mendirikan kelompok Perempuan Jurnalis Tanpa Rantai pada 2005. Kelompok itu memimpin protes di ibu kota Yaman, Sana'a dan berpartisipasi dalam protes Arab Spring pada 2011.
6. Azadeh Shahshahani
Azadeh Shahshahani adalah pengacara hak asasi manusia yang tinggal di Atlanta, AS. Ia adalah direktur firma hukum di Protect South. Sebagian besar pekerjaannya adalah melindungi komunitas imigran di AS Selatan. Jaringan Hak Asasi Manusia AS memberinya Penghargaan Pembina Hak Asasi Manusia pada 2017 untuk pekerjaan advokasinya.
Shahshahani telah melakukan penelitian dan menulis tentang keadaan yang menyedihkan dari pusat-pusat penahanan imigran di Selatan AS serta pelacakan pemerintah terhadap komunikasi elektronik imigran. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur Proyek Hak Keamanan/Imigran Nasional untuk American Civil Liberties Union.
7. Su'ad Khabeer
Su’ad Khabeer adalah profesor American Culture dan Arab and Muslim American Studies di Universitas Michigan, AS. Penelitiannya fokus pada persimpangan ras dan budaya di negeri paman Sam.
Ia berniat menciptakan portal Sapelo Square. Sebuah situs yang mendokumentasikan dan menganalisis pengalaman orang kulit hitam dan Muslim Amerika. Seperti Muslim Girl, Sapelo Square menawarkan artikel, posting blog, wawancara, dan karya kreatif oleh, tentang, atau menampilkan Muslim di AS.
8. Zarifa Ghafari
Pada usia 26, Zarifa Ghafari adalah wali kota perempuan pertama di Afghanistan. Presiden negara itu menunjuk wali kota Maidan Wardak itu saat dukungan untuk Taliban tersebar luas.
Ia menerima tantangan itu, meskipun terlalu berbahaya baginya untuk tinggal di sana. Dalam menghadapi kesulitan ini, ia turun ke jalan dengan kantong sampah gratis sebagai bagian dari inisiatif untuk membersihkan kota, dan mengatakan tujuannya untuk membuat orang percaya pada kekuatan perempuan.
1. Malala Yousafzai
Malala Yousafzai, mahasiswa Pakistan di Universitas Oxford Inggris itu memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk kampanye pendidikan bagi perempuan. Ia selamat dari serangan Taliban pada 2012. Peristiwa itu tak menghentikannya melanjutkan pendidikannya. (Baca juga: Lembaga-lembaga Amal Terdepan di Dunia )
Ia menggalang dana melalui Dana Malala untuk membantu anak perempuan mendapatkan pendidikan di mana-mana. Kendati memiliki kesibukan sebagai mahasiswa di Oxford, tetapi itu tak memperlambat pekerjaannya. Malala juga masih bekerja dengan para pemimpin dunia untuk melanjutkan program pendidikan anak perempuan.
2. Amani Al-Khatahtbeh
Amani Al-Khatahtbeh mendirikan Muslim Girl, sebuah media yang dimaksudkan menormalkan kata “Muslim,” menempatkan narasi perempuan Muslim, dan meningkatkan tempat perempuan Muslim dalam masyarakat. Muslim Girl meluncurkan Hari Wanita Muslim yang merupakan ide Al-Khatahtbeh. (Baca juga: Daftar Orang-orang Super Jenius Sepanjang Sejarah )
Pada 2016, perempuan keturunan Jordania itu juga menerbitkan sebuah memoar, Muslim Girl: A Coming of Age. Dalam situs portal pribadinya terus-menerus menampilkan perempuan Muslim yang naik daun.
3. Linda Sarsour
Linda Sarsour adalah seorang aktivis. Ia bersama teman-temannya membentuk gerakan Perempuan Maret. Saat ini, Sarsour melangkah ke garis terdepan aktivisme di Amerika Serikat (AS) melalui platform itu. Di antara hal-hal lain, ia memperjuangkan pengakuan hari penting Islam sebagai hari libur di New York Public Schools, ikut memimpin March2Justice pada 2015, dan memberikan pidato mengesankan di Women Marches.
4. Dalia Mogahed
Dalia Mogahed adalah seorang direktur penelitian di Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial di AS. Ia mengalami bermacam tindakan Islamofobia atas kebijakan Presiden Donald Trump.
Ia meluncurkan Islamophobia: A Threat to All sebagai sebuah proyek penelitian yang bertujuan menghasilkan beberapa publikasi pendidikan. Melalui itu, ia berharap ada hasil kajian memeriksa dampak Islamofobia dan menemukan cara efektif melawannya.
5. Tawakkol Karman
Tawakkol Karman adalah pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2011 dan seorang aktivis Yaman. Ia adalah wanita Arab dan Yaman pertama yang memenangkan hadiah untuk pekerjaannya melindungi perempuan di Yaman.
Ia juga mendorong perempuan menjadi bagian dari proses pembangunan perdamaian di negara itu. Untuk mencapai tujuan ini, ia mendirikan kelompok Perempuan Jurnalis Tanpa Rantai pada 2005. Kelompok itu memimpin protes di ibu kota Yaman, Sana'a dan berpartisipasi dalam protes Arab Spring pada 2011.
6. Azadeh Shahshahani
Azadeh Shahshahani adalah pengacara hak asasi manusia yang tinggal di Atlanta, AS. Ia adalah direktur firma hukum di Protect South. Sebagian besar pekerjaannya adalah melindungi komunitas imigran di AS Selatan. Jaringan Hak Asasi Manusia AS memberinya Penghargaan Pembina Hak Asasi Manusia pada 2017 untuk pekerjaan advokasinya.
Shahshahani telah melakukan penelitian dan menulis tentang keadaan yang menyedihkan dari pusat-pusat penahanan imigran di Selatan AS serta pelacakan pemerintah terhadap komunikasi elektronik imigran. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur Proyek Hak Keamanan/Imigran Nasional untuk American Civil Liberties Union.
7. Su'ad Khabeer
Su’ad Khabeer adalah profesor American Culture dan Arab and Muslim American Studies di Universitas Michigan, AS. Penelitiannya fokus pada persimpangan ras dan budaya di negeri paman Sam.
Ia berniat menciptakan portal Sapelo Square. Sebuah situs yang mendokumentasikan dan menganalisis pengalaman orang kulit hitam dan Muslim Amerika. Seperti Muslim Girl, Sapelo Square menawarkan artikel, posting blog, wawancara, dan karya kreatif oleh, tentang, atau menampilkan Muslim di AS.
8. Zarifa Ghafari
Pada usia 26, Zarifa Ghafari adalah wali kota perempuan pertama di Afghanistan. Presiden negara itu menunjuk wali kota Maidan Wardak itu saat dukungan untuk Taliban tersebar luas.
Ia menerima tantangan itu, meskipun terlalu berbahaya baginya untuk tinggal di sana. Dalam menghadapi kesulitan ini, ia turun ke jalan dengan kantong sampah gratis sebagai bagian dari inisiatif untuk membersihkan kota, dan mengatakan tujuannya untuk membuat orang percaya pada kekuatan perempuan.
(poe)