Indonesia Disebut Akan Mundur dari Proyek Jet Tempur KF-X/IF-X Korsel
loading...
A
A
A
SEOUL - Sebuah laporan media Korea Selatan (Korsel) menyebut Indonesia bermain-main dan akan mundur dari proyek jet tempur gabungan KF-X/IF-X . Proyek jet tempur asli Korea Selatan ini disebut sebagai proyek militer termahal dalam sejarah negara tersebut.
Proyek untuk mengembangkan Korea Fighter eXperimental (KF-X)—atau Indonesia Fighter e-Xperimental (IF-X)—, jet tempur generasi berikutnya yang dibangun di dalam negeri pertama di Seoul, telah menelan biaya triliunan won. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Total biaya pengembangan diperkirakan sekitar 8,5 triliun won (USD7,8 miliar), di mana 1,6 triliun won, atau 20 persen, harus dibayar oleh Indonesia berdasarkan kontrak kemitraan bersama kedua negara yang ditandatangani pada tahun 2016.
(Baca juga : Ini Capaian Menhan dalam Memperkuat Industri Pertahanan Nasional )
Dipimpin oleh satu-satunya produsen pesawat militer Korea, Korea Aerospace Industries (KAI), proyek ini bertujuan untuk memproduksi 125 jet untuk Korea dan 51 jet untuk Indonesia pada tahun 2026. Saat ini sebuah prototipe sedang dalam perakitan, sedangkan penerbangan perdana untuk pesawat tersebut dijadwalkan pada tahun 2022.
(Baca juga : Kemhan Sebut Realisasi Komcad Tinggal Tunggu Persetujuan dari Presiden )
Namun lambatnya proyek tersebut dilaporkan telah menimbulkan ketidaksenangan di Jakarta, di mana permintaan untuk pesawat generasi terbaru telah tumbuh di tengah tantangan agresif China atas klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan.
Mengutip laporan dari media Korsel, Joong Ang Daily, Selasa (29/12/2020), dengan pandemi Covid-19 yang semakin menghambat proyek dan memperketat dompet, Indonesia telah mengisyaratkan ketidakpuasannya dengan tampaknya menahan komitmen keuangan lebih lanjut. (Baca: Pemuda Muslim di Prancis Diserang Sesama Muslim karena Rayakan Natal )
Menurut Anggota Parlemen Shin Won-shik dari kubu oposisi People Power Party (Partai Kekuatan Rakyat), Indonesia hanya membayar 227,2 miliar won dari 831,6 miliar won yang dijanjikan untuk tahun ini. Pembayaran yang dilakukan oleh Jakarta selama ini hanya mencakup sekitar 13 persen dari komitmennya.
Selain pembayaran yang dipotong, Indonesia tidak mengirimkan kembali 114 spesialis teknis dari perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia, yang dipulangkan pada Maret karena wabah virus corona di Korea Selatan.
Proyek untuk mengembangkan Korea Fighter eXperimental (KF-X)—atau Indonesia Fighter e-Xperimental (IF-X)—, jet tempur generasi berikutnya yang dibangun di dalam negeri pertama di Seoul, telah menelan biaya triliunan won. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Total biaya pengembangan diperkirakan sekitar 8,5 triliun won (USD7,8 miliar), di mana 1,6 triliun won, atau 20 persen, harus dibayar oleh Indonesia berdasarkan kontrak kemitraan bersama kedua negara yang ditandatangani pada tahun 2016.
(Baca juga : Ini Capaian Menhan dalam Memperkuat Industri Pertahanan Nasional )
Dipimpin oleh satu-satunya produsen pesawat militer Korea, Korea Aerospace Industries (KAI), proyek ini bertujuan untuk memproduksi 125 jet untuk Korea dan 51 jet untuk Indonesia pada tahun 2026. Saat ini sebuah prototipe sedang dalam perakitan, sedangkan penerbangan perdana untuk pesawat tersebut dijadwalkan pada tahun 2022.
(Baca juga : Kemhan Sebut Realisasi Komcad Tinggal Tunggu Persetujuan dari Presiden )
Namun lambatnya proyek tersebut dilaporkan telah menimbulkan ketidaksenangan di Jakarta, di mana permintaan untuk pesawat generasi terbaru telah tumbuh di tengah tantangan agresif China atas klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan.
Mengutip laporan dari media Korsel, Joong Ang Daily, Selasa (29/12/2020), dengan pandemi Covid-19 yang semakin menghambat proyek dan memperketat dompet, Indonesia telah mengisyaratkan ketidakpuasannya dengan tampaknya menahan komitmen keuangan lebih lanjut. (Baca: Pemuda Muslim di Prancis Diserang Sesama Muslim karena Rayakan Natal )
Menurut Anggota Parlemen Shin Won-shik dari kubu oposisi People Power Party (Partai Kekuatan Rakyat), Indonesia hanya membayar 227,2 miliar won dari 831,6 miliar won yang dijanjikan untuk tahun ini. Pembayaran yang dilakukan oleh Jakarta selama ini hanya mencakup sekitar 13 persen dari komitmennya.
Selain pembayaran yang dipotong, Indonesia tidak mengirimkan kembali 114 spesialis teknis dari perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia, yang dipulangkan pada Maret karena wabah virus corona di Korea Selatan.