AS Sahkan RUU Hak Warga Tibet: Pemimpin Tibet Semringah, China Murka

Selasa, 22 Desember 2020 - 21:26 WIB
loading...
AS Sahkan RUU Hak Warga Tibet: Pemimpin Tibet Semringah, China Murka
AS sahkan RUU hak warga Tibet. Foto/BBC
A A A
NEW DELHI - Kepala politik warga Tibet di pengasingan menyambut baik undang-undang yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat (AS) yang menegaskan kembali hak-hak warga Tibet untuk memilih pengganti pemimpin spiritual mereka, Dalai Lama . Di sisi lain, langkah ini membuat murka China .

China menganggap Dalai Lama yang diasingkan sebagai "pemecah belah" yang berbahaya, atau separatis, dan dukungan terbaru dari Kongres AS dapat meningkatkan ketegangan hubungan di antara kedua negara.

China menguasai Tibet setelah pasukannya memasuki wilayah itu pada tahun 1950 dalam apa yang disebutnya "pembebasan damai". Tibet telah menjadi salah satu daerah paling terlarang dan sensitif di negara itu.



Dalai Lama melarikan diri ke pengasingan di India pada tahun 1959 setelah pemberontakan yang gagal melawan pemerintahan China.

Undang-undang tersebut menyerukan pembentukan konsulat AS di kota utama Tibet, Lhasa, hak mutlak orang Tibet untuk memilih penerus Dalai Lama dan pelestarian lingkungan Tibet.

Undang-undang tersebut juga mengusulkan "kerangka kerja regional tentang keamanan air" dan partisipasi yang lebih besar dari komunitas dalam dialog dengan China dalam memantau lingkungan di wilayah tersebut.

Kelompok lingkungan dan aktivis hak-hak Tibet telah menyatakan keprihatinan tentang ambisi pembangkit listrik tenaga air China di wilayah tersebut, dengan mengatakan hal itu dapat mempengaruhi pasokan air di hilir.(Baca juga: Pertama dalam 6 Dekade, Pemimpin Politik Tibet Kunjungi Gedung Putih )

"Republik Rakyat China telah menyelesaikan program transfer air yang mengalihkan miliaran meter kubik air setiap tahun dan memiliki rencana untuk mengalihkan lebih banyak air dari dataran tinggi Tibet di China," bunyi RUU yang dikenal sebagai Kebijakan dan Dukungan Tibet (TPSA) tersebut seperti dilansir dari Reuters, Selasa (22/12/2020).

RUU AS juga mengusulkan dialog antara pemerintah China dan Dalai Lama.

China mengatakan para pemimpinnya memiliki hak untuk menyetujui penerus Dalai Lama, yang dilihat banyak orang sebagai upaya koersif untuk mengendalikan Tibet, di mana etnis Tibet membentuk sekitar 90% dari populasi.

Lobsang Sangay, presiden Administrasi Pusat Tibet (CTA), yang dikenal sebagai pemerintah Tibet di pengasingan, mengatakan bahwa persetujuan Dewan Perwakilan AS dan Senat terhadap TPSA pada hari Senin adalah hal bersejarah.(Baca juga: China Paksa Orang-orang Tibet Masuk ke Kamp Kerja Paksa Mirip di Xinjiang )

“Dengan mengesahkan TPSA, Kongres telah mengirimkan pesannya dengan lantang dan jelas bahwa Tibet tetap menjadi prioritas bagi Amerika Serikat dan akan melanjutkan dukungannya yang teguh untuk Yang Mulia Dalai Lama dan CTA,” kata Sangay.

“Ini adalah kemenangan perjuangan kemerdekaan Tibet,” imbuhnya.

Sementara itu Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China menuduh AS mencampuri urusan internalnya dan memperingatkan AS agar tidak menandatangani undang-undang tersebut menjadi undang-undang. Hal itu diungkapkan juru bicara Kemlu China Wang Wenbin mengatakan pada briefing reguler.

"Kami mendesak pihak AS untuk berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dan menahan diri untuk menandatangani undang-undang klausul dan tindakan negatif ini, agar tidak semakin merugikan kerja sama dan hubungan bilateral kami lebih lanjut," kata Wang.(Baca juga: Pria Kulit Hitam Tewas Dicekik Polisi AS, Dalai Lama Angkat Bicara )

China menuduh AS mengacaukan kawasan itu dengan mencampuri urusan internalnya.

Hubungan antara China dan AS sendiri telah terjun bebas ke kondisi terburuknya dalam beberapa dekade karena berbagai masalah, termasuk perdagangan, Taiwan, hak asasi manusia, Hong Kong, Laut China Selatan, dan virus corona.
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1351 seconds (0.1#10.140)