Taiwan Perpanjang Penangguhan Penempatan Pekerja Migran Indonesia

Sabtu, 19 Desember 2020 - 20:04 WIB
loading...
Taiwan Perpanjang Penangguhan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Papan ketentuan tentang langkah karantina terlihat di Bandara Songshan, Taipei, Taiwan. Foto/REUTERS
A A A
JAKARTA - Taiwan memperpanjang periode penangguhan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Taiwan berdasarkan pertimbangan pencegahan epidemi COVID-19.

Taipei menegaskan tidak memiliki pertimbangan politik dalam isu tersebut.

Menanggapi Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani pada 18 Desember 2020 melalui media mempertanyakan apakah perpanjangan penangguhan penempatan PMI ke Taiwan melibatkan masalah politik, Taipei Economic and Trade Office (TETO) memberikan sejumlah tanggapan.

“TETO sekali lagi menegaskan bahwa Taiwan dan Indonesia memiliki hubungan bilateral yang erat. Perpanjangan periode penangguhan penempatan PMI ke Taiwan adalah semata-mata berdasarkan pertimbangan pencegahan epidemi dan tidak memiliki implikasi politik,” papar pernyataan TETO. (Baca Juga: RI-Taiwan Bahas Prospek Kerja Sama Dagang dan Ekonomi Pascapandemi)

Pemerintah Taiwan bersedia membuka kembali penempatan PMI ke Taiwan setelah Taiwan-Indonesia mencapai konsensus tentang langkah-langkah pencegahan epidemi. (Baca Juga: Taiwan-RI Eksplorasi Potensi Kerjasama Daur Ulang Limbah Plastik)

Menurut TETO, lebih dari dua bulan terakhir, PMI telah menjadi sumber utama kasus terkonfirmasi COVID-19 dari luar Taiwan. Dengan statistik sebagai berikut: Sejak 16 Oktober hingga 17 Desember 2020, Taiwan telah menemukan total 226 kasus impor, 127 orang diantaranya adalah PMI, menempati lebih dari 50%, menjadikan PMI sebagai sumber terbesar dari kasus impor yang dikonfirmasi di Taiwan. (Lihat Infografis: Hidup Mewah Putin, dengan Kekayaan Mencapai Rp3.066 T)

“Hal ini sangat mengancam keselamatan masyarakat Taiwan. Serta diantara 127 PMI, ada 76 orang yang membawa hasil pemeriksaan PCR negatif dari Indonesia, namun setelah diperiksa di Taiwan dikonfirmasi positif, proporsinya cukup tinggi mencapai 60%. Hal ini mengejutkan dan menimbulkan perhatian serius dari masyarakat Taiwan,” papar pernyataan TETO.

TETO menyatakan Filipina, Vietnam, dan Thailand juga merupakan negara sumber utama pekerja migran di Taiwan. Menurut statistik, mulai 16 Oktober sampai 17 Desember 2020, Vietnam dan Thailand mencatat "NOL" kasus impor di Taiwan, sedangkan Filipina memiliki 34 kasus.

“Namun dari 34 kasus tersebut, hanya 4 kasus yang membawa hasil pemeriksaan PCR negatif dari Filipina yang terkonfirmasi positif setelah melakukan pemeriksaan di Taiwan, hanya menempati proporsi 9%, jauh lebih rendah dibandingkan proporsi 60% dari Indonesia,” ungkap pernyataan TETO.

Data di atas menunjukkan bahwa pekerja migran dari Filipina, Thailand, dan Vietnam, dalam jumlah yang terkonfirmasi COVID-19 maupun proporsi yang membawa hasil pemeriksaan PCR negatif dan kemudian terkonfirmasi positif setelah pemeriksaan PCR di Taiwan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.

“Larangan PMI masuk ke Taiwan semata-mata dikarenakan terlalu banyak kasus impor dari PMI dan tingkat perbedaan hasil pemeriksaan PCR terlalu tinggi,” papar TETO.

Mengenai penangguhan penempatan PMI ke Taiwan pertama kali mulai 4 hingga 17 Desember 2020, Kepala BP2MI menyebutkan bahwa Taiwan tidak menunggu sampai laporan investigasi dikeluarkan dan pada 16 Desember 2020 langsung mengumumkan bahwa akan memperpanjang penangguhan penempatan PMI.

“TETO telah dua kali mengirimkan personel ke BP2MI untuk bersama-sama membahas tindakan penanggulangan. Kepala BP2MI pernah mengatakan bahwa Indonesia akan memberikan laporan investigasi sebelum tanggal 15 Desember 2020, tetapi pada tanggal 17 Desember 2020 pukul 15.00 WIB, TETO baru menerima laporan tersebut. Setelah menerima laporan tersebut, TETO segera melapor ke pemerintah Taiwan pada hari yang sama,” papar TETO.

Selain itu, laporan investigasi tersebut hanya melaporkan langkah pencegahan epidemi oleh 14 Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang ditangguhkan, dan tidak mengklarifikasi 60% perbedaan hasil pemeriksaan PCR yang dibawa PMI tersebut.

“Untuk selanjutnya, Indonesia dapat berkoordinasi dengan Taiwan mengenai praktik dan standar pemeriksaan PCR yang dapat diterima kedua belah pihak, sehingga pemerintah Taiwan bersedia membuka kembali penempatan PMI ke Taiwan secepatnya,” ungkap TETO.

Kepala BP2MI menganggap adanya kemungkinan bahwa PMI tertular COVID-19 saat tiba di bandara Taiwan sebelum diantar ke Pusat Karantina Bersama, atau ketika PMI sedang mengisi formulir informasi pencegahan epidemi di bandara Taiwan.

“Taiwan telah lebih dari 240 hari tidak ada kasus infeksi lokal. Saat ini, Taiwan mewajibkan semua penumpang untuk mengisi formulir pemeriksaan pencegahan epidemi secara online sebelum keberangkatan, yang sangat mempersingkat waktu bagi penumpang untuk menunggu pemeriksaan formulir setelah tiba di bandara Taiwan, dan juga menghindari sejumlah besar penumpang yang berkumpul karena menunggu di bandara,” ungkap TETO.

Ketika PMI tiba di Taiwan, harus segera menyelesaikan proses di imigrasi dan dalam beberapa jam secepatnya diantar ke Pusat Karantina Bersama.

Kemudian menjalani 14 hari karantina dengan ketentuan satu orang dalam satu kamar, serta menjalani pemeriksaan PCR yang dilakukan pada hari ke 8 hingga 12.

PMI dengan hasil pemeriksaan PCR negatif melanjutkan menjalani 7 hari manajemen kesehatan mandiri; PMI dengan hasil pemeriksaan PCR positif akan langsung dikirim ke rumah sakit untuk perawatan.

Tindakan karantina di Taiwan sangat ketat dan dapat diandalkan. Selain itu, hingga saat ini belum ada kasus penularan dari penumpang kepada petugas karantina di bandara Taiwan, sehingga peluang PMI terinfeksi di bandara Taiwan tidaklah tinggi.

“Berdasarkan alasan di atas dan mengingat peningkatan epidemi yang cukup serius di Indonesia, terdapat kemungkinan perbedaan hasil pemeriksaan PCR di beberapa rumah sakit di Indonesia, atau kemungkinan PMI tertular saat menunggu keberangkatan ke Taiwan selama 1-3 hari setelah menjalani pemeriksaan PCR di Indonesia,” ungkap TETO.

Kemungkinan-kemungkinan tersebut perlu diverifikasi. Untuk mengklarifikasi penyebabnya, Taiwan berharap dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia.

Kepala BP2MI mengatakan tidak ada masalah dengan PMI yang berangkat ke Hongkong membawa hasil pemeriksaan PCR dari Indonesia, hanya yang berangkat ke Taiwan bermasalah.

Menurut informasi di situs resmi Pemerintah Indonesia, ada lebih dari 500 rumah sakit umum dan swasta, klinik dan laboratorium yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pemeriksaan PCR.

Pemerintah Taiwan berharap Indonesia memberikan rekomendasi lembaga pemeriksaan PCR (tidak lebih dari 50) dari daftar 500 lembaga pemeriksaan PCR tersebut yang memiliki kualitas terbaik agar dapat memastikan kualitas pemeriksaan dan memfasilitasi pelacakan lanjutan.

Contohnya, Maskapai Garuda Indonesia merekomendasikan penumpang untuk menjalani pemeriksaan PCR di lembaga yang ditunjuk di beberapa tempat oleh Maskapai tersebut.

Saat ini terdapat lebih dari 50 lembaga pemeriksaan PCR yang ditunjuk dan dengan kualitas hasil pemeriksaan yang baik. Contoh tindakan ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia.

Selain itu, Pemerintah Taiwan akan terus meneliti apakah terdapat perbedaan standar dan reagen dalam pemeriksaan PCR antara Taiwan dan Indonesia, serta menilai kelayakan pemeriksaan PCR saat tiba di bandara Taiwan.

Harapannya Pemerintah Taiwan dan Indonesia dapat bersama-sama menyelesaikan masalah ini dengan sikap rasional, ilmiah dan kooperatif.

Pemerintah Taiwan sangat ramah terhadap pekerja migran. Setelah pekerja migran masuk ke Taiwan dan terkonfirmasi COVID-19, Pemerintah Taiwan akan memberikan perawatan medis berkualitas tinggi dan menanggung biayanya.

“Rata-rata, setiap pekerja migran yang terkonfirmasi COVID-19 akan menghabiskan biaya medis sekitar 400 juta Rupiah. Sejauh ini sudah ada 127 PMI terkonfirmasi COVID-19 dan total biaya medis sudah lebih dari Rp50 miliar,” ungkap pernyataan TETO.

Kasus impor dari PMI yang begitu besar tidak hanya menimbulkan kepanikan di masyarakat Taiwan, tetapi juga menyebabkan beban keuangan Pemerintah Taiwan yang berat.

Berdasarkan pertimbangan pencegahan epidemi, sumber daya medis yang terbatas, dan keselamatan seluruh masyarakat, Pemerintah Taiwan terpaksa memperpanjang periode penangguhan penempatan PMI ke Taiwan.

Serta sangat berharap BP2MI dapat menyelesaikan masalah ini dengan Taiwan secara tulus dan rasional. Setelah kedua pihak mencapai kesepakatan bersama, maka Pemerintah Taiwan bersedia membuka kembali penempatan PMI ke Taiwan secepatnya.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1098 seconds (0.1#10.140)