Rouhani PeDe Biden Bakal Kembalikan AS ke JCPOA dan Cabut Sanksi Iran
loading...
A
A
A
Di bawah pemerintahan Donald Trump, AS menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) atau perjanjian nuklir 2015. Trump beralasan bahwa Iran telah melanggar ketentuannya dan kesepakatan itu tidak menguntungkan.
Didukung oleh beberapa sekutunya dari Partai Republik, Trump pada Mei 2018 mengumumkan bahwa ia akan menarik AS dari kesepakatan nuklir yang telah disepakati oleh Iran dan enam kekuatan global lainnya - China, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris. Langkah tersebut secara efektif memulai proses penerapan kembali serangkaian sanksi terhadap penjualan minyak Iran, transaksi keuangan, dan impor konstruksi sebagai bagian dari apa yang disebut strategi "tekanan maksimum" Trump.
Keputusan ini merupakan salah satu dari banyak keputusan pemerintahan Trump yang meningkatkan ketegangan dengan negara Timur Tengah itu. Ketegangan antara Iran dan AS mencapai titik tertinggi sepanjang masa setelah pembunuhan terhadap pemimpin militer senior Iran Mayor Jenderal Qasem Soleimani pada 3 Januari lalu.(Baca juga: Putri Soleimani: Donald Trump Monster, Bukan Ayah Saya )
Adapun Biden, presiden terpilih sebelumnya mengindikasikan bahwa ia akan memulai kembali pembicaraan dengan Iran. Mantan Wakil Presiden Barack Obama itu mencatat bahwa langkah pertamanya dalam meredakan ketegangan dengan negara itu akan bergabung kembali dengan perjanjian. Namun, tidak jelas seberapa cepat masalah ini akan ditangani dalam pemerintahannya.(Baca juga: Biden Disarankan Pertahankan Sejumlah Kebijakan Luar Negeri Trump )
Para pejabat Iran telah menyatakan bahwa negaranya akan bersedia untuk kembali ke JCPOA dengan syarat bahwa ada konsesi yang serius, dan AS akan memberikan kompensasi kepada Iran dengan cara tertentu atas kemunduran ekonomi yang disebabkan oleh sanksi tersebut.
Rouhani, baru-baru ini, menyatakan bahwa meskipun dia tidak tertarik dengan kemenangan Biden, namun dia merasa senang bahwa "teroris Trump" akan segera meninggalkan Gedung Putih.(Baca juga: Trump Dipastikan Keluar dari Gedung Putih, Rouhani Semringah )
Didukung oleh beberapa sekutunya dari Partai Republik, Trump pada Mei 2018 mengumumkan bahwa ia akan menarik AS dari kesepakatan nuklir yang telah disepakati oleh Iran dan enam kekuatan global lainnya - China, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris. Langkah tersebut secara efektif memulai proses penerapan kembali serangkaian sanksi terhadap penjualan minyak Iran, transaksi keuangan, dan impor konstruksi sebagai bagian dari apa yang disebut strategi "tekanan maksimum" Trump.
Keputusan ini merupakan salah satu dari banyak keputusan pemerintahan Trump yang meningkatkan ketegangan dengan negara Timur Tengah itu. Ketegangan antara Iran dan AS mencapai titik tertinggi sepanjang masa setelah pembunuhan terhadap pemimpin militer senior Iran Mayor Jenderal Qasem Soleimani pada 3 Januari lalu.(Baca juga: Putri Soleimani: Donald Trump Monster, Bukan Ayah Saya )
Adapun Biden, presiden terpilih sebelumnya mengindikasikan bahwa ia akan memulai kembali pembicaraan dengan Iran. Mantan Wakil Presiden Barack Obama itu mencatat bahwa langkah pertamanya dalam meredakan ketegangan dengan negara itu akan bergabung kembali dengan perjanjian. Namun, tidak jelas seberapa cepat masalah ini akan ditangani dalam pemerintahannya.(Baca juga: Biden Disarankan Pertahankan Sejumlah Kebijakan Luar Negeri Trump )
Para pejabat Iran telah menyatakan bahwa negaranya akan bersedia untuk kembali ke JCPOA dengan syarat bahwa ada konsesi yang serius, dan AS akan memberikan kompensasi kepada Iran dengan cara tertentu atas kemunduran ekonomi yang disebabkan oleh sanksi tersebut.
Rouhani, baru-baru ini, menyatakan bahwa meskipun dia tidak tertarik dengan kemenangan Biden, namun dia merasa senang bahwa "teroris Trump" akan segera meninggalkan Gedung Putih.(Baca juga: Trump Dipastikan Keluar dari Gedung Putih, Rouhani Semringah )
(ber)