Komunitas Intelijen AS Terpecah Soal Dugaan China Ikut Campur Pemilu 2020

Kamis, 17 Desember 2020 - 12:06 WIB
loading...
Komunitas Intelijen AS Terpecah Soal Dugaan China Ikut Campur Pemilu 2020
Komunitas intelijen AS terpecah soal dugaan China ikut campur dalam pemilu 2020. Foto/Ilustrasi/Sindonews
A A A
WASHINGTON - Komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) dilaporkan terlibat perselisihan terkait dugaan Beijing berusaha untuk campur tangan dalam pemilu lalu. Akibatnya, penilaian terhadap ancaman asing terhadap pemungutan suara pada 3 November lalu terpaksa ditunda karena tidak adanya kesepakatan antara analis intelijen.

Begitu laporan kantor berita Fox News mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.

Campur tangan asing dalam pemilu adalah topik yang menyakitkan bagi AS, karena tuduhan yang tidak berdasar mengenai kemungkinan campur tangan dari negara-negara termasuk Rusia, China, dan Iran telah muncul sepanjang musim pemilihan presiden 2020.



"Sore ini DNI telah diberi tahu oleh pejabat intelijen karier bahwa Komunitas Intelijen tidak akan memenuhi tenggat waktu 18 Desember, yang ditetapkan oleh Perintah Eksekutif dan Kongres, untuk menyerahkan penilaian rahasia IC pada ancaman asing terhadap pemilu AS 2020," Amanda Schoch, asisten Direktur Intelijen Nasional (DNI) AS untuk komunikasi strategis mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Fox News yang dikutip Sputnik, Kamis (17/12/2020).

"IC telah menerima pelaporan terkait sejak pemilu dan sejumlah lembaga belum selesai berkoordinasi tentang produk tersebut," sambung pernyataan itu.

Menurut Fox News, beberapa analis intelijen "bersikukuh" bahwa Beijing berusaha mempengaruhi hasil pemilu, sementara yang lain berbeda pendapat. Beberapa dilaporkan menganggap bahwa upaya China "minimal" atau terbatas pada rencana yang tidak terwujud.(Baca juga: Mata-mata China Ini Dituduh Tiduri Para Pejabat AS demi Peroleh Informasi )

DNI yang ditunjuk Trump, John Ratcliffe, tampaknya tidak condong ke sisi mana pun, sumber yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Fox News.

Ia mencatat bahwa semua yang diinginkan Ratcliffe adalah agar intelijen tercermin secara akurat dan jujur sehubungan dengan China dan lain segalanya.

Seorang pejabat senior intelijen anonim yang mengaku akrab dengan perselisihan analitis mengatakan kepada Fox News bahwa, dalam kasus seperti ini, keahlian analitik yang tepat akan menetapkan bahwa ketika ada pandangan yang bersaing seperti ini, bahwa kedua pandangan tersebut harus ditangkap dalam laporan.

Batas waktu komite intelijen untuk bertemu dan menyerahkan penilaian rahasia tentang ancaman asing terhadap pemilu AS adalah 18 Desember, tetapi, Fox News mencatat, Ratcliffe diberi tahu bahwa pertemuan itu tidak akan berlangsung sesuai jadwal.(Baca juga: China Terbuka Perbaiki Hubungan dengan AS )

Washington sering menuduh bahwa campur tangan asing ke dalam proses politiknya telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dengan spekulasi yang meningkat setelah pemilu 3 November. Sejak musim panas, direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional, Bill Evanina, telah menegaskan bahwa China, Rusia, dan Iran berusaha untuk "berkompromi" dengan pemilihan AS.

Menurut Evanina, Beijing lebih memilih Trump kalah, karena menganggap presiden Republik itu tidak dapat diprediksi dan memperluas upayanya untuk mempengaruhi Pemilihan Umum dan membentuk kebijakan AS dengan menekan tokoh politik yang dipandang pejabat China sebagai lawan dari kepentingan China.

Mengenai Rusia dan Iran, Evanina mengklaim bahwa Moskow menggunakan serangkaian tindakan yang terutama untuk merendahkan Biden, sementara Teheran berusaha mencegah terpilihnya kembali Trump melalui pengaruh online, dengan asumsi bahwa masa jabatan kedua Trump akan mengakibatkan berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran dalam upaya untuk mendorong perubahan rezim.

Pada bulan Oktober, Ratcliffe dan Direktur FBI Christopher Wray hanya menyebut Rusia dan Iran sebagai "ancaman" terhadap integritas pemilu AS, tanpa menyebut China.

Ketiga negara itu membantah campur tangan dalam proses politik dalam negeri AS. Tak lama setelah pemungutan suara ditutup, mantan direktur Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) AS, Chris Krebs, melaporkan bahwa cabangnya menganggap pemilu 3 November sebagai yang paling aman dalam sejarah modern.(Baca juga: Jadi Alat Propaganda, AS Akhiri Pertukaran Budaya dengan China )

Presiden AS Donald Trump, yang merasa frustrasi dengan hampir setiap aspek pemilu 2020, bagaimanapun juga mengakui dalam sebuah tweet bahwa satu-satunya hal yang aman tentang pemilu 3 November menurut perkiraannya adalah bahwa pemilu itu hampir tidak dapat ditembus oleh kekuatan asing.
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1323 seconds (0.1#10.140)