29 Kelompok HAM Desak Kongres AS Blokir Penjualan 50 Jet F-35 ke UEA
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Sebanyak 29 organisasi kontrol senjata dan hak asasi manusia (HAM) telah menandatangani surat yang menentang penjualan rudal, 50 unit jet tempur siluman F-35 , dan drone Amerika Serikat (AS) senilai USD 23 miliar ke Uni Emirat Arab (UEA). Mereka mendesak Kongres AS untuk memblokir kesepakatan penjualan tersebut.
“Harapannya adalah menghentikan penjualan ini sama sekali,” kata Seth Binder, petugas advokasi di Project on Middle East Democracy, yang memelopori upaya tersebut. (Baca: Tiga Senator AS Coba Cegah Penjualan 50 Jet Tempur F-35 ke UEA )
"Tetapi jika itu tidak mungkin dalam jangka pendek, ini mengirimkan sinyal penting kepada pemerintahan Biden yang akan datang bahwa ada berbagai kelompok organisasi yang menentang pengiriman senjata ini," ujarnya, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/12/2020).
Tiga Senator AS awal bulan ini mengusulkan undang-undang untuk menghentikan penjualan, yang mencakup drone dari General Atomics, jet tempur siluman F-35 dari Lockheed Martin Corp dan rudal yang dibuat oleh Raytheon. Langkah ketiga Senator ini akan menjadi pertarungan dengan Presiden Donald Trump sebelum dia akan meninggalkan Gedung Putih.
Hukum AS mengizinkan senator untuk memaksakan pemungutan suara pada resolusi ketidaksetujuan atas kesepakatan senjata utama. Namun, untuk menjadi resolusi yang efektif, pertama-tama harus lolos dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah itu juga membutuhkan dua pertiga mayoritas di Senat yang dipimpin Partai Republik dan DPR yang dipimpin Partai Demokrat untuk bertahan dari veto presiden. (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
Pejabat administrasi Trump telah memberi pengarahan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat tentang kesepakatan itu pada Senin malam.
Senator Demokrat Chris Murphy, sponsor resolusi ketidaksetujuan, menanggapi kemudian di Twitter: “Hanya sejumlah besar masalah yang belum terselesaikan dan pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Pemerintah. Sulit untuk melebih-lebihkan bahaya terburu-buru ini."
Penjualan itu disetujui menyusul perjanjian yang ditengahi AS pada September di mana UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Surat dari kelompok HAM, dikirim ke anggota parlemen dan Departemen Luar Negeri, mengatakan penjualan senjata yang direncanakan akan terus merugikan warga sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan karena konflik di Yaman dan Libya. (Baca juga: UMLWP Calonkan Benny Wenda sebagai Presiden Interim Papua Barat )
Penandatangan surat termasuk organisasi HAM dari wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, termasuk Cairo Institute for Human Rights Studies dan Mwatana for Human Rights.
Kedutaan UEA mengatakan dalam sebuah pernyataanl "Selaras erat dengan kepentingan dan nilai-nilai AS, militer UEA yang berkemampuan tinggi adalah pencegah yang kuat untuk agresi dan respons yang efektif terhadap ekstremisme kekerasan."
“Harapannya adalah menghentikan penjualan ini sama sekali,” kata Seth Binder, petugas advokasi di Project on Middle East Democracy, yang memelopori upaya tersebut. (Baca: Tiga Senator AS Coba Cegah Penjualan 50 Jet Tempur F-35 ke UEA )
"Tetapi jika itu tidak mungkin dalam jangka pendek, ini mengirimkan sinyal penting kepada pemerintahan Biden yang akan datang bahwa ada berbagai kelompok organisasi yang menentang pengiriman senjata ini," ujarnya, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/12/2020).
Tiga Senator AS awal bulan ini mengusulkan undang-undang untuk menghentikan penjualan, yang mencakup drone dari General Atomics, jet tempur siluman F-35 dari Lockheed Martin Corp dan rudal yang dibuat oleh Raytheon. Langkah ketiga Senator ini akan menjadi pertarungan dengan Presiden Donald Trump sebelum dia akan meninggalkan Gedung Putih.
Hukum AS mengizinkan senator untuk memaksakan pemungutan suara pada resolusi ketidaksetujuan atas kesepakatan senjata utama. Namun, untuk menjadi resolusi yang efektif, pertama-tama harus lolos dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah itu juga membutuhkan dua pertiga mayoritas di Senat yang dipimpin Partai Republik dan DPR yang dipimpin Partai Demokrat untuk bertahan dari veto presiden. (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
Pejabat administrasi Trump telah memberi pengarahan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat tentang kesepakatan itu pada Senin malam.
Senator Demokrat Chris Murphy, sponsor resolusi ketidaksetujuan, menanggapi kemudian di Twitter: “Hanya sejumlah besar masalah yang belum terselesaikan dan pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Pemerintah. Sulit untuk melebih-lebihkan bahaya terburu-buru ini."
Penjualan itu disetujui menyusul perjanjian yang ditengahi AS pada September di mana UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Surat dari kelompok HAM, dikirim ke anggota parlemen dan Departemen Luar Negeri, mengatakan penjualan senjata yang direncanakan akan terus merugikan warga sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan karena konflik di Yaman dan Libya. (Baca juga: UMLWP Calonkan Benny Wenda sebagai Presiden Interim Papua Barat )
Penandatangan surat termasuk organisasi HAM dari wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, termasuk Cairo Institute for Human Rights Studies dan Mwatana for Human Rights.
Kedutaan UEA mengatakan dalam sebuah pernyataanl "Selaras erat dengan kepentingan dan nilai-nilai AS, militer UEA yang berkemampuan tinggi adalah pencegah yang kuat untuk agresi dan respons yang efektif terhadap ekstremisme kekerasan."
(min)