Strategi Diplomasi Biden Cenderung Bipartisan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua belum sebelum berkuasa, Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden diminta untuk membuat kebijakan yang moderat dan lunak atau bipartisan untuk menghadapi rival utama yakni China dan agenda penting lainnya, seperti perubahan iklim.
Senator Partai Demokrat AS Chris Cooons menegaskan, kandidat utama Menteri Luar Negeri (AS) kabinet Joe Biden, kebijakan bipartisan akan menjadi ruh kebijakan luar negeri AS dalam bersaing dan berkompetisi dengan China dan agenda global lainnya. Coons mengatakan, AS fokus berkompetisi dengan Beijing, tetapi tetap bekerja sama dalam sektor perubahan iklim, kesehatan global, dan non-proliferasi nuklir. (Baca: Ini Perbedaan Muslim dan Mukmin, Kamu Pilih Mana?)
“Saya melihat China sebagai kompetitor. Namun, kita juga pada saat yang sama bekerja sama pada ranah tertentu yang penting,” kata Coons, dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, serangkaian wilayah di dunia di mana harus lebih aman dan stabil ketika AS dan China bisa bekerja sama. “Namun, fokus utama kita adalah berkompetisi dengan China,” paparnya.
Coons juga diprediksi akan mendapatkan konfirmasi dari kolega Senat yang didominasi Partai Republik. Kebijakan luar negeri yang diusung Coons akan berakar pada kebijakan domestik dengan fokus pada pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang menjadi prioritas utama.
Strategi bipartisan diterapkan kepada China sebagai kekuatan ekonomi kedua di dunia dan mitra perdagangan terutama AS. Biden diminta mengubah beragam cap negatif China selama pemerintahan Presiden Donald Trump. Selama ini, Trump melabeli China dengan sumber pandemi korona, defisit perdagangan, peretas, mata-mata, dan agresi militer.
Dinamika hubungan AS dan China memiliki akar yang kuat dalam beragam bidang. Mulai dari ketegangan maritim, hak asasi manusia, ideologi politik, hingga perang dagang. Bahkan, konflik juga merambah dalam rivalitas militer hingga teknologi 5G.
Banyak pemimpin dunia meragukan kemampuan Biden menstabilkan hubungan AS dengan China yang sudah telanjur memanas selama empat tahun terakhir. Biden memang optimistis mampu "menundukkan" China terutama dalam isu keamanan dan teknologi. (Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Darurat Pendidikan Makin Parah)
Apa yang akan dilakukan Biden? "Jika kita memiliki hubungan yang tepat dengan model baru yang orisinal, kemungkinan itu tanpa batas," kata Biden. Dia sangat menyadari bahwa hubungan AS dan China akan dibentuk dalam hal yang positif.
Apalagi masa lalu Biden memang memiliki hubungan baik dengan Presiden China Xi Jinping. Dua politikus dunia memiliki persahabatan yang erat. Saat menjabat sebagai wakil presiden pada pemerintahan Obama, Xi mengatakan bahwa Biden adalah "teman lama China". Persahabatan itu akan menjadikan kedua belah pihak berkomunikasi dengan mudah.
Nilai perdagangan triliunan dolar dan stabilitas global menjadi alasan utama kenapa Biden sebaiknya melunak kepada Beijing. “China dan AS memang kompetitor, tetapi kompetisi seharusnya tidak dipandang sebagai kekuatan destruktif,” kata Victor Gao, pakar China, dilansir Time. Dia menambahkan, kompetisi seharusnya bisa membuat hal baik bagi kedua negara dan manusia secara keseluruhan.
Baik China maupun AS diminta untuk duduk dalam satu meja. Kanal komunikasi antara pejabat AS dan China memang tertutup selama pemerintah Trump. Itu menyebabkan kesalahan perhitungan dan komunikasi tidak lancar antara kedua negara tersebut. Konferensi tingkat tinggi antara Biden dan Presiden Xi Jinping diharapkan akan segera berlangsung selepas Biden dilantik. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
“Trump merupakan pemimpin tanpa kesopanan, kamu tidak bisa memiliki teman tanpa kesopanan,” kata Gao. “Biden itu orang yang memiliki kesopanan. Itu menjadi hal penting,” paparnya.
Perundingan tentang berakhirnya perang dagang juga menjadi solusi terbaik bagi China dan AS. Trump fokus mengurangi defisit perdagangan senilai USD345,6 miliar dengan China. Namun, sungguh ironis. Selama pemerintahannya, defisit perdagangan dengan China justru terus tumbuh.
Pekan lalu, Xi menerapkan kebijakan strategi sirkulasi ganda untuk mempertahankan ekspor dan memperkuat konsumsi domestik. Ketika antiglobalisasi menguat, banyak negara memberlakukan proteksionisme.
“China harus juga bergantung pada pasar domestik,” papar Xi. Hal yang dilakukan Biden bisa fokus pada penegakan aturan perdagangan bebas. Biden bisa mendesak China agar perusahaan asing bisa mengakses pasar domestik China yang dikenal tertutup.
Kolaborasi antara AS dan China juga bisa ditingkatkan saat Biden berkuasa. Biden bisa juga bisa mencari persamaan tentang perubahan iklim yang disebut Trump sebagai hoak.
“ Biden telah menjelaskan perubahan iklim sebagai bagian penting dari pemerintahannya, tetapi kamu tidak melakukan agenda perubahan iklim tanpa mengajak China,” kata Nick Bisley, pakar Asia dari Universitas La Trobe, Australia. (Baca juga: Ini Deretan Kasus Siber Menonjol yang Diungkap Bareskrim Polri)
Untuk mendekati China, Biden juga harus mengurangi ketegangan. Tidak melakukan kebijakan yang bersifat provokatif seperti penghentian visa bagi mahasiswa China, tekanan kepada perusahaan teknologi asal China, melarang masuk jurnalis China ke AS, dan penutupan konsulat China.
“Saya pikir pendekatan untuk berkompetisi dengan China lebih tidak mengatakan hitam dan putih,” kata Bisley. Namun, dia menegaskan bahwa kompetisi teknologi tingkat tinggi dan risiko bisnis internet menjadi tantangan berat.
Untuk bisa menghadapi China, AS juga tidak boleh sendirian. Ya, AS di bawah kepemimpinan Partai Demokrat memang selalu bermain dengan aliansinya. AS dipastikan akan memanfaatkan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
“China semakin besar dan kuat, bahkan Vietnam yang pernah menjadi musuh AS pun meminta Washington lebih aktif di Asia,” kata John Delury, pakar Asia di Universitas Yonsei di Seoul.
Kerja sama aliansi juga didukung penuh oleh Senator Jim Risch, kepala Komite Senat untuk Hubungan Luar Negeri. “AS harus bekerja sama dengan mitra dan aliansi untuk menghadapi konfrontasi China,” paparnya dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, kebijakan luar negeri menjadi hal penting karena Beijing berusaha memperkuat pengaruhnya di seluruh dunia. (Lihat videonya: Ratusan Pengunjuk Rasa Bakar Gedung Kongres Guatemala)
Hal senada juga diungkapkan David McAllister, anggota Parlemen Eropa. Dia mengatakan, saat ini upaya untuk menghidupkan kembali kemitraan dan memperkuat hubungan Eropa dan AS. Kerja sama lebih erat dalam hal perdagangan dan kerja sama internasional menjadi hal yang sangat signifikan.
“Hanya dengan berdiri bersama, kita bisa membela kebebasan,” ujar Tom Tugendhat, kepala ketua Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen Inggris. (Andika H Mustaqim)
Senator Partai Demokrat AS Chris Cooons menegaskan, kandidat utama Menteri Luar Negeri (AS) kabinet Joe Biden, kebijakan bipartisan akan menjadi ruh kebijakan luar negeri AS dalam bersaing dan berkompetisi dengan China dan agenda global lainnya. Coons mengatakan, AS fokus berkompetisi dengan Beijing, tetapi tetap bekerja sama dalam sektor perubahan iklim, kesehatan global, dan non-proliferasi nuklir. (Baca: Ini Perbedaan Muslim dan Mukmin, Kamu Pilih Mana?)
“Saya melihat China sebagai kompetitor. Namun, kita juga pada saat yang sama bekerja sama pada ranah tertentu yang penting,” kata Coons, dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, serangkaian wilayah di dunia di mana harus lebih aman dan stabil ketika AS dan China bisa bekerja sama. “Namun, fokus utama kita adalah berkompetisi dengan China,” paparnya.
Coons juga diprediksi akan mendapatkan konfirmasi dari kolega Senat yang didominasi Partai Republik. Kebijakan luar negeri yang diusung Coons akan berakar pada kebijakan domestik dengan fokus pada pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang menjadi prioritas utama.
Strategi bipartisan diterapkan kepada China sebagai kekuatan ekonomi kedua di dunia dan mitra perdagangan terutama AS. Biden diminta mengubah beragam cap negatif China selama pemerintahan Presiden Donald Trump. Selama ini, Trump melabeli China dengan sumber pandemi korona, defisit perdagangan, peretas, mata-mata, dan agresi militer.
Dinamika hubungan AS dan China memiliki akar yang kuat dalam beragam bidang. Mulai dari ketegangan maritim, hak asasi manusia, ideologi politik, hingga perang dagang. Bahkan, konflik juga merambah dalam rivalitas militer hingga teknologi 5G.
Banyak pemimpin dunia meragukan kemampuan Biden menstabilkan hubungan AS dengan China yang sudah telanjur memanas selama empat tahun terakhir. Biden memang optimistis mampu "menundukkan" China terutama dalam isu keamanan dan teknologi. (Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Darurat Pendidikan Makin Parah)
Apa yang akan dilakukan Biden? "Jika kita memiliki hubungan yang tepat dengan model baru yang orisinal, kemungkinan itu tanpa batas," kata Biden. Dia sangat menyadari bahwa hubungan AS dan China akan dibentuk dalam hal yang positif.
Apalagi masa lalu Biden memang memiliki hubungan baik dengan Presiden China Xi Jinping. Dua politikus dunia memiliki persahabatan yang erat. Saat menjabat sebagai wakil presiden pada pemerintahan Obama, Xi mengatakan bahwa Biden adalah "teman lama China". Persahabatan itu akan menjadikan kedua belah pihak berkomunikasi dengan mudah.
Nilai perdagangan triliunan dolar dan stabilitas global menjadi alasan utama kenapa Biden sebaiknya melunak kepada Beijing. “China dan AS memang kompetitor, tetapi kompetisi seharusnya tidak dipandang sebagai kekuatan destruktif,” kata Victor Gao, pakar China, dilansir Time. Dia menambahkan, kompetisi seharusnya bisa membuat hal baik bagi kedua negara dan manusia secara keseluruhan.
Baik China maupun AS diminta untuk duduk dalam satu meja. Kanal komunikasi antara pejabat AS dan China memang tertutup selama pemerintah Trump. Itu menyebabkan kesalahan perhitungan dan komunikasi tidak lancar antara kedua negara tersebut. Konferensi tingkat tinggi antara Biden dan Presiden Xi Jinping diharapkan akan segera berlangsung selepas Biden dilantik. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
“Trump merupakan pemimpin tanpa kesopanan, kamu tidak bisa memiliki teman tanpa kesopanan,” kata Gao. “Biden itu orang yang memiliki kesopanan. Itu menjadi hal penting,” paparnya.
Perundingan tentang berakhirnya perang dagang juga menjadi solusi terbaik bagi China dan AS. Trump fokus mengurangi defisit perdagangan senilai USD345,6 miliar dengan China. Namun, sungguh ironis. Selama pemerintahannya, defisit perdagangan dengan China justru terus tumbuh.
Pekan lalu, Xi menerapkan kebijakan strategi sirkulasi ganda untuk mempertahankan ekspor dan memperkuat konsumsi domestik. Ketika antiglobalisasi menguat, banyak negara memberlakukan proteksionisme.
“China harus juga bergantung pada pasar domestik,” papar Xi. Hal yang dilakukan Biden bisa fokus pada penegakan aturan perdagangan bebas. Biden bisa mendesak China agar perusahaan asing bisa mengakses pasar domestik China yang dikenal tertutup.
Kolaborasi antara AS dan China juga bisa ditingkatkan saat Biden berkuasa. Biden bisa juga bisa mencari persamaan tentang perubahan iklim yang disebut Trump sebagai hoak.
“ Biden telah menjelaskan perubahan iklim sebagai bagian penting dari pemerintahannya, tetapi kamu tidak melakukan agenda perubahan iklim tanpa mengajak China,” kata Nick Bisley, pakar Asia dari Universitas La Trobe, Australia. (Baca juga: Ini Deretan Kasus Siber Menonjol yang Diungkap Bareskrim Polri)
Untuk mendekati China, Biden juga harus mengurangi ketegangan. Tidak melakukan kebijakan yang bersifat provokatif seperti penghentian visa bagi mahasiswa China, tekanan kepada perusahaan teknologi asal China, melarang masuk jurnalis China ke AS, dan penutupan konsulat China.
“Saya pikir pendekatan untuk berkompetisi dengan China lebih tidak mengatakan hitam dan putih,” kata Bisley. Namun, dia menegaskan bahwa kompetisi teknologi tingkat tinggi dan risiko bisnis internet menjadi tantangan berat.
Untuk bisa menghadapi China, AS juga tidak boleh sendirian. Ya, AS di bawah kepemimpinan Partai Demokrat memang selalu bermain dengan aliansinya. AS dipastikan akan memanfaatkan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
“China semakin besar dan kuat, bahkan Vietnam yang pernah menjadi musuh AS pun meminta Washington lebih aktif di Asia,” kata John Delury, pakar Asia di Universitas Yonsei di Seoul.
Kerja sama aliansi juga didukung penuh oleh Senator Jim Risch, kepala Komite Senat untuk Hubungan Luar Negeri. “AS harus bekerja sama dengan mitra dan aliansi untuk menghadapi konfrontasi China,” paparnya dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, kebijakan luar negeri menjadi hal penting karena Beijing berusaha memperkuat pengaruhnya di seluruh dunia. (Lihat videonya: Ratusan Pengunjuk Rasa Bakar Gedung Kongres Guatemala)
Hal senada juga diungkapkan David McAllister, anggota Parlemen Eropa. Dia mengatakan, saat ini upaya untuk menghidupkan kembali kemitraan dan memperkuat hubungan Eropa dan AS. Kerja sama lebih erat dalam hal perdagangan dan kerja sama internasional menjadi hal yang sangat signifikan.
“Hanya dengan berdiri bersama, kita bisa membela kebebasan,” ujar Tom Tugendhat, kepala ketua Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen Inggris. (Andika H Mustaqim)
(ysw)