Pasukannya Bunuh Warga Afghanistan, Jenderal Australia Minta Maaf
loading...
A
A
A
CANBERRA - Jenderal tertinggi Australia meminta maaf kepada Afghanistan saat ia merilis laporan tentang dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan khusus negara itu. Laporan itu mencakup bukti 39 pembunuhan di luar hukum oleh 25 tentara dalam 23 insiden.
Merinci temuan dari penyelidikan yang telah lama ditunggu-tunggu terhadap perilaku personel pasukan khusus di Afghanistan antara 2005 dan 2016, Jenderal Angus John Campbell mengatakan ada bukti pembunuhan di luar "panasnya pertempuran".
"Inspektur Jenderal menemukan informasi yang dapat dipercaya untuk mendukung 23 insiden dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap 39 orang oleh 25 personel Pasukan Khusus Australia, terutama dari Resimen Pasukan Udara Khusus (SAS)," kata Campbell kepada wartawan di Canberra.
"Beberapa dari mereka yang diduga bertanggung jawab masih bertugas di militer Australia," tambah seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/11/2020).
Pembunuhan itu akan dirujuk ke penyelidik khusus yang akan segera ditunjuk untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk diadili.
Perdana Menteri Scott Morrison telah berbicara dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sebelum laporan tersebut dirilis, kata sumber yang mengetahui percakapan tersebut.
Morrison pekan lalu juga telah memperingatkan bahwa laporan itu akan berisi "berita yang sulit dan berat bagi warga Australia".(Baca juga: Sadisnya Pasukan Khusus Australia di Afghanistan: Tembak Kepala, Gorok Leher Warga )
Australia telah menempatkan pasukan di Afghanistan sejak 2002 sebagai bagian dari koalisi pimpinan AS yang memerangi milisi Taliban.
Pada 2016, Australia melancarkan penyelidikan atas perilaku personel pasukan khususnya antara 2005 dan 2016 di tengah tuduhan media lokal tentang pembunuhan pria dan anak-anak tak bersenjata.
Inspektur Jenderal Pertahanan telah mengonfirmasi dalam laporan tahunan terbaru bahwa setidaknya 55 insiden terpisah yang melibatkan dugaan pelanggaran hukum selama perang telah diperiksa.
"Ini melibatkan tuduhan pembunuhan yang sebagian besar di luar hukum terhadap orang-orang yang bukan kombatan atau bukan lagi kombatan, tetapi juga 'perlakuan kejam' terhadap orang-orang tersebut," bunyi laporan tahunan itu.
Ratusan saksi telah diwawancarai selama pemeriksaan, yang dilakukan oleh tim kecil perwira militer.(Baca juga: Pasukan Khusus Australia Eksekusi Tahanan Afghanistan yang Sudah Diborgol )
Menurut laporan tahunan itu, keputusan untuk membuat tim yang bekerja dalam penyelidikan tetap kecil dibuat karena dianggap lebih mudah untuk mencegah kebocoran informasi sensitif dari penyelidikan.
Keputusan itu dibuat setelah laporan sebelumnya oleh konsultan pertahanan; Samantha Crompvoets, memberi tahu kepala Pasukan Pertahanan tentang klaim pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh beberapa pasukan khusus Australia di Afghanistan.
Isi laporan Crompvoets bocor ke The Sydney Morning Herald dan The Age, yang melaporkan tuduhan bahwa beberapa tentara menggorok leher remaja desa dan dalam beberapa kasus "bersuka cita" tentang pembunuhan ilegal.
Merinci temuan dari penyelidikan yang telah lama ditunggu-tunggu terhadap perilaku personel pasukan khusus di Afghanistan antara 2005 dan 2016, Jenderal Angus John Campbell mengatakan ada bukti pembunuhan di luar "panasnya pertempuran".
"Inspektur Jenderal menemukan informasi yang dapat dipercaya untuk mendukung 23 insiden dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap 39 orang oleh 25 personel Pasukan Khusus Australia, terutama dari Resimen Pasukan Udara Khusus (SAS)," kata Campbell kepada wartawan di Canberra.
"Beberapa dari mereka yang diduga bertanggung jawab masih bertugas di militer Australia," tambah seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/11/2020).
Pembunuhan itu akan dirujuk ke penyelidik khusus yang akan segera ditunjuk untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk diadili.
Perdana Menteri Scott Morrison telah berbicara dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sebelum laporan tersebut dirilis, kata sumber yang mengetahui percakapan tersebut.
Morrison pekan lalu juga telah memperingatkan bahwa laporan itu akan berisi "berita yang sulit dan berat bagi warga Australia".(Baca juga: Sadisnya Pasukan Khusus Australia di Afghanistan: Tembak Kepala, Gorok Leher Warga )
Australia telah menempatkan pasukan di Afghanistan sejak 2002 sebagai bagian dari koalisi pimpinan AS yang memerangi milisi Taliban.
Pada 2016, Australia melancarkan penyelidikan atas perilaku personel pasukan khususnya antara 2005 dan 2016 di tengah tuduhan media lokal tentang pembunuhan pria dan anak-anak tak bersenjata.
Inspektur Jenderal Pertahanan telah mengonfirmasi dalam laporan tahunan terbaru bahwa setidaknya 55 insiden terpisah yang melibatkan dugaan pelanggaran hukum selama perang telah diperiksa.
"Ini melibatkan tuduhan pembunuhan yang sebagian besar di luar hukum terhadap orang-orang yang bukan kombatan atau bukan lagi kombatan, tetapi juga 'perlakuan kejam' terhadap orang-orang tersebut," bunyi laporan tahunan itu.
Ratusan saksi telah diwawancarai selama pemeriksaan, yang dilakukan oleh tim kecil perwira militer.(Baca juga: Pasukan Khusus Australia Eksekusi Tahanan Afghanistan yang Sudah Diborgol )
Menurut laporan tahunan itu, keputusan untuk membuat tim yang bekerja dalam penyelidikan tetap kecil dibuat karena dianggap lebih mudah untuk mencegah kebocoran informasi sensitif dari penyelidikan.
Keputusan itu dibuat setelah laporan sebelumnya oleh konsultan pertahanan; Samantha Crompvoets, memberi tahu kepala Pasukan Pertahanan tentang klaim pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh beberapa pasukan khusus Australia di Afghanistan.
Isi laporan Crompvoets bocor ke The Sydney Morning Herald dan The Age, yang melaporkan tuduhan bahwa beberapa tentara menggorok leher remaja desa dan dalam beberapa kasus "bersuka cita" tentang pembunuhan ilegal.
(ber)