China Kembangkan Rudal Hipersonik dengan Software AS meski Dilarang
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Peneliti militer China terus menggunakan software (perangkat lunak) Amerika Serikat (AS) meski Washington melarang dengan membatasi ases Beijing ke teknologi Washington. Software Amerika terus digunakan peneliti Beijing, termasuk untuk pengembangan mutakhir dalam teknologi rudal hipersonik.
Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan dalam Chinese Journal of Aeronautics pada hari Selasa pekan lalu mengungkapkan perangkat lunak Amerika telah digunakan untuk mensimulasikan aerodinamika rudal hipersonik yang mampu menghancurkan semua sistem pertahanan yang ada. (Baca: Donald Trump Akhirnya Akui Biden Menang Pilpres AS )
Zhang Feng, seorang profesor di Universitas Nasional Teknologi Pertahanan di Changsha, di provinsi Hunan, China tengah, memimpin tim peneliti yang mengidentifikasi cara mengontrol kemampuan manuver misil pada lima kali kecepatan suara atau lebih.
Menurut makalah penelitian, tim tersebut menggunakan perangkat lunak yang disediakan oleh Ansys, sebuah perusahaan AS yang berbasis di Canonsburg, Pennsylvania, untuk sebagian besar simulasi aerodinamisnya yang bertujuan untuk memecahkan masalah pengendalian penerbangan pada kecepatan yang intens.
Setiap bagian yang bergerak di permukaan rudal atau pesawat yang bergerak dengan kecepatan hipersonik dapat mengalami tekanan dan panas yang intens, tetapi para peneliti menemukan celah kecil antara badan sirip dan rudal mampu menghasilkan turbulensi udara yang cukup panas untuk membakar sirip. Penemuan tersebut mengingatkan pada kendaraan hipersonik X-51A AS yang jatuh selama uji terbang pada tahun 2012 karena "sirip rusak".
Menurut informasi yang tersedia untuk umum, termasuk makalah akademis dan laporan media, universitas tempat Zhang bekerja bukan satu-satunya lembaga penelitian militer China yang mengembangkan senjata mutakhir dengan perangkat lunak AS. Ansys juga bukan satu-satunya perusahaan Amerika yang melisensikan produknya ke lembaga atau perusahaan di China dalam "daftar entitas" yang terkenal itu.
Pemerintah AS telah mencoba untuk campur tangan dengan membatasi akses China ke alat canggih ini, tetapi dengan keberhasilan yang terbatas. Pada bulan Juni, Institut Teknologi Harbin—sebuah universitas riset yang terlibat dalam berbagai program militer dari kapal selam nuklir hingga satelit mata-mata—mengumumkan telah kehilangan akses ke perangkat lunak matematis AS yang populer, MatLab. (Baca juga: Penjelasan Jet Tempur J-20 China Bisa 'Lumpuhkan' F-35 dan F-22 AS Jika Bentrok )
Larangan itu diberlakukan setelah universitas yang didaftar oleh Biro Industri dan Keamanan AS sebagai entitas yang bermusuhan, tidak dapat menggunakan produk atau layanan Amerika tanpa izin khusus. Menurut beberapa laporan media China, keputusan tersebut menyebabkan kekacauan di kampus, karena pengajar dan mahasiswa telah menggunakan perangkat lunak tersebut selama bertahun-tahun.
Menurut beberapa perkiraan industri, lebih dari 80 persen alat utama yang digunakan oleh ilmuwan dan insinyur China berasal dari luar negeri—kebanyakan dari AS. Raksasa teknologi tinggi seperti Huawei Technologies Co, misalnya, telah menggunakannya untuk merancang beberapa chip komputer kelas atas dunia.
Dalam kebanyakan keadaan, pengganti buatan sendiri tidak tersedia karena bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, diperlukan untuk mengembangkan produk perangkat lunak yang matang serta kurangnya basis pengguna yang cukup besar, berkontribusi pada ketergantungan China pada perusahaan Barat untuk perangkat lunak profesional dalam penelitian dan industri.
Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan dalam Chinese Journal of Aeronautics pada hari Selasa pekan lalu mengungkapkan perangkat lunak Amerika telah digunakan untuk mensimulasikan aerodinamika rudal hipersonik yang mampu menghancurkan semua sistem pertahanan yang ada. (Baca: Donald Trump Akhirnya Akui Biden Menang Pilpres AS )
Zhang Feng, seorang profesor di Universitas Nasional Teknologi Pertahanan di Changsha, di provinsi Hunan, China tengah, memimpin tim peneliti yang mengidentifikasi cara mengontrol kemampuan manuver misil pada lima kali kecepatan suara atau lebih.
Menurut makalah penelitian, tim tersebut menggunakan perangkat lunak yang disediakan oleh Ansys, sebuah perusahaan AS yang berbasis di Canonsburg, Pennsylvania, untuk sebagian besar simulasi aerodinamisnya yang bertujuan untuk memecahkan masalah pengendalian penerbangan pada kecepatan yang intens.
Setiap bagian yang bergerak di permukaan rudal atau pesawat yang bergerak dengan kecepatan hipersonik dapat mengalami tekanan dan panas yang intens, tetapi para peneliti menemukan celah kecil antara badan sirip dan rudal mampu menghasilkan turbulensi udara yang cukup panas untuk membakar sirip. Penemuan tersebut mengingatkan pada kendaraan hipersonik X-51A AS yang jatuh selama uji terbang pada tahun 2012 karena "sirip rusak".
Menurut informasi yang tersedia untuk umum, termasuk makalah akademis dan laporan media, universitas tempat Zhang bekerja bukan satu-satunya lembaga penelitian militer China yang mengembangkan senjata mutakhir dengan perangkat lunak AS. Ansys juga bukan satu-satunya perusahaan Amerika yang melisensikan produknya ke lembaga atau perusahaan di China dalam "daftar entitas" yang terkenal itu.
Pemerintah AS telah mencoba untuk campur tangan dengan membatasi akses China ke alat canggih ini, tetapi dengan keberhasilan yang terbatas. Pada bulan Juni, Institut Teknologi Harbin—sebuah universitas riset yang terlibat dalam berbagai program militer dari kapal selam nuklir hingga satelit mata-mata—mengumumkan telah kehilangan akses ke perangkat lunak matematis AS yang populer, MatLab. (Baca juga: Penjelasan Jet Tempur J-20 China Bisa 'Lumpuhkan' F-35 dan F-22 AS Jika Bentrok )
Larangan itu diberlakukan setelah universitas yang didaftar oleh Biro Industri dan Keamanan AS sebagai entitas yang bermusuhan, tidak dapat menggunakan produk atau layanan Amerika tanpa izin khusus. Menurut beberapa laporan media China, keputusan tersebut menyebabkan kekacauan di kampus, karena pengajar dan mahasiswa telah menggunakan perangkat lunak tersebut selama bertahun-tahun.
Menurut beberapa perkiraan industri, lebih dari 80 persen alat utama yang digunakan oleh ilmuwan dan insinyur China berasal dari luar negeri—kebanyakan dari AS. Raksasa teknologi tinggi seperti Huawei Technologies Co, misalnya, telah menggunakannya untuk merancang beberapa chip komputer kelas atas dunia.
Dalam kebanyakan keadaan, pengganti buatan sendiri tidak tersedia karena bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, diperlukan untuk mengembangkan produk perangkat lunak yang matang serta kurangnya basis pengguna yang cukup besar, berkontribusi pada ketergantungan China pada perusahaan Barat untuk perangkat lunak profesional dalam penelitian dan industri.