Pilpres Amerika Serikat, Antusiasme Masyarakat Berikan Suara Tinggi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Antusiasme warga Amerika Serikat (AS) mengikuti pemilihan presiden (Pilpres) 2020 tinggi. Jutaan warga telah berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dan rela mengantre berjam-jam.
Sampai Kemarin, jumlah warga yang memberikan suara pada pemungutan suara awal telah mencapai lebih dari 95 juta orang. Itu sama dengan dua pertiga pemilih pada pemilu presiden 2016 atau 138 orang. Menurut US Election Project di Universitas Florida, tingkat partisipasi pemilu kali ini tertinggi selama masa modern.
Adalah Texas dan Hawaii menjadi negara bagian yang tingkat partisipasi publiknya sanat tinggi pada pemilu presiden lalu. Pusat pertarungan di North Carolina, Georgia dan Florida memiliki tingkat partisipasi hingga 90% pada 2016 lalu. Pada pemilu kali ini diprediksi tingkat partisipasi mencaai lebih dri 69%. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Menurut beberapa analis, total penghitungan suara 2020 dapat mencapai rekor 150 juta atau lebih dengan banyaknya pemilih membanjiri pemungutan suara lebih awal. Namun, sejumlah negara bagian memiliki aturan bahwa penghitungan suara bagi pemilih yang tidak mencoblos secara langsung baru bisa dimulai pada Selasa (3/11) malam atau beberapa hari kemudian untuk beberapa negara bagian. Dengan demikian, hasil pemilu mungkin belum dapat diketahui selama berhari-hari, tergantung seberapa kecil selisih kontestan tersebut.
Penyebab kenaikan tingkat partisipasi pada pemilu kali ini disebabkan pandemi corona yang sudah menewaskan 230.000 orang di Amerika Serikat dan jumlah kasus yang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Pemerintahan Presiden Donald Trump dikritik tidak mampu mengatasi pandemic korona sehingga Joe Biden selalu menang dalam beragam jajak pendapat baik suara popular dan suara elektoral. Pemilu kali ini menjadi sejarah karena digelar di saat pandemi korona.
Di saat pandemi corona, warga yang terinfeksi virus corona diperolehkan memberikan hak suaranya dengan mengikuti protokol kesehatan. Mereka yang terinfeksi harus menjaga jarak sekitar dua meter dari warga lain dengan mengenakan masker dan mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan suara. (Baca juga: Kenali dan Jangan remehkan gejala Long Covid)
Hal itu diumumkan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit (CDC). "Pemilih memiliki hak untuk memilih,tanpa memandang apakah mereka sakit atau dikarantina," demikian keteranagn CDC. Namun, mereka yang terinfeksi juga harus menginformasikan kondisi mereka dan membawa peralatan sendiri.
Dibandingkan dengan pemilu presiden sebelumnya, pemilu kali ini juga paling polarisasi dan dinamika domestik yang sangat ketat. Kritik terhadap Biden menunjukkan kalau dia akan mendorong AS menjadi negara sosialisme. Sedangkan Trump berusahan terpilih kembali, namun dia cenderung menjadikan ketidaksetaraan semakin lebar dan tata Kelola pemerintahan yang buruk.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan Biden memimpin 51% melawan Trump dengan 43%. Namun,pertarungan sangat ketat masih terjadi di perebutan suara electoral di Arizona, Florida dan North Carolina.
Peningkatan partisipasi pemilih juga disebabkanpara pendukung Trump yang juga membanjiri pemungutan suara dini. Itu dikarenakan Trump selalu mengemborkan ketidakpercayaan terhadap pemilu, dan pelanggaran terhadap pemungutan suara dengan surat. Para pendukung Demokrat juga memberikan suara karena pemerintahan Trump memperlambat proses pengiriman surat suara dengan pos. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Pemilu presiden kali ini juga paling agresif dalam sejarah politik AS. Pemilu tersebut juga dipenuhi dengan retorika dendam antara Trump dan Biden yang saling melontarkan ejekan sekaligus mengklaim lawan masing-masing tidak layak untuk memimpin dan dapat membawa AS dalam kehancuran.
Selama akhir pekan, beberapa ketegangan meningkat ketika ribuan pendukung Trump secara agresif berunjuk rasa dan berdemonstrasi di seluruh wilayah. Saling tekan terjadi dalam satu kasus memaksa bus kampanye Biden untuk keluar dari jalan tol di Texas dengan iring-iringan kendaraan berbendera Trump, termasuk menghambat lalu lintas di New Jersey Parkway.
Pemilu kali ini juga disebut sebagai pemilu yang melibatkan generasi milenial. Pemilu kali ini bukan pemilu presiden semata, tetapi pemilu untuk memiliki anggot Senat, DPR dan anggota parlemen di negara bagian. (Baca juga: Trump Menang Lawan Biden, Pasar Saham RI Ambrol)
Pada pemilu 2020, Millennial Action Project (MAP), sebuah organisasi yang melacak kaum muda yang mencalonkan diri untuk jabatan di seluruh negeri, jumlah orang di bawah 45 tahun yang mencalonkan diri tahun ini mencapai rekor. “Ini mengejutkan kami, karena dari 2018 hingga 2020, kami telah melacak peningkatan 266% dalam jumlah orang yang mencalonkan diri,” kata Layla Zaidane, direktur eksekutif dan COO MAP kepada VOA. “Pada hari pemilihan, pada kartu suara, kita akan memiliki total 259 kandidat. Milenial yang mencalonkan diri hanya untuk kursi kongres,” tambahnya.
Ketertarikan generasi milenial masuk politik karena mereka ingin turut membentuk kebijakan yang akan mempengaruhi masa depan mereka. “Kenyataannya adalah bahwa konsekuensi dan dampak keputusan yang dibuat akan kita rasakan,” kata David Kim yang mencalonkan diri sebagai calon Demokrat untuk kursi DPRD dari dapil 34 di California, yang mencakup Los Angeles, kepada VOA. “Jadi, bukankah masuk akal untuk membuat undang-undang bagi masa depan kita?” tanyanya.
Terdapat tiga skenario mengenai pemilu presiden AS . Skenario itu dikarena pemilu AS memang cukup sulit diprediksi. Skenario yang paling popular adalah kemenangan Biden dengan mudah. Itu terwujud dalam hampir Sebagian besar jajak pendapat yang menyatakan kalau Biden sebagai pemenang pemilu presiden AS.
Skenario kedua adalah kemenangan mengejutkan bagi Trump. Hal itu sangat bisa terjadi. Kesuksesan Trump berada di negara bagian kunci yakni Pennsylvania dan Florida. Seperti di Pennsylvania di mana banyak pemilih kelas kerja kulit putih yang memiliki ikatan kuat dengan program kerja kandidat yang ditawarkan. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Skenario ketiga yakni kemenangan besar bagi Biden. Kemenangan itu pernah terjadi pada Ronald Reagan atas Jimmy Carter pada 1980 dan kemenangan George HW Bush di atas Michael Dukakis pada 1988. Itu bisa saja terjadi karena banyaknya warga yang memberikan suara lebih dini. (Andika H Mustaqim)
Sampai Kemarin, jumlah warga yang memberikan suara pada pemungutan suara awal telah mencapai lebih dari 95 juta orang. Itu sama dengan dua pertiga pemilih pada pemilu presiden 2016 atau 138 orang. Menurut US Election Project di Universitas Florida, tingkat partisipasi pemilu kali ini tertinggi selama masa modern.
Adalah Texas dan Hawaii menjadi negara bagian yang tingkat partisipasi publiknya sanat tinggi pada pemilu presiden lalu. Pusat pertarungan di North Carolina, Georgia dan Florida memiliki tingkat partisipasi hingga 90% pada 2016 lalu. Pada pemilu kali ini diprediksi tingkat partisipasi mencaai lebih dri 69%. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Menurut beberapa analis, total penghitungan suara 2020 dapat mencapai rekor 150 juta atau lebih dengan banyaknya pemilih membanjiri pemungutan suara lebih awal. Namun, sejumlah negara bagian memiliki aturan bahwa penghitungan suara bagi pemilih yang tidak mencoblos secara langsung baru bisa dimulai pada Selasa (3/11) malam atau beberapa hari kemudian untuk beberapa negara bagian. Dengan demikian, hasil pemilu mungkin belum dapat diketahui selama berhari-hari, tergantung seberapa kecil selisih kontestan tersebut.
Penyebab kenaikan tingkat partisipasi pada pemilu kali ini disebabkan pandemi corona yang sudah menewaskan 230.000 orang di Amerika Serikat dan jumlah kasus yang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Pemerintahan Presiden Donald Trump dikritik tidak mampu mengatasi pandemic korona sehingga Joe Biden selalu menang dalam beragam jajak pendapat baik suara popular dan suara elektoral. Pemilu kali ini menjadi sejarah karena digelar di saat pandemi korona.
Di saat pandemi corona, warga yang terinfeksi virus corona diperolehkan memberikan hak suaranya dengan mengikuti protokol kesehatan. Mereka yang terinfeksi harus menjaga jarak sekitar dua meter dari warga lain dengan mengenakan masker dan mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan suara. (Baca juga: Kenali dan Jangan remehkan gejala Long Covid)
Hal itu diumumkan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit (CDC). "Pemilih memiliki hak untuk memilih,tanpa memandang apakah mereka sakit atau dikarantina," demikian keteranagn CDC. Namun, mereka yang terinfeksi juga harus menginformasikan kondisi mereka dan membawa peralatan sendiri.
Dibandingkan dengan pemilu presiden sebelumnya, pemilu kali ini juga paling polarisasi dan dinamika domestik yang sangat ketat. Kritik terhadap Biden menunjukkan kalau dia akan mendorong AS menjadi negara sosialisme. Sedangkan Trump berusahan terpilih kembali, namun dia cenderung menjadikan ketidaksetaraan semakin lebar dan tata Kelola pemerintahan yang buruk.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan Biden memimpin 51% melawan Trump dengan 43%. Namun,pertarungan sangat ketat masih terjadi di perebutan suara electoral di Arizona, Florida dan North Carolina.
Peningkatan partisipasi pemilih juga disebabkanpara pendukung Trump yang juga membanjiri pemungutan suara dini. Itu dikarenakan Trump selalu mengemborkan ketidakpercayaan terhadap pemilu, dan pelanggaran terhadap pemungutan suara dengan surat. Para pendukung Demokrat juga memberikan suara karena pemerintahan Trump memperlambat proses pengiriman surat suara dengan pos. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Pemilu presiden kali ini juga paling agresif dalam sejarah politik AS. Pemilu tersebut juga dipenuhi dengan retorika dendam antara Trump dan Biden yang saling melontarkan ejekan sekaligus mengklaim lawan masing-masing tidak layak untuk memimpin dan dapat membawa AS dalam kehancuran.
Selama akhir pekan, beberapa ketegangan meningkat ketika ribuan pendukung Trump secara agresif berunjuk rasa dan berdemonstrasi di seluruh wilayah. Saling tekan terjadi dalam satu kasus memaksa bus kampanye Biden untuk keluar dari jalan tol di Texas dengan iring-iringan kendaraan berbendera Trump, termasuk menghambat lalu lintas di New Jersey Parkway.
Pemilu kali ini juga disebut sebagai pemilu yang melibatkan generasi milenial. Pemilu kali ini bukan pemilu presiden semata, tetapi pemilu untuk memiliki anggot Senat, DPR dan anggota parlemen di negara bagian. (Baca juga: Trump Menang Lawan Biden, Pasar Saham RI Ambrol)
Pada pemilu 2020, Millennial Action Project (MAP), sebuah organisasi yang melacak kaum muda yang mencalonkan diri untuk jabatan di seluruh negeri, jumlah orang di bawah 45 tahun yang mencalonkan diri tahun ini mencapai rekor. “Ini mengejutkan kami, karena dari 2018 hingga 2020, kami telah melacak peningkatan 266% dalam jumlah orang yang mencalonkan diri,” kata Layla Zaidane, direktur eksekutif dan COO MAP kepada VOA. “Pada hari pemilihan, pada kartu suara, kita akan memiliki total 259 kandidat. Milenial yang mencalonkan diri hanya untuk kursi kongres,” tambahnya.
Ketertarikan generasi milenial masuk politik karena mereka ingin turut membentuk kebijakan yang akan mempengaruhi masa depan mereka. “Kenyataannya adalah bahwa konsekuensi dan dampak keputusan yang dibuat akan kita rasakan,” kata David Kim yang mencalonkan diri sebagai calon Demokrat untuk kursi DPRD dari dapil 34 di California, yang mencakup Los Angeles, kepada VOA. “Jadi, bukankah masuk akal untuk membuat undang-undang bagi masa depan kita?” tanyanya.
Terdapat tiga skenario mengenai pemilu presiden AS . Skenario itu dikarena pemilu AS memang cukup sulit diprediksi. Skenario yang paling popular adalah kemenangan Biden dengan mudah. Itu terwujud dalam hampir Sebagian besar jajak pendapat yang menyatakan kalau Biden sebagai pemenang pemilu presiden AS.
Skenario kedua adalah kemenangan mengejutkan bagi Trump. Hal itu sangat bisa terjadi. Kesuksesan Trump berada di negara bagian kunci yakni Pennsylvania dan Florida. Seperti di Pennsylvania di mana banyak pemilih kelas kerja kulit putih yang memiliki ikatan kuat dengan program kerja kandidat yang ditawarkan. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Skenario ketiga yakni kemenangan besar bagi Biden. Kemenangan itu pernah terjadi pada Ronald Reagan atas Jimmy Carter pada 1980 dan kemenangan George HW Bush di atas Michael Dukakis pada 1988. Itu bisa saja terjadi karena banyaknya warga yang memberikan suara lebih dini. (Andika H Mustaqim)
(ysw)