Dihantam Gelombang Kedua Covid-19, Prancis dan Jerman Pilih Lockdown

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 13:15 WIB
loading...
Dihantam Gelombang Kedua Covid-19, Prancis dan Jerman Pilih Lockdown
Suasana sepi di salah satu kafe dekat Gerbang Brandenburg saat pemberlakukan jam malam untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Berlin, Jerman, kemarin. Foto/Reuters
A A A
PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel memerintahkan lockdown atau isolasi wilayah setelah gelombang kedua virus corona (Covid-19) melanda Eropa sebelum musim dingin tiba. Pasar saham dunia pun langsung bergejolak mendengar kabar dua negara besar Eropa itu memberlakukan pembatasan di tengah ekonomi global menghadapi resesi.



“Virus beredar dengan cepar dan prediksi pesimistik harus diantisipasi,” kata Macron, dilansir Reuters. “Seperti semua negara tetangga, kita akan memberlakukan akselerasi tiba-tiba virus corona,” imbuhnya. Dia menambahkan, Prancis menghadapi virus corona yang lebih mematikan dibandingkan gelombang pertama. “Saya memutuskan untuk lockdown untuk menghentikan virus tersebut,” tegasnya. (Baca: 4 Golongan Manusia yang Tertipu dengan Ilmu)

Dengan kebijakan lockdown yang diberlakukan pada Jumat (hari ini), masyarakat diwajibkan untuk berada di rumah selama empat pekan. Mereka diperbolehkan ke luar rumah untuk membeli kebutuhan pokok, berobat atau berolahraga selama satu jam per hari.

Masyarakat diperbolehkan bekerja di kantor jika pekerjaan mereka memang tidak bisa dikerjakan di rumah. Namun, sekolah akan tetap dibuka. Pada musim semi ini, semua warga yang keluar rumah di Prancis harus membawa dokumen yang menunjukkan mereka diperbolehkan keluar dan akan diperiksa polisi.

“Dengan aturan baru, orang harus mengisi dokumen untuk bisa meninggalkan rumah,” kata Macron. Dia juga mengungkapkan, acara yang mendatangkan massa juga dilarang. “Pelayanan publik dan pabrik tetap dibuka karena ekonomi tidak boleh kolaps,” jelasnya.

Jumlah kasus corona di Prancis mencapai 36.000 kasus baru per hari. Menurut Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Eropa (ECDC), Prancis memang mengalami tingkat infeksi paling tinggi di Uni Eropa. Mereka menyebut, 659,9 kasus di antara 100.000 penduduk dalam 14 hari terakhir.

Jean-Francois Delfraissy, pakar kesehatan yang menjadi penasihat pemerintah Prancis, memperingatkan jumlah kasus baru di negara tersebut bisa mencapai 100.000. Sebagian besar kasus tidak didiagnosis dan tidak memiliki gejala. (Baca juga: Sepakat Tingkatkan kerja Sama, RI-AS Kian Mesra)

Federasi Rumah Sakit Prancis menyatakan lockdown total hanya menjadi solusi satu-satunya. “Dengan lockdown akan menjadikan rumah sakit bisa sukses merawat pasien,” kata Frederic Valletoux, Presiden Federasi Rumah Sakit Prancis.

Selain Prancis, Jerman juga memerintahkan penutupan bar, restoran, dan bioskop pada 2-30 November. Namun, sekolah tetap dibuka dan toko diizinkan beroperasi dengan akses yang terbatas.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1033 seconds (0.1#10.140)