Turki: Para Pemimpin Armenia Bisa Diadili untuk Kejahatan Perang
loading...
A
A
A
BAKU - Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop menegaskan Armenia melakukan kejahatan perang dan pemimpin mereka dapat diadili oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Saat ini Sentop berada di Azerbaijan dalam kunjungan tiga hari. Komentar itu muncul terkait berlanjutnya konflik di Karabakh Atas.
“Pasukan Armenia mengebom warga sipil dan itu kejahatan perang menurut Konvensi Jenewa,” tegas Sentop, dilansir Anadolu. “Armenia adalah negara yang bahkan tidak menghargai hukum perang. Jadi, akan konyol untuk berharap bahwa mereka akan menghormati gencatan senjata.”
Hubungan antara kedua bekas republik Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Bentrokan baru meletus pada 27 September, dan Armenia sejak itu melanjutkan serangannya terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan, bahkan melanggar perjanjian gencatan senjata kemanusiaan. (Baca Juga: Erdogan Tuding AS, Rusia, dan Prancis Pasok Senjata ke Armenia)
Gencatan senjata kedua pihak mulai berlaku Sabtu tengah malam setelah gencatan senjata 10 Oktober untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan penemuan mayat. Namun gencatan senjata itu dilanggar beberapa jam kemudian oleh serangan rudal Armenia di kota Ganja, Azerbaijan. (Lihat Infografis: Arab Saudi Dinilai Sukses Menjinakkan Pandemi Covid-19)
Turki telah mendukung hak Azerbaijan membela diri dan menuntut penarikan pasukan pendudukan Armenia. (Lihat Video: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)
Sebaliknya, Sentop berkata, “Azerbaijan mematuhi hukum internasional dan etika perang. Mereka hanya menggunakan haknya untuk membela diri menurut pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tentara Azerbaijan hanya bertempur dengan sasaran militer. ”
Dia menambahkan bahwa itu adalah tanggung jawab para kepala negara Grup Minsk OSCE untuk menyelesaikan perselisihan secara adil. “Tetapi mereka menyumbangkan senjata ke Armenia," ujar dia.
Saat ini Sentop berada di Azerbaijan dalam kunjungan tiga hari. Komentar itu muncul terkait berlanjutnya konflik di Karabakh Atas.
“Pasukan Armenia mengebom warga sipil dan itu kejahatan perang menurut Konvensi Jenewa,” tegas Sentop, dilansir Anadolu. “Armenia adalah negara yang bahkan tidak menghargai hukum perang. Jadi, akan konyol untuk berharap bahwa mereka akan menghormati gencatan senjata.”
Hubungan antara kedua bekas republik Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Bentrokan baru meletus pada 27 September, dan Armenia sejak itu melanjutkan serangannya terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan, bahkan melanggar perjanjian gencatan senjata kemanusiaan. (Baca Juga: Erdogan Tuding AS, Rusia, dan Prancis Pasok Senjata ke Armenia)
Gencatan senjata kedua pihak mulai berlaku Sabtu tengah malam setelah gencatan senjata 10 Oktober untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan penemuan mayat. Namun gencatan senjata itu dilanggar beberapa jam kemudian oleh serangan rudal Armenia di kota Ganja, Azerbaijan. (Lihat Infografis: Arab Saudi Dinilai Sukses Menjinakkan Pandemi Covid-19)
Turki telah mendukung hak Azerbaijan membela diri dan menuntut penarikan pasukan pendudukan Armenia. (Lihat Video: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)
Sebaliknya, Sentop berkata, “Azerbaijan mematuhi hukum internasional dan etika perang. Mereka hanya menggunakan haknya untuk membela diri menurut pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tentara Azerbaijan hanya bertempur dengan sasaran militer. ”
Dia menambahkan bahwa itu adalah tanggung jawab para kepala negara Grup Minsk OSCE untuk menyelesaikan perselisihan secara adil. “Tetapi mereka menyumbangkan senjata ke Armenia," ujar dia.