Macron Sebut Pemenggalan Kepala Guru Serangan Teroris
loading...
A
A
A
PARIS - Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengecam aksi pemenggalan kepala guru sejarah di sebuah sekolah dekat Paris. Ia menyebut aksi keji itu sebagai serangan teroris Islam dan mendesak bangsa Prancis untuk bersatu melawan ekstremisme.
Macron mengunjungi sekolah tempat guru itu bekerja di kota Conflans-Saint-Honorine dan bertemu dengan staf setelah pembunuhan tersebut.
"Salah satu rekan kami dibunuh hari ini karena dia mengajarkan kebebasan berekspresi, kebebasan untuk percaya atau tidak," kata Macron seperti dikutip dari Associated Press, Sabtu (17/10/2020).
Ia mengatakan serangan itu tidak boleh memecah belah Prancis karena itulah yang diinginkan oleh para ekstremis.
“Kita harus berdiri bersama sebagai warga negara,” imbaunya.
Pembunuhan mengerikan terhadap guru tersebut terjadi di kota Conflans-Sainte-Honorine sementara tersangka pelaku tewas ditembak oleh polisi di Eragny yang berdampingan.
Seorang pejabat polisi mengatakan tersangka, bersenjatakan pisau dan airsoft gun ditembak mati sekitar 600 meter dari tempat guru laki-laki itu terbunuh setelah dia gagal merespon perintah untuk meletakkan tangannya, dan bertindak dengan cara yang mengancam.(Lihat video: Empat Orang Saksi Ahli Dihadirkan dalam Persidangan Jerinx )
Guru itu menerima ancaman setelah membuka diskusi "untuk berdebat" tentang karikatur sekitar 10 hari yang lalu, kata petugas polisi kepada Associated Press. Orang tua seorang siswa telah mengajukan pengaduan terhadap guru tersebut, kata pejabat polisi lainnya, menambahkan bahwa tersangka pembunuh tidak memiliki anak di sekolah tersebut.
Identitas tersangka tidak dipublikasikan. Namun media Prancis melaporkan bahwa tersangka adalah seorang Chechnya berusia 18 tahun, lahir di Moskow. Informasi itu tidak dapat segera dikonfirmasi.
Kedua pejabat itu tidak dapat disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk membahas penyelidikan yang sedang berlangsung.
Macron mengunjungi sekolah tempat guru itu bekerja di kota Conflans-Saint-Honorine dan bertemu dengan staf setelah pembunuhan tersebut.
"Salah satu rekan kami dibunuh hari ini karena dia mengajarkan kebebasan berekspresi, kebebasan untuk percaya atau tidak," kata Macron seperti dikutip dari Associated Press, Sabtu (17/10/2020).
Ia mengatakan serangan itu tidak boleh memecah belah Prancis karena itulah yang diinginkan oleh para ekstremis.
“Kita harus berdiri bersama sebagai warga negara,” imbaunya.
Pembunuhan mengerikan terhadap guru tersebut terjadi di kota Conflans-Sainte-Honorine sementara tersangka pelaku tewas ditembak oleh polisi di Eragny yang berdampingan.
Seorang pejabat polisi mengatakan tersangka, bersenjatakan pisau dan airsoft gun ditembak mati sekitar 600 meter dari tempat guru laki-laki itu terbunuh setelah dia gagal merespon perintah untuk meletakkan tangannya, dan bertindak dengan cara yang mengancam.(Lihat video: Empat Orang Saksi Ahli Dihadirkan dalam Persidangan Jerinx )
Guru itu menerima ancaman setelah membuka diskusi "untuk berdebat" tentang karikatur sekitar 10 hari yang lalu, kata petugas polisi kepada Associated Press. Orang tua seorang siswa telah mengajukan pengaduan terhadap guru tersebut, kata pejabat polisi lainnya, menambahkan bahwa tersangka pembunuh tidak memiliki anak di sekolah tersebut.
Identitas tersangka tidak dipublikasikan. Namun media Prancis melaporkan bahwa tersangka adalah seorang Chechnya berusia 18 tahun, lahir di Moskow. Informasi itu tidak dapat segera dikonfirmasi.
Kedua pejabat itu tidak dapat disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk membahas penyelidikan yang sedang berlangsung.