Studi WHO: Remdesivir Tidak Mempan Obati Covid-19

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 00:18 WIB
loading...
Studi WHO: Remdesivir Tidak Mempan Obati Covid-19
WHO menyebut Remdesivir tidak memberikan pengaruh dalam pengobatan Covid-19. Foto/Ilustrasi
A A A
JENEWA - Penelitian yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan fakta baru terkait penggunaan Remdesivir untuk mengobati Covid-19 . Remdesivir disebut tidak membantu pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadikan obat tersebut sebagai standar perawatan di Amerika Serikat (AS) dan banyak negara lainnya.

Hasil penelitian yang diumumkan pada hari Jumat itu tidak menghilangkan hasil penelitian sebelumnya, dan studi WHO tidak seketat yang sebelumnya dipimpin oleh Institut Kesehatan Nasional AS. Meski begitu, hasil penelitian terbaru ini menambah kekhawatiran tentang seberapa besar efek yang diberikan obat mahal itu karena tidak ada penelitian yang menemukan bahwa obat itu dapat meningkatkan kelangsungan hidup.

Obat tersebut belum disetujui untuk mengobati Covid-19 di AS, tetapi diizinkan untuk penggunaan darurat setelah penelitian sebelumnya menemukan obat itu mempersingkat waktu pemulihan rata-rata lima hari. Obat itu disetujui untuk digunakan melawan Covid-19 di Inggris dan Eropa, serta merupakan salah satu perawatan yang diterima Presiden AS Donald Trump ketika dia terinfeksi awal bulan ini.(Baca juga: AS Borong Hampir Seluruh Pasokan Global Obat Covid-19 Remdesivir )

Studi WHO melibatkan lebih dari 11.000 pasien di 30 negara. Sekitar 2.750 secara acak ditugaskan untuk mendapatkan Remdesivir. Sisanya mendapat obat malaria Hydroxychloroquine, Interferon penguat sistem kekebalan, kombinasi antivirus Lopinavir-Ritonavir, atau hanya perawatan biasa. Obat lain sebagian besar telah dikesampingkan untuk pengobatan Covid-19 oleh penelitian sebelumnya, tetapi tidak Remdesivir.

Tingkat kematian setelah 28 hari, kebutuhan akan mesin pernapasan dan waktu di rumah sakit relatif sama untuk mereka yang diberi Remdesivir versus perawatan biasa.

Hasil penelitian ini belum dipublikasikan dalam jurnal atau ditinjau oleh ilmuwan independen, tetapi diposting di situs yang digunakan peneliti untuk membagikan hasil dengan cepat.

“Kisah besarnya adalah penemuan bahwa Remdesivir tidak memberikan dampak yang berarti pada kelangsungan hidup,” kata Martin Landray, profesor Universitas Oxford yang memimpin penelitian pengobatan virus Corona lainnya, dalam sebuah pernyataan.

“Ini adalah obat yang harus diberikan melalui infus intravena selama lima sampai 10 hari dan harganya sekitar USD2.550 per kursus pengobatan," katanya.

“Covid memengaruhi jutaan orang dan keluarga mereka di seluruh dunia. Kami membutuhkan perawatan yang terukur, terjangkau, dan adil," sambungnya seperti dilansir dari Associated Press, Sabtu (17/10/2020).

Juru bicara WHO, Margaret Harris, mengaitkan perbedaan dalam kesimpulan kedua studi tersebut dengan fakta bahwa penelitian yang dilakukan WHO lebih luas.

“Ini hanya studi dengan kekuatan yang jauh lebih tinggi,” ujarnya.

“Jumlah orang di semua penelitian empat kali lipat lebih banyak,” ungkapnya.

Namun, Dr. Andre Kalil, spesialis penyakit menular dari Universitas Nebraska yang membantu memimpin penelitian Remdesivir di AS, mengatakan penelitian WHO dirancang dengan buruk, yang membuat kesimpulannya kurang dapat diandalkan.

Ia mengatakan pasien dan dokter tahu pengobatan apa yang mereka gunakan, tidak ada infus plasebo untuk membantu menghindari pelaporan risiko atau manfaat yang bias, hanya ada sedikit informasi tentang keparahan gejala pasien saat pengobatan dimulai dan banyak data yang hilang.(Baca juga: Eropa dan Korsel Bersaing Dapatkan Remdesivir )

"Desain studi yang berkualitas buruk tidak dapat diperbaiki dengan ukuran sampel yang besar, tidak peduli seberapa besar," tulis Kalil dalam email.

Lebih lanjut, penelitian WHO menguji remdesivir 10 hari, sehingga beberapa pasien mungkin dirawat di rumah sakit lebih lama dari yang mereka butuhkan hanya untuk menyelesaikan pengobatan, membuat lama rawat mereka terlihat buruk dibandingkan dengan pasien lain yang mendapatkan perawatan biasa.

Pembuat Remdesivir, Gilead Sciences, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hasilnya tidak konsisten dengan penelitian yang lebih ketat dan belum sepenuhnya ditinjau atau dipublikasikan.(Lihat video: Kabupaten Sitaro Raih Penghargaan Wilayah Zero Covid-19 dari BNPB )
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2045 seconds (0.1#10.140)