Pangeran Arab Saudi Kecam Pemimpin Palestina Penolak Normalisasi UEA-Israel
loading...
A
A
A
RIYADH - Pangeran Arab Saudi , Bandar bin Sultan, mengecam para pemimpin Palestina karena menolak normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel .
Pangeran yang merupakan mantan duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat (AS) tersebut menganggap sikap para pemimpin Palestina yang menyerang kepemimpinan negara-negara Teluk sudah keterlaluan. (Baca: Qatar Tolak Normalisasi dengan Israel sebelum Masalah Palestina Tuntas )
“Tingkat wacana yang rendah ini bukanlah yang kami harapkan dari para pejabat yang berusaha mendapatkan dukungan global untuk perjuangan mereka," kata Pangeran Bandar menyindir para pemimpin Palestina.
"Pelanggaran mereka terhadap kepemimpinan negara-negara Teluk dengan wacana tercela ini sama sekali tidak dapat diterima," lanjut dia dalam wawancara eksklusif dengan Al Arabiya, yang dilansir Selasa (6/10/2020).
Pangeran Bandar menjabat sebagai duta besar Arab Saudi untuk AS dari tahun 1983 hingga 2005. Dia juga pernah menjaba kepala intelijen kerajaan dari tahun 2014 hingga 2016. Dia mengatakan kritik terhadap UEA dan negara-negara Teluk lainnya setelah kesepakatan dengan Israel "sangat menyakitkan untuk didengar". (Baca: Palestina Kecam Normalisasi Bahrain-Israel: Tikaman dari Belakang! )
Para pemimpin Palestina termasuk Presiden Mahmoud Abbas menggambarkan keputusan UEA untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai "tikaman di belakang rakyat Palestina".
Abbas kemudian menarik kembali pernyataannya dan melarang pejabat Palestina membuat pernyataan ofensif tentang para pemimpin Arab lainnya, menyusul permintaan dari Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk (GCC) Nayef al-Hajraf untuk meminta maaf.
Menurut Pangeran Bandar, reaksi Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat mencerminkan kegagalan mereka yang lebih luas. (Baca: Israel Ucapkan Selamat Hari Nasional ke-90 Arab Saudi )
"Para pemimpin Jalur Gaza, yang telah memisahkan diri dari PA untuk memerintah Gaza secara mandiri, menuduh kepemimpinan Tepi Barat melakukan pengkhianatan, sementara pada saat yang sama, kepemimpinan Tepi Barat menuduh pemimpin separatis Jalur Gaza menikam mereka dari belakang," katanya.
“Upaya dalam beberapa tahun terakhir akan lebih baik digunakan untuk tujuan Palestina, inisiatif perdamaian, dan melindungi hak-hak rakyat Palestina untuk mencapai titik di mana penyebab yang adil ini, meskipun dirampok, akhirnya dapat melihat cahaya, dan ketika saya mengatakan dirampok, yang saya maksud dengan para pemimpin Israel dan Palestina sama rata," imbuh Pangeran Bandar.
Bahrain mengikuti jejak UEA dan setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada 15 September, dan kedua negara mengatakan mereka tetap berkomitmen untuk solusi yang adil bagi Palestina.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan mengatakan bahwa posisi Kerajaan Arab Saudi atas perjuangan Palestina adalah tegas dan tidak akan berubah sebagai tanggapan atas perjanjian perdamaian kedua negara Teluk itu dengan Israel. (Baca juga: Bos Mossad Sebut Arab Saudi Segera Normalisasi Hubungan dengan Israel )
Pangeran Bandar mengatakan bahwa meski perjuangan Palestina adil, para pemimpinnya memiliki sejarah kegagalan.
“Perjuangan Palestina adalah penyebab yang adil, tetapi pendukungnya gagal. Tujuan Israel tidak adil, tetapi para pendukungnya berhasil. Itu meringkas peristiwa 70 atau 75 tahun terakhir," katanya.
Pangeran Bandar menunjuk pada contoh Amin al-Husseini, pemimpin agama Palestina yang merupakan salah satu pemimpin utama perjuangan Palestina ketika negara itu berada di bawah mandat Inggris dari tahun 1918 hingga 1948.
Al-Husseini diketahui memiliki simpati kepada Nazi Jerman sebagai pendukung alternatif untuk melemahkan kekuasaan Inggris atas Palestina. Pemberontakan Palestina melawan pemerintahan Inggris yang dikenal sebagai Pemberontakan Arab dari tahun 1936 hingga 1939 adalah bencana bagi rakyat Palestina, menyebabkan satu dari sepuluh orang diasingkan, dipenjara, atau tewas. Pendekatan pro-Jerman oleh al-Husseini runtuh dengan kekalahan Nazisme dalam Perang Dunia II.
Pangeran yang merupakan mantan duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat (AS) tersebut menganggap sikap para pemimpin Palestina yang menyerang kepemimpinan negara-negara Teluk sudah keterlaluan. (Baca: Qatar Tolak Normalisasi dengan Israel sebelum Masalah Palestina Tuntas )
“Tingkat wacana yang rendah ini bukanlah yang kami harapkan dari para pejabat yang berusaha mendapatkan dukungan global untuk perjuangan mereka," kata Pangeran Bandar menyindir para pemimpin Palestina.
"Pelanggaran mereka terhadap kepemimpinan negara-negara Teluk dengan wacana tercela ini sama sekali tidak dapat diterima," lanjut dia dalam wawancara eksklusif dengan Al Arabiya, yang dilansir Selasa (6/10/2020).
Pangeran Bandar menjabat sebagai duta besar Arab Saudi untuk AS dari tahun 1983 hingga 2005. Dia juga pernah menjaba kepala intelijen kerajaan dari tahun 2014 hingga 2016. Dia mengatakan kritik terhadap UEA dan negara-negara Teluk lainnya setelah kesepakatan dengan Israel "sangat menyakitkan untuk didengar". (Baca: Palestina Kecam Normalisasi Bahrain-Israel: Tikaman dari Belakang! )
Para pemimpin Palestina termasuk Presiden Mahmoud Abbas menggambarkan keputusan UEA untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai "tikaman di belakang rakyat Palestina".
Abbas kemudian menarik kembali pernyataannya dan melarang pejabat Palestina membuat pernyataan ofensif tentang para pemimpin Arab lainnya, menyusul permintaan dari Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk (GCC) Nayef al-Hajraf untuk meminta maaf.
Menurut Pangeran Bandar, reaksi Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat mencerminkan kegagalan mereka yang lebih luas. (Baca: Israel Ucapkan Selamat Hari Nasional ke-90 Arab Saudi )
"Para pemimpin Jalur Gaza, yang telah memisahkan diri dari PA untuk memerintah Gaza secara mandiri, menuduh kepemimpinan Tepi Barat melakukan pengkhianatan, sementara pada saat yang sama, kepemimpinan Tepi Barat menuduh pemimpin separatis Jalur Gaza menikam mereka dari belakang," katanya.
“Upaya dalam beberapa tahun terakhir akan lebih baik digunakan untuk tujuan Palestina, inisiatif perdamaian, dan melindungi hak-hak rakyat Palestina untuk mencapai titik di mana penyebab yang adil ini, meskipun dirampok, akhirnya dapat melihat cahaya, dan ketika saya mengatakan dirampok, yang saya maksud dengan para pemimpin Israel dan Palestina sama rata," imbuh Pangeran Bandar.
Bahrain mengikuti jejak UEA dan setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada 15 September, dan kedua negara mengatakan mereka tetap berkomitmen untuk solusi yang adil bagi Palestina.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan mengatakan bahwa posisi Kerajaan Arab Saudi atas perjuangan Palestina adalah tegas dan tidak akan berubah sebagai tanggapan atas perjanjian perdamaian kedua negara Teluk itu dengan Israel. (Baca juga: Bos Mossad Sebut Arab Saudi Segera Normalisasi Hubungan dengan Israel )
Pangeran Bandar mengatakan bahwa meski perjuangan Palestina adil, para pemimpinnya memiliki sejarah kegagalan.
“Perjuangan Palestina adalah penyebab yang adil, tetapi pendukungnya gagal. Tujuan Israel tidak adil, tetapi para pendukungnya berhasil. Itu meringkas peristiwa 70 atau 75 tahun terakhir," katanya.
Pangeran Bandar menunjuk pada contoh Amin al-Husseini, pemimpin agama Palestina yang merupakan salah satu pemimpin utama perjuangan Palestina ketika negara itu berada di bawah mandat Inggris dari tahun 1918 hingga 1948.
Al-Husseini diketahui memiliki simpati kepada Nazi Jerman sebagai pendukung alternatif untuk melemahkan kekuasaan Inggris atas Palestina. Pemberontakan Palestina melawan pemerintahan Inggris yang dikenal sebagai Pemberontakan Arab dari tahun 1936 hingga 1939 adalah bencana bagi rakyat Palestina, menyebabkan satu dari sepuluh orang diasingkan, dipenjara, atau tewas. Pendekatan pro-Jerman oleh al-Husseini runtuh dengan kekalahan Nazisme dalam Perang Dunia II.
(min)