Korban Berjatuhan, Corona Hantam Ibu Kota Bisnis Ekuador 'Seperti Bom'
loading...
A
A
A
GUAYAQUIL - Ibu kota bisnis Ekuador, Guayaquil, menderita parah akibat wabah virus corona baru (COVID-19). Wali kota setempat, Cynthia Viteri, mengibaratkan wabah itu menghantam "seperti bom", di mana korban jiwa berjatuhan.
Wabah virus corona baru tercatat sebagai krisis terburuk di zaman modern yang pernah dialami kota pelabuhan berpenduduk hampir 3 juta orang tersebut.
"Tidak ada ruang bagi yang hidup atau yang mati. Itulah seberapa parah pandemi di Guayaquil," kata Viteri kepada AFP dalam wawancara telepon.
Kamar mayat, rumah duka dan layanan rumah sakit kewalahan di Guayaquil kewalahan. Viteri mengatakan jumlah kematian yang sebenarnya akibat wabah tersebut kemungkinan jauh lebih tinggi daripada angka resmi nasional 369 jiwa.
Wali kota berusia 54 tahun itu mengakui kotanya tidak siap menghadapi pandemi COVID-19.
"Tidak ada yang percaya bahwa apa yang kami lihat di Wuhan, orang-orang yang mati di jalan, akan terjadi di sini," katanya.
Sekarang pihak berwenang memperkirakan korban tewas akan mencapai lebih dari 3.500 di kota dan pedalaman dalam beberapa bulan mendatang.
Viteri mengatakan Guayaquil terbukti sangat rentan terhadap wabah COVID-19 karena lalu lintas udara ke Eropa.
Kasus infeksi pertama atau "pasien nol" di Ekuador adalah seorang wanita tua Ekuador yang datang dari Spanyol.
"Di sinilah bom meledak, di sinilah pasien nol tiba, dan karena itu adalah waktu liburan, orang-orang bepergian ke luar negeri, beberapa ke Eropa atau Amerika Serikat, dan orang-orang kami yang tinggal di Eropa datang ke sini," kata Viteri.
Wabah virus corona baru tercatat sebagai krisis terburuk di zaman modern yang pernah dialami kota pelabuhan berpenduduk hampir 3 juta orang tersebut.
"Tidak ada ruang bagi yang hidup atau yang mati. Itulah seberapa parah pandemi di Guayaquil," kata Viteri kepada AFP dalam wawancara telepon.
Kamar mayat, rumah duka dan layanan rumah sakit kewalahan di Guayaquil kewalahan. Viteri mengatakan jumlah kematian yang sebenarnya akibat wabah tersebut kemungkinan jauh lebih tinggi daripada angka resmi nasional 369 jiwa.
Wali kota berusia 54 tahun itu mengakui kotanya tidak siap menghadapi pandemi COVID-19.
"Tidak ada yang percaya bahwa apa yang kami lihat di Wuhan, orang-orang yang mati di jalan, akan terjadi di sini," katanya.
Sekarang pihak berwenang memperkirakan korban tewas akan mencapai lebih dari 3.500 di kota dan pedalaman dalam beberapa bulan mendatang.
Viteri mengatakan Guayaquil terbukti sangat rentan terhadap wabah COVID-19 karena lalu lintas udara ke Eropa.
Kasus infeksi pertama atau "pasien nol" di Ekuador adalah seorang wanita tua Ekuador yang datang dari Spanyol.
"Di sinilah bom meledak, di sinilah pasien nol tiba, dan karena itu adalah waktu liburan, orang-orang bepergian ke luar negeri, beberapa ke Eropa atau Amerika Serikat, dan orang-orang kami yang tinggal di Eropa datang ke sini," kata Viteri.