Pakar: Kejar Kepentingan di LCS, AS Ambil Resiko Perang dengan China
loading...
A
A
A
SAN FRANCISCO - Saat ini ketegangan militer terus tumbuh antara Amerika Serikat (AS) dan China, saat Washington terus mengejar kebijakan untuk mencoba mendominasi urusan global. Ketegangan ini khususnya dipicu oleh upaya AS mengejar kepentingan mereka di kawasan Laut China Selatan.
"Ada peningkatan yang stabil dalam latihan Angkatan Laut AS di Laut China Selatan dan Selat Taiwan," ucap Mike Wong, Wakil Presiden Veterans for Peace San Francisco, seperti dilansir Sputnik.
(Baca: Tak Terpengaruh Video Propaganda China, Latihan Militer AS Jalan Terus )
Dia mengatakan, AS mengirim dua kelompok tempur kapal induk bersama-sama berlayar melalui Laut China Selatan. Menurut Wong, itu adalah awal, dan kini militer AS terus mengirimkan kapal perang ke wilayah tersebut.
"Kami mengirim kapal penjelajah rudal baru kemarin, dan tentu saja Angkatan Laut China tidak dapat mengabaikan provokasi ini. Sebab, meskipun AS mengklaim bahwa itu adalah 'kebebasan navigasi', itu bukanlah kebebasan navigasi ketika Anda mengirim dua kelompok kapal induk melalui Laut China Selatan, itu adalah intimidasi," ujarnya.
"Itu adalah langkah menyiapkan latihan militer, yang akan Anda lakukan jika Anda akan berperang melawan China atau jika Anda akan memblokir Laut China Selatan, (dari) tempat 60% minyak China berasal dan perdagangan bernilai ribuan dolar," sambungnya.
Menurut rilis berita Angkatan Laut AS, USS Mustin melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan pada 27 Agustus. Kapal tersebut berlayar melalui perairan teritorial yang diklaim China seolah-olah itu adalah perairan internasional, karena AS menolak untuk mengakui validitas klaim China untuk menguasai daerah itu.
Pada awal Juli, AS mengirim dua kapal induk, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, untuk melakukan operasi di kawasan tersebut.
Wong menuturkan, ketika AS mulai mengirim kapal ke Laut China Selatan, militer China mulai melakukan latihan Angkatan Laut di sekitarnya, hanya untuk menunjukkan bendera dan menunjukkan bahwa mereka tidak terintimidasi.
(Baca: Pertengkaran di PBB Berlanjut, China Sebut AS Biang Kerok Dunia )
"Kami kemudian menanggapi dengan menerbangkan pesawat mata-mata U-2 di atas dan mereka menanggapi dengan menembakkan beberapa rudal ke daerah tersebut dari darat yang menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan, jika perlu, untuk menenggelamkan kapal kami, termasuk kapal induk kami. Jadi, ini menjadi permainan yang sangat berbahaya,” jelas Wong.
"Ini bisa dengan mudah meningkat menjadi konfrontasi tembak-menembak, yang bisa meningkat menjadi perang. Banyak pangkalan militer China akan dekat dengan beberapa fasilitas rudal nuklir mereka, yang berarti bahwa jika kami melakukan serangan balik, China tidak tahu apakah kami membidik pasukan konvensional atau kekuatan nuklir mereka. Juga, banyak kapal kita yang melaut yang bertenaga nuklir atau memiliki kemampuan menembakkan rudal nuklir," ungkapnya.
Jadi, jelas Wong, kemungkinan perang nuklir yang sebenarnya menjadi kemungkinan yang nyata dan ini sangat berbahaya.
"Ada peningkatan yang stabil dalam latihan Angkatan Laut AS di Laut China Selatan dan Selat Taiwan," ucap Mike Wong, Wakil Presiden Veterans for Peace San Francisco, seperti dilansir Sputnik.
(Baca: Tak Terpengaruh Video Propaganda China, Latihan Militer AS Jalan Terus )
Dia mengatakan, AS mengirim dua kelompok tempur kapal induk bersama-sama berlayar melalui Laut China Selatan. Menurut Wong, itu adalah awal, dan kini militer AS terus mengirimkan kapal perang ke wilayah tersebut.
"Kami mengirim kapal penjelajah rudal baru kemarin, dan tentu saja Angkatan Laut China tidak dapat mengabaikan provokasi ini. Sebab, meskipun AS mengklaim bahwa itu adalah 'kebebasan navigasi', itu bukanlah kebebasan navigasi ketika Anda mengirim dua kelompok kapal induk melalui Laut China Selatan, itu adalah intimidasi," ujarnya.
"Itu adalah langkah menyiapkan latihan militer, yang akan Anda lakukan jika Anda akan berperang melawan China atau jika Anda akan memblokir Laut China Selatan, (dari) tempat 60% minyak China berasal dan perdagangan bernilai ribuan dolar," sambungnya.
Menurut rilis berita Angkatan Laut AS, USS Mustin melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan pada 27 Agustus. Kapal tersebut berlayar melalui perairan teritorial yang diklaim China seolah-olah itu adalah perairan internasional, karena AS menolak untuk mengakui validitas klaim China untuk menguasai daerah itu.
Pada awal Juli, AS mengirim dua kapal induk, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, untuk melakukan operasi di kawasan tersebut.
Wong menuturkan, ketika AS mulai mengirim kapal ke Laut China Selatan, militer China mulai melakukan latihan Angkatan Laut di sekitarnya, hanya untuk menunjukkan bendera dan menunjukkan bahwa mereka tidak terintimidasi.
(Baca: Pertengkaran di PBB Berlanjut, China Sebut AS Biang Kerok Dunia )
"Kami kemudian menanggapi dengan menerbangkan pesawat mata-mata U-2 di atas dan mereka menanggapi dengan menembakkan beberapa rudal ke daerah tersebut dari darat yang menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan, jika perlu, untuk menenggelamkan kapal kami, termasuk kapal induk kami. Jadi, ini menjadi permainan yang sangat berbahaya,” jelas Wong.
"Ini bisa dengan mudah meningkat menjadi konfrontasi tembak-menembak, yang bisa meningkat menjadi perang. Banyak pangkalan militer China akan dekat dengan beberapa fasilitas rudal nuklir mereka, yang berarti bahwa jika kami melakukan serangan balik, China tidak tahu apakah kami membidik pasukan konvensional atau kekuatan nuklir mereka. Juga, banyak kapal kita yang melaut yang bertenaga nuklir atau memiliki kemampuan menembakkan rudal nuklir," ungkapnya.
Jadi, jelas Wong, kemungkinan perang nuklir yang sebenarnya menjadi kemungkinan yang nyata dan ini sangat berbahaya.
(esn)