Kompak, Rusia dan China Blokir Laporan PBB Soal Pelanggaran Sanksi Libya

Sabtu, 26 September 2020 - 13:03 WIB
loading...
A A A
Ketegangan di Libya yang kaya minyak meningkat lebih lanjut ketika pasukan yang berbasis di timur, dipimpin Khalifa Hifter melancarkan serangan mencoba merebut ibu kota, Tripoli, pada April 2019. Tetapi kampanye militer Hifter gagal pada bulan Juni ketika milisi yang mendukung pemerintahan yang didukung PBB di Tripoli, dengan dukungan Turki, berada di atas angin, mendorong pasukannya dari pinggiran ibu kota dan kota-kota barat lainnya.(Baca juga: Jenderal Haftar LNA ke Erdogan: Hengkang dari Libya atau Hadapi Peluru Kami! )

Dewan Keamanan PBB telah mengadopsi resolusi pada 15 September lalu yang menuntut semua negara memberlakukan embargo senjata PBB yang dilanggar secara luas di Libya dan menarik semua tentara bayaran dari negara Afrika Utara itu. Resolusi itu juga memperpanjang misi politik PBB di Libya dan menyerukan pembicaraan politik dan gencatan senjata dalam perang, yang telah dikejar oleh PBB.

Satu celah mencolok bagi PBB adalah kegagalan untuk menggantikan mantan utusan utamanya, Ghassan Salame, yang mengundurkan diri pada Maret lalu, terutama sebagai akibat dari permintaan Amerika Serikat (AS) untuk membagi pekerjaannya menjadi dua. Resolusi yang diadopsi minggu lalu memang membaginya, menempatkan utusan khusus yang bertanggung jawab atas misi PBB untuk fokus pada mediasi dengan Libya dan pihak internasional untuk mengakhiri konflik serta menyediakan koordinator untuk bertanggung jawab atas operasi sehari-hari.

Tetapi menemukan pengganti yang dapat diterima oleh semua diplomat Dewan Keamanan terbukti sangat sulit.

Salah satu kemungkinannya adalah utusan tinggi Timur Tengah PBB saat ini, Nikolay Mladenov, mantan menteri luar negeri Bulgaria, kata diplomat PBB, berbicara dengan syarat anonim karena diskusi telah bersifat pribadi. Tetapi para diplomat mengatakan tiga anggota DK PBB dari Afrika - Arika Selatan, Niger dan Tunisia - menentangnya karena mereka menginginkan seorang dari Afrika dalam pekerjaan itu.

Sautter mengatakan Dewan Keamanan telah setuju bahwa akan ada utusan khusus. "Dan kami sangat membutuhkan kesepakatan tentang siapa yang akan menjadi (utusan khusus)," imbuhnya.
(ber)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1684 seconds (0.1#10.140)