Presiden Belarusia Tutup Perbatasan, Perintahkan Tentara Waspada
loading...
A
A
A
MINSK - Presiden Belarusia , Alexander Lukashenko, mengumumkan bahwa ia menempatkan pasukan dalam siaga tinggi dan menutup perbatasan negara dengan Polandia dan Lituania. Keputusan ini menggarisbawahi klaimnya yang berulang kali bahwa gelombang protes didorong oleh Barat.
Lukashenko terkepung oleh aksi protes massal selama enam minggu yang menuntut pengunduran dirinya. Ia juga menghadapi kritik yang meningkat dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).
Aksi protes itu dimulai setelah pemilihan presiden 9 Agustus yang menurut hasil resmi memberi pemimpin otoriter itu masa jabatan keenam, namun para penentangnya menyebut hasil tersebut telah dimanipulasi.
"Kami dipaksa untuk menarik pasukan dari jalan-jalan, membuat tentara waspada dan menutup perbatasan negara bagian di barat, terutama dengan Lituania dan Polandia," kata Lukashenko di forum wanita seperti dikutip dari The Associated Press, Jumat (18/9/2020).
Lukashenko juga mengatakan perbatasan Belarusia dengan Ukraina akan diperkuat.(Baca juga: Lukashenko: Barat Sudah Rencanakan Demonstrasi di Belarusia Selama 10 Tahun )
“Saya tidak ingin negara saya berperang. Selain itu, saya tidak ingin Belarusia dan Polandia, Lithuania berubah menjadi teater operasi militer di mana masalah kami tidak akan terselesaikan," ujarnya.
“Oleh karena itu, hari ini di depan aula orang-orang yang paling cantik, maju, dan patriotik ini saya ingin memohon kepada orang-orang di Lituania, Polandia, dan Ukraina - hentikan politisi gila Anda, jangan biarkan perang pecah!” serunya.
Ia tidak menyebut negara tetangga Latvia, yang seperti Polandia dan Lithuania adalah anggota NATO.
Hampir 7.000 orang ditahan dan ratusan dipukuli secara brutal oleh polisi selama beberapa hari pertama protes pasca pemilihan.(Baca juga: Uni Eropa Tidak Akui Lukashenko Presiden Belarusia )
Setelah penumpasan luas pada awal-awal aksi protes, otoritas Belarusia mengubah taktik dan mencoba untuk mengakhiri perbedaan pendapat dengan menahan secara selektif para demonstran dan pemenjaraan para pemimpin oposisi.
Lukashenko terkepung oleh aksi protes massal selama enam minggu yang menuntut pengunduran dirinya. Ia juga menghadapi kritik yang meningkat dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).
Aksi protes itu dimulai setelah pemilihan presiden 9 Agustus yang menurut hasil resmi memberi pemimpin otoriter itu masa jabatan keenam, namun para penentangnya menyebut hasil tersebut telah dimanipulasi.
"Kami dipaksa untuk menarik pasukan dari jalan-jalan, membuat tentara waspada dan menutup perbatasan negara bagian di barat, terutama dengan Lituania dan Polandia," kata Lukashenko di forum wanita seperti dikutip dari The Associated Press, Jumat (18/9/2020).
Lukashenko juga mengatakan perbatasan Belarusia dengan Ukraina akan diperkuat.(Baca juga: Lukashenko: Barat Sudah Rencanakan Demonstrasi di Belarusia Selama 10 Tahun )
“Saya tidak ingin negara saya berperang. Selain itu, saya tidak ingin Belarusia dan Polandia, Lithuania berubah menjadi teater operasi militer di mana masalah kami tidak akan terselesaikan," ujarnya.
“Oleh karena itu, hari ini di depan aula orang-orang yang paling cantik, maju, dan patriotik ini saya ingin memohon kepada orang-orang di Lituania, Polandia, dan Ukraina - hentikan politisi gila Anda, jangan biarkan perang pecah!” serunya.
Ia tidak menyebut negara tetangga Latvia, yang seperti Polandia dan Lithuania adalah anggota NATO.
Hampir 7.000 orang ditahan dan ratusan dipukuli secara brutal oleh polisi selama beberapa hari pertama protes pasca pemilihan.(Baca juga: Uni Eropa Tidak Akui Lukashenko Presiden Belarusia )
Setelah penumpasan luas pada awal-awal aksi protes, otoritas Belarusia mengubah taktik dan mencoba untuk mengakhiri perbedaan pendapat dengan menahan secara selektif para demonstran dan pemenjaraan para pemimpin oposisi.
(ber)