China Marah atas Dokumen Intelijen Lima Mata soal COVID-19

Senin, 04 Mei 2020 - 11:34 WIB
loading...
China Marah atas Dokumen...
Ilustrasi aliansi intelijen Five Eyes. Foto/Defense News
A A A
BEIJING - Pemerintah China mengekpresikan kemarahannya atas laporan media Australia yang memuat bocoran dokumen aliansi intelijen Five Eyes (Lima Mata). Bocoran dokumen 15 halaman itu salah satunya menyebut Beijing sengaja menghancurkan bukti wabah virus corona baru (COVID-19).

Pemerintah yang dikendalikan Partai Komunis China itu mengatakan publikasi tentang dokumen aliansi intelijen Lima Mata (Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru) dapat memperburuk ketegangan antara Beijing dan Canberra.

Luapan kemarahan itu keluar melalui media Partai Komunis China, The Global Times. Dalam laporannya, corong partai itu menulis bahwa outlet media Barat—khususnya yang di Australia—telah kehilangan profesionalisme dan independensi jurnalistik yang mereka nyatakan sendiri. "Dan sekarang melukai persahabatan yang mendalam antara kedua negara," tulis The Global Times dalam laporannya yang diterbitkan Minggu (3/5/2020).

“Beberapa elite media dan politik Australia telah kehilangan penilaian independen mereka atas kepentingan keseluruhan negara itu dan telah mengadopsi pendekatan yang dipimpin AS untuk mengotori Cina selama (pandemi) COVID-19. Mereka menyakiti persahabatan yang mendalam antara kedua bangsa dan kepentingan bersama yang telah lama bersatu," lanjut laporan itu Li Haidong, profesor Institute of International Relations of the China Foreign Affairs University. (Baca: Intelijen Lima Mata Tunjukkan Bagaimana China Tipu Dunia soal COVID-19 )

Reaksi Beijing ini dipicu media Australia, The Saturday Telegraph, yang menerbitkan bocoran dokumen setebal 15 halaman yang disusun oleh Australian Secret Intelligence Service untuk mitra intelijen Lima Mata di AS, Inggris, Selandia Baru, dan Kanada.

Laporan itu mengatakan penyembunyian China tentang COVID-19 pada awal-awal wabah adalah serangan terhadap transparansi internasional.

Dokumen itu menjelaskan bagaimana pihak berwenang China menutupi berita virus tersebut dengan membungkam para dokter whistleblower COVID-19 di negara tersebut.

"Sampel virus diperintahkan dihancurkan di laboratorium genomik, kios pasar satwa liar diputihkan, urutan genom tidak dibagikan secara publik, laboratorium Shanghai ditutup untuk 'perbaikan', artikel akademis menjadi sasaran tinjauan sebelumnya oleh Kementerian Sains dan Teknologi dan data pada 'pembawa diam' asimptomatik dirahasiakan," bunyi salah satu dokumen intelijen tersebut.

Dokumen itu juga menuduh pemerintah China menghancurkan bukti laboratorium dan menolak untuk bekerja sama dengan ilmuwan internasional yang mengerjakan vaksin.

Lebih lanjut, dokumen aliansi intelijen Lima Mata menyatakan penyangkalan China bahwa COVID-19 menular antar-manusia dan keterlambatannya dalam mengakui risiko tersebut kepada Organisasi Kesehatan Dunia membuat jutaan orang di Wuhan bebas bepergian dan menyebarkan penyakit mematikan itu.

Para pejabat intelijen Australia mengatakan laboratorium P4 di Institut Virologi Wuhan telah menyelidiki virus corona yang berasal dari kelelawar yang mematikan. (Baca juga: Heboh Dokumen Intelijen Lima Mata, Pakar Corona China Bantah Membelot )

Tetapi para ahli mencatat bahwa dokumen itu tidak memberikan bukti baru untuk melanjutkan kasus terhadap China.

Pemerintah Australia dan NATO secara resmi mengatakan kemungkinan besar virus itu berasal dari pasar basah Wuhan. Kantor Direktur Intelijen Nasional AS Richard Grenell juga mengatakan virus itu tidak dibuat di laboratorium.

"Seluruh komunitas intelijen telah secara konsisten memberikan dukungan kritis kepada para pembuat kebijakan AS dan mereka yang merespons virus COVID-19, yang berasal dari China," katanya.

“Komunitas intelijen juga sependapat dengan konsensus ilmiah yang luas bahwa virus COVID-19 bukan buatan manusia atau dimodifikasi secara genetis," ujarnya, seperti dikutip news.com.au, Senin (4/5/2020)

"Seperti yang kita lakukan dalam semua krisis, para ahli komunitas merespons dengan melonjaknya sumber daya dan menghasilkan intelijen kritis tentang isu-isu penting bagi keamanan nasional AS," paparnya.

"Komunitas intelijen akan terus memeriksa dengan teliti informasi yang muncul dan intelijen akan menentukan apakah wabah itu dimulai melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau apakah itu adalah hasil dari kecelakaan di laboratorium di Wuhan."

Seminggu lalu, media pemerintah di Beijing mengecam Perdana Menteri Australia Scott Morrison dengan menyatakan mengatakan dia pantas menerima "tamparan di wajah" karena mencoba menyalahkan China atas pandemi COVID-19. Beijing telah mengancam akan membiokot perjalanan dan perdagangan dengan Australia jika Canberra nekat menyerukan penyelidikan independen terhadap asal usul virus tersebut.

People's Daily, media yang dikendalikan negara China menuduh Perdana Menteri Morrisoan mencoba menggunakan seruan untuk penyelidikan itu guna menangkis kritik atas penanganannya terhadap kebakaran hutan dan krisis COVID-19 di negaranya.

"Pemerintah Morrison yang sangat bermasalah ingin menemukan jalan keluar bagi kemarahan publik domestik," bunyi laporan tersebut. "Mereka menggunakan trik lama untuk mencoba dan menyalahkan China."
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1734 seconds (0.1#10.140)