Kampanye Pilpres AS Memanas, Trump Sebut Biden Bodoh
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meledek rivalnya dalam pemilihan presiden (pilpres) 2020, Joe Biden , dengan menyebutnya "bodoh". Kampanye kedua kubu memanas ketika keduanya memasuki homestretch tradisional mereka pada liburan Hari Buruh AS.
Trump menggambarkan Biden sebagai ancaman bagi ekonomi Amerika. Sedangkan Biden mengecam Trump yang dilaporkan media telah menghina pasukan Amerika yang gugur dalam Perang Dunia (PD) I. (Baca: Kutip Hadis Nabi Muhammad, Biden Ingin Sekolah AS Ajarkan Islam )
"Biden dan pasangannya yang sangat liberal (Kamala Harris), omong-omong, orang paling liberal di Kongres—bukanlah orang yang kompeten menurut saya, akan menghancurkan negara ini dan akan menghancurkan ekonomi negara ini," kata Trump, dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih.
Selain mengumpat Biden sebagai sosok yang "bodoh", Trump sering menyebut mantan wakil presiden era Obama itu dengan sebutan "Sleepy Joe".
Trump tak terima dengan laporan di The Atlantic yang mengatakan dia menyebut tentara AS yang gugur dalam PD I sebagai pecundang. Menurutnya, laporan itu sebagai "sebuah hoax". (Baca: Trump: Biden Jadi Presiden, Revolusi Akan Terjadi di AS )
Laporan media itu telah mendominasi liputan berita selama berhari-hari dan mengancam dukungan Trump di antara para veteran dan anggota militer, blok pemungutan suara utama pilpres Amerika.
"Tidak ada orang yang lebih terhormat, tidak hanya militer kami, tetapi untuk orang-orang yang memberikan nyawa mereka di militer," kata Trump.
Biden mengutip pernyataan yang dilaporkan saat berkampanye di negara bagian medan pertempuran pilpres, Pennsylvania.
Mengacu pada putranya, Beau Biden, yang bertugas di Irak sebagai anggota Garda Nasional Delaware dan meninggal karena kanker otak pada 2015, dia berkata; "Beau bukanlah pecundang atau bodoh...Dia melayani dengan para pahlawan." (Baca: Trump Tantang Biden Lakukan Tes Narkoba sebelum Debat )
Kunjungan Biden ke Pennsylvania pada hari Senin memulai kesibukan perjalanan ke negara-negara bagian yang bertempur minggu ini oleh Biden dan Trump karena beberapa jajak pendapat menunjukkan perlombaan semakin ketat dengan waktu kurang dari 60 hari hingga pemilihan 3 November.
Trump menggambarkan Biden sebagai ancaman bagi ekonomi Amerika. Sedangkan Biden mengecam Trump yang dilaporkan media telah menghina pasukan Amerika yang gugur dalam Perang Dunia (PD) I. (Baca: Kutip Hadis Nabi Muhammad, Biden Ingin Sekolah AS Ajarkan Islam )
"Biden dan pasangannya yang sangat liberal (Kamala Harris), omong-omong, orang paling liberal di Kongres—bukanlah orang yang kompeten menurut saya, akan menghancurkan negara ini dan akan menghancurkan ekonomi negara ini," kata Trump, dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih.
Selain mengumpat Biden sebagai sosok yang "bodoh", Trump sering menyebut mantan wakil presiden era Obama itu dengan sebutan "Sleepy Joe".
Trump tak terima dengan laporan di The Atlantic yang mengatakan dia menyebut tentara AS yang gugur dalam PD I sebagai pecundang. Menurutnya, laporan itu sebagai "sebuah hoax". (Baca: Trump: Biden Jadi Presiden, Revolusi Akan Terjadi di AS )
Laporan media itu telah mendominasi liputan berita selama berhari-hari dan mengancam dukungan Trump di antara para veteran dan anggota militer, blok pemungutan suara utama pilpres Amerika.
"Tidak ada orang yang lebih terhormat, tidak hanya militer kami, tetapi untuk orang-orang yang memberikan nyawa mereka di militer," kata Trump.
Biden mengutip pernyataan yang dilaporkan saat berkampanye di negara bagian medan pertempuran pilpres, Pennsylvania.
Mengacu pada putranya, Beau Biden, yang bertugas di Irak sebagai anggota Garda Nasional Delaware dan meninggal karena kanker otak pada 2015, dia berkata; "Beau bukanlah pecundang atau bodoh...Dia melayani dengan para pahlawan." (Baca: Trump Tantang Biden Lakukan Tes Narkoba sebelum Debat )
Kunjungan Biden ke Pennsylvania pada hari Senin memulai kesibukan perjalanan ke negara-negara bagian yang bertempur minggu ini oleh Biden dan Trump karena beberapa jajak pendapat menunjukkan perlombaan semakin ketat dengan waktu kurang dari 60 hari hingga pemilihan 3 November.