Belum Ada Tanda-Tanda Puncak Pandemi, Krisis Covid-19 India Memburuk
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Kasus infeksi virus corona (Covid-19) di India semakin memburuk dan memicu kekhawatiran banyak pihak mengenai kesiap-siagaan para petugas medis. Kasus corona di India melonjak melewati 4,2 juta kemarin sehingga mengambil alih posisi Brasil sebagai negara dengan jumlah kasus tertinggi kedua di dunia.
Dengan 4.204.613 kasus infeksi virus corona, India memiliki hampir 70.000 kasus Covid-19 lebih banyak dibandingkan Brasil. India , dengan rekor kasus harian Covid-19 sebanyak 90.802 kasus juga memiliki beban kasus virus korona yang tumbuh paling cepat. (Baca: PSG Ingin Jadikan Lionel Messi Trisula Mematikan)
Sementara Amerika Serikat, dengan lebih dari enam juta kasus, tetap menjadi negara yang paling parah terkena dampak wabah corona. Namun demikian, tingkat kematian akibat corona di India sejauh ini relatif rendah, tetapi negara itu telah mencatat lebih dari 1.000 kematian per hari dalam lima hari terakhir. Kementerian kesehatan India mengatakan 1.016 orang meninggal karena COVID-19, sehingga total kematian menjadi 71.642 kasus.
Para pakar mengungkapkan, belum ada tanda-tanda puncak kasus corona di India, baik di New Delhi atau pun Mumbai. Apalagi, banyak kawasan di India yang memiliki keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan.
“Tantangan semakin berat saat ini,” kata Rajib Dasgupta, pakar kesehatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, kepada Reuters. “Kasus korona di kawasan kota menunjukkan penurunan, justru di pedesaan yang terus menurun,” paparnya.
India mengungkapkan, kenaikan jumlah kasus merefleksikan efektivitas tes Covid-19 . India telah melakukan pengujian sebanyak 10 juta orang setiap harinya. Selain itu, jumlah pasien yang sembuh juga menunjukkan kenaikan. Tingkat pelacakan dan perawatan pasien juga bekerja dengan baik. New Delhi mengklaim, situasi saat ini sudah bisa dikendalikan. (Baca juga: Gegara Resesi, Singapura Tak Ramah Pada TKA)
Jumlah komuter di New Delhi juga menunjukkan peningkatan seiring dengan layanan kereta yang sudah kembali normal. Restoran dan bar juga kembali di buka di New Delhi. Layanan kereta di Ahmedabad juga sudah mulai beroperasi setelah mengalami penutupan selama enam bulan.
Pakar virus Shahid Jameel, pemimpin Wellcome Trust/DBT India Alliance, mengungkapkan kunci utama tingkat pertumbuhan kasus corona menunjukkan hal yang membahayakan. “Selama dua pekan terakhir, rata-rata peningkatan kasus mencapai 65.000 per hari hingga 83.000 kasus per hari,” kata Jameel.
Sementara itu, kasus virus corona mengalami peningkatan di 22 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat (AS). Itu mengkhawatirkan karena warga AS sudah mulai kembali normal menjalani berbagai pesta dan berkumpul dengan keluarga menjelang akhir musim panas. Sebagian besar 22 kasus di negara bagian yang meningkat umumnya bukan wilayah dengan penduduk padat. (Baca juga: Bisnis Esek-Esek Terancam Tinggal Cerita Gara-Gara Teledildonik)
Kasus korona mengalami peningkatan tajam di Hawaii, Illinois dan South Dakota. South Dakota mengalami kenaikan tajam dalam dua pekan terakhir mencapai 126% dengan kasus baru mencapai 3.700 kasus. Petugas kesehatan mengatakan, itu berkaitan ribuan pemotor yang memadati Sturgin, South Dakota pada pawai tahunan di Agustus lalu.
Kasus meningkat tajam di Iowa dengan 13.600 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Di North Dakota, jumlah kasus baru mencapai 3.600 kasus baru. Sedangkan infeksi baru di California, Florida dan Texas justru mengalami penurunan.
Sementara itu, para ilmuwan mengungkapkan tes tes yang digunakan untuk mendiagnosis virus corona sangat sensitif sehingga bisa mendeteksi fragmen virus yang sudah mati dari infeksi lama. Kebanyakan orang yang terkena virus corona, hanya bisa menularkan penyakit selama sekitar satu minggu, tetapi hasil tesnya dapat menunjukkan ia masih positif Covid-19 beberapa minggu setelahnya.
Para peneliti mengatakan ini bisa mengarah pada perkiraan berlebihan terkait skala pandemi saat ini. Tetapi beberapa ahli mengatakan, tidak tahu pasti bagaimana tes yang andal dapat diproduksi, yang tidak menyebabkan kasus-kasus aktif tak terdeteksi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Prof Carl Heneghan, salah satu yang terlibat dari studi itu, mengatakan alih-alih memberikan hasil "ya / tidak" berdasarkan apakah ada virus yang terdeteksi, tes harus memiliki ambang batas sehingga jumlah virus yang sangat kecil, tidak memicu hasil positif. Dia meyakini jejak virus lama yang terdeteksi dapat sedikit menjelaskan mengapa jumlah kasus positif meningkat sementara angka perawatan di rumah sakit tetap stabil.
The Centre for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford meninjau bukti dari 25 studi, yang memasukkan spesimen virus dari tes positif ke dalam cawan petri untuk melihat apakah virus itu akan berkembang. Metode "kultur virus" (untuk melihat apa virus masih bisa menginfeksi) dapat menunjukkan apakah hasil tes positif telah mendeteksi virus aktif yang dapat berkembang biak dan menyebar, atau hanya fragmen virus mati yang tidak akan tumbuh di laboratorium atau pada manusia.
Heneghan tidak mungkin untuk memeriksa setiap tes untuk melihat apakah ada virus aktif, kemungkinan hasil positif palsu dapat dikurangi jika para ilmuwan dapat menentukan di mana titik batas seharusnya. Dia mengatakan itu akan membuat orang-orang tidak mengkarantina atau melacak kontak yang tidak perlu, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang skala pandemi saat ini. (Lihat videonya: Inilah Kriteria Wanita yang Dirindukan Surga)
Peter Openshaw dari Imperial College London mengatakan tes korona merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi materi genetik virus yang tersisa. "Ini bukan bukti dari infektivitas," katanya. Tetapi konsensus klinis yang ada adalah bahwa pasien "sangat tidak mungkin menularkan penyakit setelah hari ke-10 infeksi". (Andika H Mustaqim)
Dengan 4.204.613 kasus infeksi virus corona, India memiliki hampir 70.000 kasus Covid-19 lebih banyak dibandingkan Brasil. India , dengan rekor kasus harian Covid-19 sebanyak 90.802 kasus juga memiliki beban kasus virus korona yang tumbuh paling cepat. (Baca: PSG Ingin Jadikan Lionel Messi Trisula Mematikan)
Sementara Amerika Serikat, dengan lebih dari enam juta kasus, tetap menjadi negara yang paling parah terkena dampak wabah corona. Namun demikian, tingkat kematian akibat corona di India sejauh ini relatif rendah, tetapi negara itu telah mencatat lebih dari 1.000 kematian per hari dalam lima hari terakhir. Kementerian kesehatan India mengatakan 1.016 orang meninggal karena COVID-19, sehingga total kematian menjadi 71.642 kasus.
Para pakar mengungkapkan, belum ada tanda-tanda puncak kasus corona di India, baik di New Delhi atau pun Mumbai. Apalagi, banyak kawasan di India yang memiliki keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan.
“Tantangan semakin berat saat ini,” kata Rajib Dasgupta, pakar kesehatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, kepada Reuters. “Kasus korona di kawasan kota menunjukkan penurunan, justru di pedesaan yang terus menurun,” paparnya.
India mengungkapkan, kenaikan jumlah kasus merefleksikan efektivitas tes Covid-19 . India telah melakukan pengujian sebanyak 10 juta orang setiap harinya. Selain itu, jumlah pasien yang sembuh juga menunjukkan kenaikan. Tingkat pelacakan dan perawatan pasien juga bekerja dengan baik. New Delhi mengklaim, situasi saat ini sudah bisa dikendalikan. (Baca juga: Gegara Resesi, Singapura Tak Ramah Pada TKA)
Jumlah komuter di New Delhi juga menunjukkan peningkatan seiring dengan layanan kereta yang sudah kembali normal. Restoran dan bar juga kembali di buka di New Delhi. Layanan kereta di Ahmedabad juga sudah mulai beroperasi setelah mengalami penutupan selama enam bulan.
Pakar virus Shahid Jameel, pemimpin Wellcome Trust/DBT India Alliance, mengungkapkan kunci utama tingkat pertumbuhan kasus corona menunjukkan hal yang membahayakan. “Selama dua pekan terakhir, rata-rata peningkatan kasus mencapai 65.000 per hari hingga 83.000 kasus per hari,” kata Jameel.
Sementara itu, kasus virus corona mengalami peningkatan di 22 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat (AS). Itu mengkhawatirkan karena warga AS sudah mulai kembali normal menjalani berbagai pesta dan berkumpul dengan keluarga menjelang akhir musim panas. Sebagian besar 22 kasus di negara bagian yang meningkat umumnya bukan wilayah dengan penduduk padat. (Baca juga: Bisnis Esek-Esek Terancam Tinggal Cerita Gara-Gara Teledildonik)
Kasus korona mengalami peningkatan tajam di Hawaii, Illinois dan South Dakota. South Dakota mengalami kenaikan tajam dalam dua pekan terakhir mencapai 126% dengan kasus baru mencapai 3.700 kasus. Petugas kesehatan mengatakan, itu berkaitan ribuan pemotor yang memadati Sturgin, South Dakota pada pawai tahunan di Agustus lalu.
Kasus meningkat tajam di Iowa dengan 13.600 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Di North Dakota, jumlah kasus baru mencapai 3.600 kasus baru. Sedangkan infeksi baru di California, Florida dan Texas justru mengalami penurunan.
Sementara itu, para ilmuwan mengungkapkan tes tes yang digunakan untuk mendiagnosis virus corona sangat sensitif sehingga bisa mendeteksi fragmen virus yang sudah mati dari infeksi lama. Kebanyakan orang yang terkena virus corona, hanya bisa menularkan penyakit selama sekitar satu minggu, tetapi hasil tesnya dapat menunjukkan ia masih positif Covid-19 beberapa minggu setelahnya.
Para peneliti mengatakan ini bisa mengarah pada perkiraan berlebihan terkait skala pandemi saat ini. Tetapi beberapa ahli mengatakan, tidak tahu pasti bagaimana tes yang andal dapat diproduksi, yang tidak menyebabkan kasus-kasus aktif tak terdeteksi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Prof Carl Heneghan, salah satu yang terlibat dari studi itu, mengatakan alih-alih memberikan hasil "ya / tidak" berdasarkan apakah ada virus yang terdeteksi, tes harus memiliki ambang batas sehingga jumlah virus yang sangat kecil, tidak memicu hasil positif. Dia meyakini jejak virus lama yang terdeteksi dapat sedikit menjelaskan mengapa jumlah kasus positif meningkat sementara angka perawatan di rumah sakit tetap stabil.
The Centre for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford meninjau bukti dari 25 studi, yang memasukkan spesimen virus dari tes positif ke dalam cawan petri untuk melihat apakah virus itu akan berkembang. Metode "kultur virus" (untuk melihat apa virus masih bisa menginfeksi) dapat menunjukkan apakah hasil tes positif telah mendeteksi virus aktif yang dapat berkembang biak dan menyebar, atau hanya fragmen virus mati yang tidak akan tumbuh di laboratorium atau pada manusia.
Heneghan tidak mungkin untuk memeriksa setiap tes untuk melihat apakah ada virus aktif, kemungkinan hasil positif palsu dapat dikurangi jika para ilmuwan dapat menentukan di mana titik batas seharusnya. Dia mengatakan itu akan membuat orang-orang tidak mengkarantina atau melacak kontak yang tidak perlu, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang skala pandemi saat ini. (Lihat videonya: Inilah Kriteria Wanita yang Dirindukan Surga)
Peter Openshaw dari Imperial College London mengatakan tes korona merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi materi genetik virus yang tersisa. "Ini bukan bukti dari infektivitas," katanya. Tetapi konsensus klinis yang ada adalah bahwa pasien "sangat tidak mungkin menularkan penyakit setelah hari ke-10 infeksi". (Andika H Mustaqim)
(ysw)