Para Seniman Arab Boikot UEA karena Normalisasi Hubungan dengan Israel

Jum'at, 04 September 2020 - 14:23 WIB
loading...
Para Seniman Arab Boikot UEA karena Normalisasi Hubungan dengan Israel
Para warga Palestina memprotes langkah Uni Emirat Arab menormalkan hubungan dengan Israel.Foto/REUTERS
A A A
ABU DHABI - Langkah Uni Emirat Arab (UEA) mengejar normalisasi hubungan dengan Israel telah memicu reaksi keras dari para seniman dan intelektual Arab. Mereka memboikot penghargaan dan acara budaya yang didukung Emirat dengan alasan mendukung perjuangan Palestina.

"Saya mengumumkan bahwa saya menarik diri dari pameran Anda," tulis fotografer Palestina Mohamed Badarne untuk Sharjah Art Foundation, yang berbasis di salah satu dari tujuh emirat yang membentuk UEA.

"Sebagai orang di bawah pendudukan, kami harus mengambil sikap terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan rekonsiliasi dengan penjajah (Israel)," kata Badarne yang berbasis di Berlin kepada AFP, Jumat (4/9/2020). (Baca: Normalisasi Hubungan dengan Israel, Khamenei Sebut UEA Pengkhianat )

UEA bulan lalu setuju untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel dalam kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat (AS), yang menjadikannya negara Teluk pertama dan negara Arab ketiga yang melakukannya.

Perjanjian tersebut dikecam oleh Palestina sebagai "tikaman dari belakang", dan memicu protes yang meluas.

Banyak warga Palestina melihat kesepakatan itu sebagai pengkhianatan, melanggar konsensus bahwa normalisasi dengan Israel hanya diperbolehkan setelah masalah Palestina diselesaikan.

Menteri Kebudayaan Palestina Atef Abu Seif mendesak para intelektual Arab untuk menentang keputusan yang memperkuat Israel.

Tokoh budaya dari Aljazair, Irak, Oman dan Tunisia—serta UEA sendiri—mengutuk kesepakatan tersebut. (Baca: Makin Mesra, UEA Terima Kunjungan Delegasi Israel dan AS )

"Hari yang menyedihkan dan bencana," tulis penulis Emirat, Dhabiya Khamis, menyusul pengumuman mengejutkan dari Presiden AS Donald Trump tentang kesepakatan itu pada 13 Agustus.

"Tidak untuk normalisasi antara Israel dan Emirat serta negara-negara Teluk Arab!," lanjut Khamis. "Israel adalah musuh seluruh bangsa Arab."

UEA dalam beberapa tahun terakhir telah menginvestasikan banyak uang dalam budaya, termasuk Louvre Abu Dhabi, cabang dari museum Paris yang ikonik, yang dibuka pada 2017.

Negara Teluk yang kaya minyak itu juga mendanai beberapa penghargaan sastra, seperti The Sheikh Zayed Book Prize, yang diambil dari nama mantan presiden Emirat, yang membagikan medali emas dan hadiah uang tunai dengan total sekitar USD1,9 juta setiap tahun.

Penulis Maroko; Zohra Ramij, telah mengumumkan penarikan novel terbarunya dari kompetisi, sementara penyair Maroko; Mohamed Bennis, mengundurkan diri dari panitia penyelenggara.

"Merupakan dosa untuk mendapatkan hadiah Emirat," kata penulis Palestina Ahmed Abu Salim, yang menarik dirinya dari International Prize for Arabic Fiction (IPAF). (Baca juga: Megawati Klaim Masih Ada yang Memanas-manasi Maju Pilpres )

Kompetisi yang dimulai pada 2007 dan dibimbing oleh Booker Prize Foundation di London ini didanai oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Abu Dhabi.

Kompetisi ini memberikan USD50.000 kepada pemenang dan masing-masing USD10.000 untuk mereka yang terpilih.

"Saya adalah pendukung intelektual perjuangan Palestina, berapa pun harga yang harus dibayar," kata Salim kepada AFP.

Beberapa mantan pemenang hadiah dan anggota juri, termasuk intelektual Palestina Khaled Hroub, menulis surat terbuka kepada wali IPAF menuntut penghentian pendanaan Emirat.

"Kami meminta Dewan Pengawas saat ini untuk memikul tanggung jawab budaya historisnya dalam melindungi penghargaan dengan mengakhiri pendanaan Emirat, untuk menjaga kredibilitas dan kemerdekaan penghargaan," bunyi surat itu.

IPAF belum menanggapi permintaan komentar.

Omar Barghouti, tokoh Palestina yang merupakan salah satu pendiri gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) Israel, mengatakan boikot semacam itu adalah respons alami dan patriotik dari para intelektual Arab.

Israel melihat gerakan yang mendorong tindakan BDS sebagai "perlawanan sipil" terhadap negara Yahudi, sebagai ancaman strategis, dan menuduh pendukung gerakan BDS sebagai pro anti-Semitisme.

UEA pekan lalu mencabut undang-undang tahun 1972 yang mengamanatkan pemboikotan negara Israel dan produk-produknya.

Penyair Palestina Ali Mawassi mengatakan bahwa meskipun negara UEA menormalisasi hubungan dengan Israel, warganya tidak harus melakukan hal yang sama.

"Puluhan tahun setelah Yordania dan Mesir berdamai dengan Israel, banyak seniman Mesir dan Yordania masih menolak untuk berhubungan dengan apapun yang berhubungan dengan Israel," kata Mawassi.

Tapi, kata Mawassi, seniman lain tetap dirayu dengan uang tunai. "Ada banyak seniman yang akan diam...untuk memanfaatkan peluang yang diberikan oleh uang Emirat," katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1026 seconds (0.1#10.140)