Mengenal Sabrina Saadi, Polwan Muslim Berjilbab Pertama Israel
A
A
A
KAFR KANNA - Mayor Sabrina Saadi, nama polisi wanita (polwan) Muslim di Israel Ini. Dia menjadi petugas polisi berjilbab pertama di negara mayoritas Yahudi tersebut.
Mayor Saadi bertugas sebagai penyelidik senior di Divisi Pemuda Departemen Kepolisian Kafr Kanna di Distrik Utara Israel.
Saadi lahir dan dibesarkan di kota Basmat Tab'un yang didominasi orang Badui di Israel Utara. Dia mengenyam pendidikan di sekolah menengah bergengsi di Haifa, tempat ia menyelesaikan ujian matrikulasi. Dia kemudian menjadi sukarelawan untuk Layanan Nasional di Distrik Kepolisian Pesisir.
Setelah menyelesaikan Layanan Nasional-nya, dia tidak dapat mendaftar di kepolisian karena dia tidak memenuhi standar kualifikasi.
Namun, tiba-tiba Saadi menerima panggilan telepon dari Wakil Direktur Kepolisian Israel Jamal Kharkash, yang memberi tahu dia bahwa standar telah berubah sehubungan dengan masuknya wanita Muslim yang religius. Perubahan aturan itulah yang memungkinkannya untuk mendaftar dalam kursus kepolisian dan kursus penelitian di National Police College.
Setelah menyelesaikan kursus, ia direkrut sebagai petugas polisi di Kafr Kanna, wilayah yang mencakup banyak permukiman dengan jumlah penduduk sekitar 60.000 orang. Saadi adalah penyelidik utama di kantor baru. Dia berkerja dengan dua inspektur muda lainnya.
"Saya tumbuh di sebuah rumah keagamaan Muslim, ibu saya sangat religius dan seperti saya salat lima kali sehari, mengenakan jilbab. Saya lajang dan tinggal bersama keluarga saya di desa. Saya ingin mengirim pesan kepada wanita Muslim religus seperti saya. Kepolisian adalah rumah yang baik bagi Anda. Organisasi ini memungkinkan Anda untuk bergerak maju, membuktikan diri dan merasa setara," kata Saadi, seperti dikutip The Jerusalem Post, Jumat (21/2/2020).
Terlepas dari keberhasilannya, mencapai titik ini adalah perjuangan untuk Saadi, yang mencatat bahwa dia menerima beberapa kritik dari anggota keluarga dan penduduk desanya. Dia juga menerima ancaman. "Pada awal perekrutan, ada ancaman untuk menyakiti saya. Semua ancaman melalui Facebook. Saya tidak takut, saya hidup dengan iman saya dan tidak menyakiti siapa pun. Saya hanya takut pada Tuhan," ujar Saadi.
Beberapa pria Muslim religius juga bereaksi terhadap gagasan Saadi dalam seragam polisinya. Beberapa dari mereka bersikeras bahwa Saadi harus tinggal di rumah.
Kepala Polisi Distrik Utara Shimon Lavi memuji pentingnya kebijakan merekrut wanita Arab. "Distrik Utara mempromosikan perekrutan wanita dari sekte Arab ke dalam layanan, dalam semua berbagai peran kepolisian dan promosi, memenuhi peran operasional dan komando pada inti dari organisasi," katanya.
Dalam hal pekerjaannya yang sebenarnya, Saadi berfokus pada kejahatan kekerasan dan internet. "Sebagai penyelidik muda, saya harus terus meningkatkan teknologi, bergerak maju dan belajar," ujarnya.
Ketika ditanya tentang mimpi terbesarnya, dia mengatakan; "Pergi haji ke Makkah sebagai petugas polisi Israel pertama."
Mayor Saadi bertugas sebagai penyelidik senior di Divisi Pemuda Departemen Kepolisian Kafr Kanna di Distrik Utara Israel.
Saadi lahir dan dibesarkan di kota Basmat Tab'un yang didominasi orang Badui di Israel Utara. Dia mengenyam pendidikan di sekolah menengah bergengsi di Haifa, tempat ia menyelesaikan ujian matrikulasi. Dia kemudian menjadi sukarelawan untuk Layanan Nasional di Distrik Kepolisian Pesisir.
Setelah menyelesaikan Layanan Nasional-nya, dia tidak dapat mendaftar di kepolisian karena dia tidak memenuhi standar kualifikasi.
Namun, tiba-tiba Saadi menerima panggilan telepon dari Wakil Direktur Kepolisian Israel Jamal Kharkash, yang memberi tahu dia bahwa standar telah berubah sehubungan dengan masuknya wanita Muslim yang religius. Perubahan aturan itulah yang memungkinkannya untuk mendaftar dalam kursus kepolisian dan kursus penelitian di National Police College.
Setelah menyelesaikan kursus, ia direkrut sebagai petugas polisi di Kafr Kanna, wilayah yang mencakup banyak permukiman dengan jumlah penduduk sekitar 60.000 orang. Saadi adalah penyelidik utama di kantor baru. Dia berkerja dengan dua inspektur muda lainnya.
"Saya tumbuh di sebuah rumah keagamaan Muslim, ibu saya sangat religius dan seperti saya salat lima kali sehari, mengenakan jilbab. Saya lajang dan tinggal bersama keluarga saya di desa. Saya ingin mengirim pesan kepada wanita Muslim religus seperti saya. Kepolisian adalah rumah yang baik bagi Anda. Organisasi ini memungkinkan Anda untuk bergerak maju, membuktikan diri dan merasa setara," kata Saadi, seperti dikutip The Jerusalem Post, Jumat (21/2/2020).
Terlepas dari keberhasilannya, mencapai titik ini adalah perjuangan untuk Saadi, yang mencatat bahwa dia menerima beberapa kritik dari anggota keluarga dan penduduk desanya. Dia juga menerima ancaman. "Pada awal perekrutan, ada ancaman untuk menyakiti saya. Semua ancaman melalui Facebook. Saya tidak takut, saya hidup dengan iman saya dan tidak menyakiti siapa pun. Saya hanya takut pada Tuhan," ujar Saadi.
Beberapa pria Muslim religius juga bereaksi terhadap gagasan Saadi dalam seragam polisinya. Beberapa dari mereka bersikeras bahwa Saadi harus tinggal di rumah.
Kepala Polisi Distrik Utara Shimon Lavi memuji pentingnya kebijakan merekrut wanita Arab. "Distrik Utara mempromosikan perekrutan wanita dari sekte Arab ke dalam layanan, dalam semua berbagai peran kepolisian dan promosi, memenuhi peran operasional dan komando pada inti dari organisasi," katanya.
Dalam hal pekerjaannya yang sebenarnya, Saadi berfokus pada kejahatan kekerasan dan internet. "Sebagai penyelidik muda, saya harus terus meningkatkan teknologi, bergerak maju dan belajar," ujarnya.
Ketika ditanya tentang mimpi terbesarnya, dia mengatakan; "Pergi haji ke Makkah sebagai petugas polisi Israel pertama."
(mas)