Netanyahu: Palestina Tidak Boleh Punya Hak Veto Atas Kesepakatan Arab-Israel
loading...
A
A
A
NEW YORK - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji apa yang disebutnya sebagai kesepakatan normalisasi baru-baru ini antara negara Zionis itu dengan negara-negara Arab. Ia pun menekankan bahwa Palestina tidak boleh memiliki "veto" atas perjanjian tersebut.
Berbicara di hadapan Majelis Umum PBB pada Jumat pagi, Netanyahu memuji prospek hubungan formal antara Israel dan Arab Saudi, dan menggarisbawahi peran Amerika Serikat (AS) dalam upaya menengahi perjanjian antara kedua negara.
Netanyahu menguraikan apa yang disebutnya sebagai visinya untuk “perdamaian” di Timur Tengah, di mana negara-negara Arab akan merangkul Israel terlepas dari masalah Palestina.
“Saya sudah lama berupaya berdamai dengan Palestina. Tapi saya juga percaya bahwa kita tidak boleh memberikan hak veto kepada Palestina atas perjanjian perdamaian baru dengan negara-negara Arab,” katanya.
“Rakyat Palestina bisa mendapatkan manfaat besar dari perdamaian yang lebih luas. Mereka harus menjadi bagian dari proses tersebut, namun mereka tidak boleh mempunyai hak veto atas proses tersebut,” tegas Netanyahu seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (23/9/2023).
Hanya sedikit negara Arab yang mengakui Israel sejak berdirinya negara tersebut pada tahun 1948, namun pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump membantu mengamankan perjanjian untuk membangun hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko pada tahun 2020.
Sudan juga setuju untuk bergabung dengan kesepakatan normalisasi, yang secara resmi dikenal sebagai Kesepakatan Abraham (Abraham Accord).
Sebelumnya, sebagian besar wilayah di kawasan ini telah mengkondisikan pengakuan Israel atas pendirian negara Palestina yang layak dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sebagaimana diartikulasikan dalam Inisiatif Perdamaian Arab.
Rencana tersebut juga menyerukan untuk menemukan solusi yang adil terhadap penderitaan para pengungsi Palestina.
Berbicara di hadapan Majelis Umum PBB pada Jumat pagi, Netanyahu memuji prospek hubungan formal antara Israel dan Arab Saudi, dan menggarisbawahi peran Amerika Serikat (AS) dalam upaya menengahi perjanjian antara kedua negara.
Netanyahu menguraikan apa yang disebutnya sebagai visinya untuk “perdamaian” di Timur Tengah, di mana negara-negara Arab akan merangkul Israel terlepas dari masalah Palestina.
“Saya sudah lama berupaya berdamai dengan Palestina. Tapi saya juga percaya bahwa kita tidak boleh memberikan hak veto kepada Palestina atas perjanjian perdamaian baru dengan negara-negara Arab,” katanya.
“Rakyat Palestina bisa mendapatkan manfaat besar dari perdamaian yang lebih luas. Mereka harus menjadi bagian dari proses tersebut, namun mereka tidak boleh mempunyai hak veto atas proses tersebut,” tegas Netanyahu seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (23/9/2023).
Hanya sedikit negara Arab yang mengakui Israel sejak berdirinya negara tersebut pada tahun 1948, namun pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump membantu mengamankan perjanjian untuk membangun hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko pada tahun 2020.
Sudan juga setuju untuk bergabung dengan kesepakatan normalisasi, yang secara resmi dikenal sebagai Kesepakatan Abraham (Abraham Accord).
Sebelumnya, sebagian besar wilayah di kawasan ini telah mengkondisikan pengakuan Israel atas pendirian negara Palestina yang layak dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sebagaimana diartikulasikan dalam Inisiatif Perdamaian Arab.
Rencana tersebut juga menyerukan untuk menemukan solusi yang adil terhadap penderitaan para pengungsi Palestina.
(ian)