Giliran Australia Gagal Bendung Resesi Akibat Pandemi Corona
loading...
A
A
A
Bank of England menyatakan daya beli masyarakat seperti makan di restoran, menonton konser, atau menonton pertandingan sepak bola merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi Inggris dibandingkan negara Eropa lain. Dengan demikian, tak heran jika Inggris menderita resesi akibat lockdown.
Pasar Saham Cemas
Pasar saham di dunia selalu ditutup dengan penuh kecemasan belakangan ini. Alasannya, Covid-19 terus menyebar, terutama di China, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Iran, dan Singapura. Tanda gejala resesi mulai menguat karena kondisi ekonomi dunia yang kurang “sehat” setelah terpukul akibat perang dagang. (Baca juga: Dilanda Kekeringan, Petani di Bogor Diminta Urus Klaim Asuransi)
Jepang yang bersikap hati-hati sejak awal kemunculan Covid-19 pada awal tahun ini juga tak dapat menghindari dampak ekonomi yang ditimbulkan. Pergerakan saham di Jepang mengalami kemerosotan tajam akibat reaksi negatif pasar Asia terhadap dunia. Indeks Nikkei 225 turun sekitar 4,5% pada awal 2020.
Perusahaan Jepang yang bergantung pada rantai pasokan dunia menelan kerugian paling besar. Saham Toyota Motor turun sebesar 3,7%, sedangkan Uniqlo yang mengambil barang dari pabrik China anjlok 4,2%. Jika terus berlanjut, produk domestik bruto (PDB) Jepang akan terus turun pada sisa akhir tahun ini.
Dengan kondisi yang tak kunjung baik, Bank of Japan (BOJ) berencana melonggarkan kebijakan moneter untuk memitigasi dampak ekonomi di tingkat nasional dan global. “Jika tidak diantisipasi, dampaknya besar, tidak hanya terhadap Jepang, tapi juga dunia,” ujar Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, dikutip Asahi.
Sama seperti Jepang, kekuatan ekonomi terbesar di Eropa, Jerman, juga patut cemas. Setelah terseret pabrik-pabrik yang lumpuh akibat terlilit utang, Jerman kini kembali menghadapi sentimen ekonomi. Berdasarkan Indikator ZEW, ekonom pesimis dengan prospek pertumbuhan ekonomi Jerman pada tahun ini.
Tingkat pertumbuhan ekonomi China dan India juga melambat. Ahli ekonomi dari Bank of America, Ethan Harris, mengatakan negara di Asia harus siap mengantisipasi dampak wabah Covid-19 yang akan memperburuk keadaan setelah dunia dihantam ketidakpastian akibat perang dagang antara AS dan China. (Lihat videonya: Lonjakan Pasien Corona di RSUP Persahabatan Jakarta Timur)
“Ekuitas global baru saja pulih setelah AS dan China melakukan ‘gencatan senjata’, tapi perusahaan yang bergantung pada pasokan global akan kembali menghadapi ketidakpastian,” beber Harris, dilansir CNN. Tapi, dia meragukan kemampuan ekonomi dunia dalam menahan guncangan virus mematikan tersebut.
Ahli ekonomi dari CMC Markets, Margaret Yan, menilai ekonomi dunia pada Q1 tahun ini tidak akan mampu diselamatkan. “Mereka mungkin kecewa, tapi sementara. Bank-bank sentral di dunia akan siap menyuntikkan likuiditas dan mengurangi suku bunga untuk melindungi ekonomi agar tidak runtuh,” katanya. (Muh Shamil)
Pasar Saham Cemas
Pasar saham di dunia selalu ditutup dengan penuh kecemasan belakangan ini. Alasannya, Covid-19 terus menyebar, terutama di China, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Iran, dan Singapura. Tanda gejala resesi mulai menguat karena kondisi ekonomi dunia yang kurang “sehat” setelah terpukul akibat perang dagang. (Baca juga: Dilanda Kekeringan, Petani di Bogor Diminta Urus Klaim Asuransi)
Jepang yang bersikap hati-hati sejak awal kemunculan Covid-19 pada awal tahun ini juga tak dapat menghindari dampak ekonomi yang ditimbulkan. Pergerakan saham di Jepang mengalami kemerosotan tajam akibat reaksi negatif pasar Asia terhadap dunia. Indeks Nikkei 225 turun sekitar 4,5% pada awal 2020.
Perusahaan Jepang yang bergantung pada rantai pasokan dunia menelan kerugian paling besar. Saham Toyota Motor turun sebesar 3,7%, sedangkan Uniqlo yang mengambil barang dari pabrik China anjlok 4,2%. Jika terus berlanjut, produk domestik bruto (PDB) Jepang akan terus turun pada sisa akhir tahun ini.
Dengan kondisi yang tak kunjung baik, Bank of Japan (BOJ) berencana melonggarkan kebijakan moneter untuk memitigasi dampak ekonomi di tingkat nasional dan global. “Jika tidak diantisipasi, dampaknya besar, tidak hanya terhadap Jepang, tapi juga dunia,” ujar Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, dikutip Asahi.
Sama seperti Jepang, kekuatan ekonomi terbesar di Eropa, Jerman, juga patut cemas. Setelah terseret pabrik-pabrik yang lumpuh akibat terlilit utang, Jerman kini kembali menghadapi sentimen ekonomi. Berdasarkan Indikator ZEW, ekonom pesimis dengan prospek pertumbuhan ekonomi Jerman pada tahun ini.
Tingkat pertumbuhan ekonomi China dan India juga melambat. Ahli ekonomi dari Bank of America, Ethan Harris, mengatakan negara di Asia harus siap mengantisipasi dampak wabah Covid-19 yang akan memperburuk keadaan setelah dunia dihantam ketidakpastian akibat perang dagang antara AS dan China. (Lihat videonya: Lonjakan Pasien Corona di RSUP Persahabatan Jakarta Timur)
“Ekuitas global baru saja pulih setelah AS dan China melakukan ‘gencatan senjata’, tapi perusahaan yang bergantung pada pasokan global akan kembali menghadapi ketidakpastian,” beber Harris, dilansir CNN. Tapi, dia meragukan kemampuan ekonomi dunia dalam menahan guncangan virus mematikan tersebut.
Ahli ekonomi dari CMC Markets, Margaret Yan, menilai ekonomi dunia pada Q1 tahun ini tidak akan mampu diselamatkan. “Mereka mungkin kecewa, tapi sementara. Bank-bank sentral di dunia akan siap menyuntikkan likuiditas dan mengurangi suku bunga untuk melindungi ekonomi agar tidak runtuh,” katanya. (Muh Shamil)