Viral, Bocah 14 Tahun Palestina Ini Jadi Tahanan Termuda di Penjara Israel
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Pada hari Minggu, Ayham al-Salaymeh, seorang bocah Palestina berusia 14 tahun, mulai menjalani hukuman penjara selama satu tahun, menjadikannya warga Palestina termuda yang pernah dipenjara di Israel.
Salaymeh menyerahkan diri ke Layanan Penjara Israel di penjara al-Maskoubiya, kata ayahnya, Nawaf, dalam sebuah video.
Pihak administrasi penjara Zionis menolak mengizinkan Ayham membawa barang-barang seperti pakaian, sepatu, dan barang-barang pribadi lainnya.
Vonis Ayham dijatuhkan setelah dia menghabiskan satu setengah tahun dalam tahanan rumah di rumah keluarganya di lingkungan Ras al-Amud di Silwan, di Yerusalem Timur yang diduduki rezim Zionis.
Sebelum masuk penjara, sang ayah mengajaknya untuk melakukan tur terakhir di kampung halaman mereka, Yerusalem.
Dalam beberapa video yang viral secara online, Nawaf terlihat menemani anak laki-laki itu dan menasihatinya tentang cara berperilaku di penjara Israel.
"Setiap tahanan di dalam adalah saudaramu," kata Nawaf kepada putranya dalam sebuah video.
"Mereka semua seperti kamu. Mereka dipenjara karena cinta yang mereka miliki untuk negara mereka."
Dalam video lain, Nawaf mengungkapkan kekhawatirannya atas kesehatan Ayham di penjara, dengan mencatat bahwa mantan tahanan yang beratnya lebih dari putranya telah kehilangan berat badan yang signifikan.
"Anak laki-laki itu sekarang beratnya 30 kg, setelah setahun dipenjara, apa yang akan terjadi padanya?" ujar Nawaf meratapi nasib putranya.
Pada akhir Januari tahun lalu, Ayham, yang saat itu berusia 12 tahun, dan empat anak laki-laki lainnya ditangkap oleh pasukan Israel.
Mereka dituduh melemparkan batu ke pemukim Israel, menurut sebuah laporan oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) Israel, B'Tselem.
B'Tselem mengatakan anak-anak laki-laki itu menjadi sasaran perlakuan yang memalukan dan kekerasan fisik selama interogasi.
"Penangkapan anak-anak dengan cara ini merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan represif Israel di Yerusalem Timur dan di seluruh Tepi Barat," tulis kelompok HAM tersebut, seraya menambahkan bahwa kasus ini merupakan bagian dari "perlakuan sistematis Israel terhadap anak-anak Palestina".
"Sistem penegakan hukum Israel memperlakukan anak-anak Palestina sebagai bagian dari populasi yang bermusuhan, yang semuanya, baik remaja maupun dewasa, dianggap bersalah kecuali terbukti sebaliknya, dan menggunakan tindakan ekstrem terhadap mereka yang tidak akan berani digunakan terhadap populasi lain di Israel," lanjut kelompok HAM tersebut, seperti dikutip Middle East Eye, Selasa (3/12/2024).
Anak-anak itu dibebaskan setelah membayar jaminan. Namun, pada 17 Mei, polisi Israel menangkap kakak laki-laki Ayham, Ahmed, dan tiga sepupunya dari rumah mereka di Ras al-Amud.
Ayahnya saat itu mengatakan kepada Middle East Eye: “Polisi Israel memberi tahu kami bahwa mereka tidak puas dengan anak itu yang berada dalam tahanan rumah dan bahwa dia harus menyerahkan diri."
"Kami serahkan dia saat hati kami berkobar-kobar," kata Nawaf.
Selama dia berada dalam penahanan administratif, keluarga tidak diizinkan untuk mengunjungi Ahmed, yang saat itu berusia 14 tahun, karena ayahnya adalah mantan tahanan dan ibunya memegang tanda pengenal Tepi Barat dan ditolak izin kunjungannya. Ahmed juga didakwa melakukan pelemparan batu.
Beberapa bulan kemudian, Ahmed dibebaskan dan menjadi tahanan rumah sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel.
Pada awal November, Parlemen Israel menyetujui rancangan undang-undang (RUU) tentang perintah sementara selama lima tahun yang memungkinkan anak-anak yang dihukum karena pelanggaran berat yang dianggap sebagai "terorisme" dijatuhi hukuman penjara sejak usia 12 tahun.
RUU tersebut disetujui dalam pembahasan kedua dan ketiga dengan perolehan suara 55: 33. Menurut RUU baru tersebut, anak-anak akan terus menjalani hukuman mereka di penjara bahkan setelah mencapai usia 14 tahun.
Selain itu, ketentuan tiga tahun memungkinkan pengadilan untuk memenjarakan anak di bawah umur di penjara alih-alih fasilitas khusus anak hingga 10 hari jika mereka dianggap membahayakan orang lain.
Menurut kelompok Masyarakat Tahanan Palestina, Israel telah menahan 270 anak di berbagai penjara, termasuk penjara Ofer, Megiddo, dan Damon.
Ketiga lokasi tersebut sebelumnya telah ditandai karena pelanggaran HAM yang ekstrem dan kondisi yang buruk, seperti pemukulan brutal, pelecehan seksual, penyiksaan fisik dan psikologis, kepadatan penghuni, dan kelalaian medis.
Salaymeh menyerahkan diri ke Layanan Penjara Israel di penjara al-Maskoubiya, kata ayahnya, Nawaf, dalam sebuah video.
Pihak administrasi penjara Zionis menolak mengizinkan Ayham membawa barang-barang seperti pakaian, sepatu, dan barang-barang pribadi lainnya.
Vonis Ayham dijatuhkan setelah dia menghabiskan satu setengah tahun dalam tahanan rumah di rumah keluarganya di lingkungan Ras al-Amud di Silwan, di Yerusalem Timur yang diduduki rezim Zionis.
Sebelum masuk penjara, sang ayah mengajaknya untuk melakukan tur terakhir di kampung halaman mereka, Yerusalem.
Dalam beberapa video yang viral secara online, Nawaf terlihat menemani anak laki-laki itu dan menasihatinya tentang cara berperilaku di penjara Israel.
"Setiap tahanan di dalam adalah saudaramu," kata Nawaf kepada putranya dalam sebuah video.
"Mereka semua seperti kamu. Mereka dipenjara karena cinta yang mereka miliki untuk negara mereka."
Dalam video lain, Nawaf mengungkapkan kekhawatirannya atas kesehatan Ayham di penjara, dengan mencatat bahwa mantan tahanan yang beratnya lebih dari putranya telah kehilangan berat badan yang signifikan.
"Anak laki-laki itu sekarang beratnya 30 kg, setelah setahun dipenjara, apa yang akan terjadi padanya?" ujar Nawaf meratapi nasib putranya.
Pada akhir Januari tahun lalu, Ayham, yang saat itu berusia 12 tahun, dan empat anak laki-laki lainnya ditangkap oleh pasukan Israel.
Mereka dituduh melemparkan batu ke pemukim Israel, menurut sebuah laporan oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) Israel, B'Tselem.
B'Tselem mengatakan anak-anak laki-laki itu menjadi sasaran perlakuan yang memalukan dan kekerasan fisik selama interogasi.
"Penangkapan anak-anak dengan cara ini merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan represif Israel di Yerusalem Timur dan di seluruh Tepi Barat," tulis kelompok HAM tersebut, seraya menambahkan bahwa kasus ini merupakan bagian dari "perlakuan sistematis Israel terhadap anak-anak Palestina".
"Sistem penegakan hukum Israel memperlakukan anak-anak Palestina sebagai bagian dari populasi yang bermusuhan, yang semuanya, baik remaja maupun dewasa, dianggap bersalah kecuali terbukti sebaliknya, dan menggunakan tindakan ekstrem terhadap mereka yang tidak akan berani digunakan terhadap populasi lain di Israel," lanjut kelompok HAM tersebut, seperti dikutip Middle East Eye, Selasa (3/12/2024).
Anak-anak itu dibebaskan setelah membayar jaminan. Namun, pada 17 Mei, polisi Israel menangkap kakak laki-laki Ayham, Ahmed, dan tiga sepupunya dari rumah mereka di Ras al-Amud.
Ayahnya saat itu mengatakan kepada Middle East Eye: “Polisi Israel memberi tahu kami bahwa mereka tidak puas dengan anak itu yang berada dalam tahanan rumah dan bahwa dia harus menyerahkan diri."
"Kami serahkan dia saat hati kami berkobar-kobar," kata Nawaf.
Selama dia berada dalam penahanan administratif, keluarga tidak diizinkan untuk mengunjungi Ahmed, yang saat itu berusia 14 tahun, karena ayahnya adalah mantan tahanan dan ibunya memegang tanda pengenal Tepi Barat dan ditolak izin kunjungannya. Ahmed juga didakwa melakukan pelemparan batu.
Beberapa bulan kemudian, Ahmed dibebaskan dan menjadi tahanan rumah sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel.
Pada awal November, Parlemen Israel menyetujui rancangan undang-undang (RUU) tentang perintah sementara selama lima tahun yang memungkinkan anak-anak yang dihukum karena pelanggaran berat yang dianggap sebagai "terorisme" dijatuhi hukuman penjara sejak usia 12 tahun.
RUU tersebut disetujui dalam pembahasan kedua dan ketiga dengan perolehan suara 55: 33. Menurut RUU baru tersebut, anak-anak akan terus menjalani hukuman mereka di penjara bahkan setelah mencapai usia 14 tahun.
Selain itu, ketentuan tiga tahun memungkinkan pengadilan untuk memenjarakan anak di bawah umur di penjara alih-alih fasilitas khusus anak hingga 10 hari jika mereka dianggap membahayakan orang lain.
Menurut kelompok Masyarakat Tahanan Palestina, Israel telah menahan 270 anak di berbagai penjara, termasuk penjara Ofer, Megiddo, dan Damon.
Ketiga lokasi tersebut sebelumnya telah ditandai karena pelanggaran HAM yang ekstrem dan kondisi yang buruk, seperti pemukulan brutal, pelecehan seksual, penyiksaan fisik dan psikologis, kepadatan penghuni, dan kelalaian medis.
(mas)