Usai Netanyahu, ICC Bidik Jenderal Junta Myanmar atas Kejahatan terhadap Muslim Rohingya

Kamis, 28 November 2024 - 12:09 WIB
loading...
Usai Netanyahu, ICC...
Kepala Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan minta hakim keluarkan surat perintah penangkapan untuk kepala junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Foto/irrawaddy
A A A
DEN HAAG - Kepala Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan pada Rabu meminta hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk kepala junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.

Jenderal senior itu dibidik ICC atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap komunitas Muslim Rohingya.

Karim Khan sebelumnya sukses meminta hakim ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza. Surat perintah serupa juga dikeluarkan untuk kepala militer Hamas Mohammed Deif.

Permintaan Karim Khan kepada hakim pengadilan yang berkantor di Den Haag adalah permohonan pertama untuk surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah Myanmar sehubungan dengan pelanggaran terhadap orang-orang Rohingya.



"Setelah penyelidikan yang menyeluruh, independen, dan tidak memihak, kantor saya menyimpulkan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Jenderal Senior yang juga Penjabat Presiden Min Aung Hlaing memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Khan dalam sebuah pernyataan.

Ini termasuk kejahatan deportasi dan penganiayaan, yang diduga dilakukan antara 25 Agustus dan 31 Desember 2017, imbuh Khan.

Junta Myanmar menolak langkah jaksa penuntut, dengan mengatakan bahwa karena negara tersebut bukan anggota pengadilan, "pernyataan ICC tidak pernah diakui."

Jaksa ICC pada tahun 2019 membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan yang dilakukan terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine yang bergolak di Myanmar pada tahun 2016 dan 2017, yang mendorong eksodus 750.000 warga minoritas Muslim di negara Asia Tenggara itu ke negara tetangga; Bangladesh.

Sekitar 1 juta warga Rohingya sekarang tinggal di kamp-kamp yang luas di dekat kota perbatasan Bangladesh, Cox's Bazaar. Banyak dari mereka yang pergi menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan.

Akan Ada Lebih Banyak Lagi


Khan mengatakan kejahatan yang dituduhkan itu dilakukan oleh angkatan bersenjata Myanmar, Tatmadaw, yang didukung oleh polisi nasional dan perbatasan "serta warga negara non-Rohingya."

"Ini adalah pengajuan pertama surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah Myanmar," kata Khan.

"Akan ada lebih banyak lagi," imbuh jaksa ICC tersebut.

Myanmar telah dilanda konflik antara militer dan berbagai kelompok bersenjata yang menentang kekuasaannya sejak tentara menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.

Junta militer sedang terguncang oleh serangan pemberontak besar tahun lalu yang merebut wilayah yang luas, sebagian besar di dekat perbatasan dengan China.

Awal bulan ini, Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan kepada Perdana Menteri China Li Qiang bahwa militer siap untuk perdamaian jika kelompok bersenjata mau terlibat, menurut laporan pertemuan tersebut di media pemerintah Myanmar.

Siklus Pelanggaran


Tindakan keras militer di Myanmar pada tahun 2017 menyebabkan ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, banyak di antaranya memiliki kisah mengerikan tentang pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.

Warga Rohingya yang tetap tinggal di Myanmar ditolak kewarganegaraannya dan akses ke layanan kesehatan serta memerlukan izin untuk bepergian ke luar kota mereka.

Min Aung Hlaing—yang menjadi kepala tentara selama tindakan keras tersebut—telah menolak istilah Rohingya sebagai "khayalan".

Hakim ICC sekarang harus memutuskan apakah akan memberikan surat perintah penangkapan. Jika dikabulkan, 124 anggota ICC secara teoritis akan diwajibkan untuk menangkap kepala junta jika dia bepergian ke negara mereka.

China, sekutu utama dan pemasok senjata junta yang berkuasa di Myanmar, bukanlah anggota ICC.

Kelompok hak asasi manusia memuji langkah Khan di Myanmar, dengan mengatakan bahwa ini adalah langkah penting untuk memutus siklus pelanggaran dan impunitas yang telah lama menjadi faktor utama yang memicu pelanggaran massal oleh militer.

"Para hakim akan memutuskan permintaan jaksa, tetapi negara-negara anggota ICC harus mengakui tindakan ini sebagai pengingat akan peran penting pengadilan ketika pintu keadilan lainnya tertutup," kata Maria Elena Vignoli, pengacara internasional senior Human Rights Watch, seperti dikutip dari New Arab, Kamis (28/11/2024).

ICC yang berkantor pusat di Den Haag, yang dibuka pada tahun 2002, adalah pengadilan independen yang dibentuk untuk menyelidiki dan mengadili mereka yang dituduh melakukan kejahatan terburuk di dunia.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1119 seconds (0.1#10.140)