Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
loading...
A
A
A
Pembicaraan ini, yang dimediasi oleh Irak dan Oman, menandai perubahan dramatis dari sikap konfrontatif putra mahkota di tahun-tahun awal kekuasaannya—khususnya di Yaman, tempat koalisi yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran sejak 2015.
Yang paling kritis, tidak satu pun dari upaya ini dilakukan sejalan dengan kebijakan luar negeri AS-Saudi yang sekarang secara definitif adalah "Saudi first".
Dan di dalam negeri, Putra Mahkota Mohammed telah mempertahankan cengkeraman kuat pada kekuasaan.
Para pesaing dalam keluarga kerajaan tetap dikesampingkan atau menjalani tahanan rumah, tampaknya seumur hidup. Aktivis dan kritikus terus menghadapi hukuman berat, meskipun dengan impunitas yang lebih sedikit seperti yang terjadi dalam kasus Khashoggi.
Pembebasan aktivis hak-hak perempuan Loujain al-Hathloul pada Februari 2021, meskipun dirayakan secara internasional, disertai dengan persyaratan ketat termasuk larangan bepergian.
Organisasi hak asasi manusia terus mengkritik perlakuan Arab Saudi terhadap para pembangkang dan kurangnya kebebasan politik, tetapi dunia yang berusaha mengisolasi putra mahkota kini tidak punya pilihan selain terlibat.
Era Putra Mahkota Mohammed telah dimulai—era di mana pengaruh Arab Saudi meluas jauh melampaui pasar minyak. Dari ruang rapat Silicon Valley hingga stadion dan permainan Liga Premier, dari proyek energi terbarukan hingga penelitian kecerdasan buatan, jejak kerajaan semakin terlihat pada ekonomi global.
Saat Arab Saudi bersiap menjadi tuan rumah World Expo pada tahun 2030 dan Piala Dunia pada tahun 2034, jelas bahwa putra mahkota telah mengubah negaranya.
Model modernisasi otoriternya, yang menggabungkan reformasi sosial dengan kontrol politik yang ketat, juga telah menginspirasi para pemimpin lain di kawasan tersebut dan sekitarnya.
Apakah paradigma baru ini terbukti berkelanjutan masih harus dilihat, tetapi satu hal yang pasti: Implikasi dari transformasi Arab Saudi di bawah Putra Mahkota Mohammed akan bergema jauh melampaui batas-batas kerajaan selama beberapa dekade mendatang.
Yang paling kritis, tidak satu pun dari upaya ini dilakukan sejalan dengan kebijakan luar negeri AS-Saudi yang sekarang secara definitif adalah "Saudi first".
Dan di dalam negeri, Putra Mahkota Mohammed telah mempertahankan cengkeraman kuat pada kekuasaan.
Para pesaing dalam keluarga kerajaan tetap dikesampingkan atau menjalani tahanan rumah, tampaknya seumur hidup. Aktivis dan kritikus terus menghadapi hukuman berat, meskipun dengan impunitas yang lebih sedikit seperti yang terjadi dalam kasus Khashoggi.
Pembebasan aktivis hak-hak perempuan Loujain al-Hathloul pada Februari 2021, meskipun dirayakan secara internasional, disertai dengan persyaratan ketat termasuk larangan bepergian.
Organisasi hak asasi manusia terus mengkritik perlakuan Arab Saudi terhadap para pembangkang dan kurangnya kebebasan politik, tetapi dunia yang berusaha mengisolasi putra mahkota kini tidak punya pilihan selain terlibat.
Era Putra Mahkota Mohammed telah dimulai—era di mana pengaruh Arab Saudi meluas jauh melampaui pasar minyak. Dari ruang rapat Silicon Valley hingga stadion dan permainan Liga Premier, dari proyek energi terbarukan hingga penelitian kecerdasan buatan, jejak kerajaan semakin terlihat pada ekonomi global.
Saat Arab Saudi bersiap menjadi tuan rumah World Expo pada tahun 2030 dan Piala Dunia pada tahun 2034, jelas bahwa putra mahkota telah mengubah negaranya.
Model modernisasi otoriternya, yang menggabungkan reformasi sosial dengan kontrol politik yang ketat, juga telah menginspirasi para pemimpin lain di kawasan tersebut dan sekitarnya.
Apakah paradigma baru ini terbukti berkelanjutan masih harus dilihat, tetapi satu hal yang pasti: Implikasi dari transformasi Arab Saudi di bawah Putra Mahkota Mohammed akan bergema jauh melampaui batas-batas kerajaan selama beberapa dekade mendatang.