5 Alasan Donald Trump Tak Akan Pernah Membela Palestina
loading...
A
A
A
Pertama, pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada 2017. Dia juga memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Langkah ini memicu kecaman dari dunia Arab dan negara-negara Muslim, serta dari Palestina yang menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Kedua, penyusunan "Deal of the Century" tahun 2020. Trump, seperti dikutip New York Times, telah merancang rencana perdamaian yang disebut "Deal of the Century" yang dianggap sangat menguntungkan bagi Israel.
Rencana ini, yang menawarkan Palestina sebagian kecil dari wilayah yang mereka klaim, menegaskan dominasi Israel atas banyak wilayah yang diperebutkan, termasuk Yerusalem. Palestina menolak rencana ini karena tidak mencakup hak-hak dasar mereka, seperti kemerdekaan dan kontrol penuh atas Yerusalem Timur.
Lobi pro-Israel yang kuat di Amerika Serikat juga memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan Trump terhadap Israel.
Kelompok-kelompok seperti AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) dan tokoh-tokoh politik yang pro-Israel di Washington memiliki pengaruh besar dalam politik AS, dan Trump tidak segan-segan untuk bekerja sama dengan mereka dalam merumuskan kebijakan luar negeri.
Trump menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih bersifat isolasionis dan berfokus pada kepentingan Amerika Serikat terlebih dahulu, yang dikenal dengan slogan "America First".
Dalam konteks ini, Trump lebih memilih untuk mendukung sekutu-sekutu utama AS, seperti Israel, yang dianggap memiliki kepentingan yang sejalan dengan AS.
Sebaliknya, Trump tidak menunjukkan minat yang signifikan untuk mendalami isu Palestina atau melakukan intervensi dalam upaya perdamaian yang lebih inklusif.
Pendekatan "America First" berarti Trump menghindari konflik internasional yang dianggap tidak langsung menguntungkan Amerika.
Langkah ini memicu kecaman dari dunia Arab dan negara-negara Muslim, serta dari Palestina yang menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Kedua, penyusunan "Deal of the Century" tahun 2020. Trump, seperti dikutip New York Times, telah merancang rencana perdamaian yang disebut "Deal of the Century" yang dianggap sangat menguntungkan bagi Israel.
Rencana ini, yang menawarkan Palestina sebagian kecil dari wilayah yang mereka klaim, menegaskan dominasi Israel atas banyak wilayah yang diperebutkan, termasuk Yerusalem. Palestina menolak rencana ini karena tidak mencakup hak-hak dasar mereka, seperti kemerdekaan dan kontrol penuh atas Yerusalem Timur.
Lobi pro-Israel yang kuat di Amerika Serikat juga memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan Trump terhadap Israel.
Kelompok-kelompok seperti AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) dan tokoh-tokoh politik yang pro-Israel di Washington memiliki pengaruh besar dalam politik AS, dan Trump tidak segan-segan untuk bekerja sama dengan mereka dalam merumuskan kebijakan luar negeri.
2. Kebijakan America First dan Isolasionisme
Trump menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih bersifat isolasionis dan berfokus pada kepentingan Amerika Serikat terlebih dahulu, yang dikenal dengan slogan "America First".
Dalam konteks ini, Trump lebih memilih untuk mendukung sekutu-sekutu utama AS, seperti Israel, yang dianggap memiliki kepentingan yang sejalan dengan AS.
Sebaliknya, Trump tidak menunjukkan minat yang signifikan untuk mendalami isu Palestina atau melakukan intervensi dalam upaya perdamaian yang lebih inklusif.
Pendekatan "America First" berarti Trump menghindari konflik internasional yang dianggap tidak langsung menguntungkan Amerika.