Gema Pesona Indonesia Timur Pukau Warga Melbourne
loading...
A
A
A
MELBOURNE - Festival Indonesia inc. berkolaborasi dengan KJRI Melbourne sukses menghadirkan kekayaan budaya Indonesia Timur ke Melbourne melalui acara Indonesian Night pada 4 Oktober 2024 di Melbourne City Conference Centre (MCCC).
Tahun ini, Indonesian Night kembali dengan tema "Gema dari Timur Indonesia" ("Echo from Eastern Indonesia"), menampilkan perpaduan drama musikal kontemporer, tarian tradisional, dan pertunjukan cerita.
Acara yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Indonesia 2024 menampilkan penampilan dari Nogei, sebuah grup musik teater yang dikenal dengan lagu-lagu mereka tentang Papua, yakni lagu "Tatinggal di Papua."
“Kami percaya seni kami adalah sesuatu yang menginspirasi. Saat kami diundang untuk tampil di Melbourne, kami berpikir: inilah momennya,” kata Michael Jakarimilena dari Nogei.
Acara juga menampilkan Presiden Tidore, seorang musisi etno-hip-hop dari Maluku Utara; Maluku Basudara, komunitas seni dan budaya warga Maluku di Melbourne yang mewarnai pertunjukan dengan busana yang penuh persona yang merupakan Karya dari Theodora E.A.A.Matrutty dari Universitas Pattimura; serta Widya Luvtari, sebuah kelompok tari tradisional Indonesia yang berbasis di Geelong. Jajaran penampil ini, bersama dengan diaspora Indonesia di Victoria yang sangat antusias, menghadirkan pengalaman budaya Indonesia yang mendalam.
Penonton disuguhkan pertunjukan teater musikal sepanjang satu jam yang mengisahkan cerita rakyat Sentani dari Papua. Pertunjukan ini menyoroti bagaimana masyarakat Papua – yang diperankan oleh orang-orang Kerajaan Matahari – melindungi alam dari keserakahan, menekankan hubungan mendalam mereka dengan ekosistem hutan sagu dan danau yang penting bagi cara hidup tradisional dan berkelanjutan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
“Dewi yang digambarkan dalam pertunjukan ini melambangkan bumi pertiwi. Jika dia mati, bagaimana kita bisa bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan?” ujar Stephen Wally. Sesekali, penonton diajak bernyanyi bersama dan terhibur dengan momen humor yang ringan.
Pohon Sagu bagi masyarakat Papua merupakan elemen penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan sekitarnya. “Dari sagu kita bisa membuat kebutuhan pokok manusia (sandang) seperti pakaian, sagu juga bisa memberikan atap untuk berlindung (papan), sagu juga menjadi bahan pokok konsumsi kami (pangan), dan akar sagu pun juga menghasilkan air yang memberikan kehidupan bagi alam Papua (ekosistem)” cerita Chef Jungle Toto yang ikut berpartispasi tampil pada drama musikal tersebut.
Tahun ini, Indonesian Night kembali dengan tema "Gema dari Timur Indonesia" ("Echo from Eastern Indonesia"), menampilkan perpaduan drama musikal kontemporer, tarian tradisional, dan pertunjukan cerita.
Acara yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Indonesia 2024 menampilkan penampilan dari Nogei, sebuah grup musik teater yang dikenal dengan lagu-lagu mereka tentang Papua, yakni lagu "Tatinggal di Papua."
“Kami percaya seni kami adalah sesuatu yang menginspirasi. Saat kami diundang untuk tampil di Melbourne, kami berpikir: inilah momennya,” kata Michael Jakarimilena dari Nogei.
Acara juga menampilkan Presiden Tidore, seorang musisi etno-hip-hop dari Maluku Utara; Maluku Basudara, komunitas seni dan budaya warga Maluku di Melbourne yang mewarnai pertunjukan dengan busana yang penuh persona yang merupakan Karya dari Theodora E.A.A.Matrutty dari Universitas Pattimura; serta Widya Luvtari, sebuah kelompok tari tradisional Indonesia yang berbasis di Geelong. Jajaran penampil ini, bersama dengan diaspora Indonesia di Victoria yang sangat antusias, menghadirkan pengalaman budaya Indonesia yang mendalam.
Penonton disuguhkan pertunjukan teater musikal sepanjang satu jam yang mengisahkan cerita rakyat Sentani dari Papua. Pertunjukan ini menyoroti bagaimana masyarakat Papua – yang diperankan oleh orang-orang Kerajaan Matahari – melindungi alam dari keserakahan, menekankan hubungan mendalam mereka dengan ekosistem hutan sagu dan danau yang penting bagi cara hidup tradisional dan berkelanjutan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
“Dewi yang digambarkan dalam pertunjukan ini melambangkan bumi pertiwi. Jika dia mati, bagaimana kita bisa bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan?” ujar Stephen Wally. Sesekali, penonton diajak bernyanyi bersama dan terhibur dengan momen humor yang ringan.
Pohon Sagu bagi masyarakat Papua merupakan elemen penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan sekitarnya. “Dari sagu kita bisa membuat kebutuhan pokok manusia (sandang) seperti pakaian, sagu juga bisa memberikan atap untuk berlindung (papan), sagu juga menjadi bahan pokok konsumsi kami (pangan), dan akar sagu pun juga menghasilkan air yang memberikan kehidupan bagi alam Papua (ekosistem)” cerita Chef Jungle Toto yang ikut berpartispasi tampil pada drama musikal tersebut.
(ahm)