China Berupaya Jadi Pemimpin Global South, Nilai-Nilai Demokrasi Terancam

Kamis, 03 Oktober 2024 - 12:24 WIB
loading...
A A A


Banyak negara Dunia Ketiga dilaporkan merasa lebih nyaman dengan kepemimpinan India dibandingkan dengan China. Misalnya, Perdana Menteri Papua Nugini James Marape meminta Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mewakili suara ketiga bagi Global North, dengan menyarankan dukungan dari negara-negara Kepulauan Pasifik di forum internasional.

Pendekatan India bertujuan menyatukan negara-negara berkembang sekaligus mendorong kerja sama yang adil dengan Barat.

Pada KTT G20 di New Delhi di tahun 2023, India menganjurkan peningkatan pinjaman Barat ke negara-negara miskin untuk melawan praktik pinjaman predatoris China di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI)—proposal yang didukung oleh Presiden AS Joe Biden.

Sebaliknya, Beijing tidak berupaya menyatukan negara-negara berkembang dalam kerangka Global South. Alih-alih demikian, tampaknya Beijing sedang mengejar strategi yang mempromosikan model pemerintahan autokratisnya di antara negara-negara ini, menantang tatanan global pimpinan AS, dan berpotensi mendorong perpecahan antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju.

Demokrasi vs Autokrasi


Penelitian dari Atlantic Council berjudul “A Global South with Chinese Characteristics” menunjukkan bahwa sejak akhir dekade terakhir, China telah mempromosikan model pemerintahan alternatif yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak individu Barat.

Beijing secara diam-diam telah berupaya menanamkan model autokratisnya di negara-negara miskin melalui berbagai program pelatihan yang ditujukan kepada pejabat asing.

Sejak 1981, China telah menyelenggarakan program pelatihan dengan kedok bantuan asing, awalnya bermitra dengan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Namun, pada 1998, China beralih menawarkan program yang direncanakan secara terpusat secara langsung kepada pejabat pemerintah di negara-negara berkembang.

Antara tahun 2013 hingga 2018, hampir 200.000 peserta pelatihan berpartisipasi dalam sekitar 7.000 program, yang mencerminkan pergeseran fokus yang signifikan dari tujuan kemanusiaan menjadi mempromosikan model pemerintahan yang autokratis.

Sesi pelatihan ini mencakup topik-topik seperti penegakan hukum, jurnalisme, dan masalah hukum, yang sering kali mengajarkan peserta untuk memprioritaskan kepentingan negara dan partai di atas kepentingan warga negara. Kedutaan besar China dengan hati-hati memilih peserta pelatihan dari berbagai negara, dengan Kementerian Keamanan Publik memainkan peran penting dalam proses seleksi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0915 seconds (0.1#10.140)