Terpilihnya Trump sebagai Presiden AS Dapat Perburuk Perlambatan Ekonomi China
loading...
A
A
A
BEIJING - Prospek terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk masa jabatan kedua tidak menjadi pertanda baik bagi China dan ekonominya yang sedang mengalami fase sulit.
Jika tarif tinggi atas barang-barang China yang dijanjikannya berlaku, maka ekspor China akan terhenti dan sektor manufakturnya juga akan terdampak karena kelebihan kapasitas.
Trump berencana mengenakan tarif 60 hingga 100 persen atas impor China, menyalahkan Beijing atas praktik perdagangan yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual.
"Kita harus melakukannya. Anda tahu, jelas saya tidak ingin menyakiti China. Namun, mereka benar-benar telah mengambil keuntungan dari negara kita," kata Trump, seperti dikutip dari The Singapore Post, Selasa (17/9/2024).
Dia menyebut China sebagai "masalah sebenarnya" bagi AS, dengan mengatakan bahwa China merupakan "ancaman terbesar”.
Kondisi ini telah memberi tekanan pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mengambil tindakan serupa. Beberapa bulan lalu, Biden menaikkan tarif atas beberapa barang termasuk kendaraan listrik, sel surya, semikonduktor, dan baterai canggih.
Biden tidak ingin terlihat sebagai orang yang tidak peduli dengan kepentingan AS. Bahkan, Menteri Keuangan Janet L Yellen, yang sebelumnya mengkritik tarif, telah membenarkan adanya tarif anti-China terbaru. Dia mengatakan pemerintahnya "tidak akan menoleransi" impor China yang murah secara artifisial lagi.
Para ekonom memperingatkan bahwa tarif AS yang tinggi akan memperlambat ekonomi China dan menempatkannya pada risiko deflasi. Tarif tinggi akan memperlambat PDB China sebesar 2,5 poin persentase selama 12 bulan ke depan jika tarif tinggi diberlakukan, menurut perusahaan perbankan investasi global UBS.
Tingkat pertumbuhan dapat menurun hingga 3 persen selama tahun 2025 dan 2026 berkat ekspor yang lebih rendah dan dampak tidak langsungnya pada konsumsi dan investasi China.
Jika tarif tinggi atas barang-barang China yang dijanjikannya berlaku, maka ekspor China akan terhenti dan sektor manufakturnya juga akan terdampak karena kelebihan kapasitas.
Trump berencana mengenakan tarif 60 hingga 100 persen atas impor China, menyalahkan Beijing atas praktik perdagangan yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual.
"Kita harus melakukannya. Anda tahu, jelas saya tidak ingin menyakiti China. Namun, mereka benar-benar telah mengambil keuntungan dari negara kita," kata Trump, seperti dikutip dari The Singapore Post, Selasa (17/9/2024).
Dia menyebut China sebagai "masalah sebenarnya" bagi AS, dengan mengatakan bahwa China merupakan "ancaman terbesar”.
Kondisi ini telah memberi tekanan pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mengambil tindakan serupa. Beberapa bulan lalu, Biden menaikkan tarif atas beberapa barang termasuk kendaraan listrik, sel surya, semikonduktor, dan baterai canggih.
Biden tidak ingin terlihat sebagai orang yang tidak peduli dengan kepentingan AS. Bahkan, Menteri Keuangan Janet L Yellen, yang sebelumnya mengkritik tarif, telah membenarkan adanya tarif anti-China terbaru. Dia mengatakan pemerintahnya "tidak akan menoleransi" impor China yang murah secara artifisial lagi.
Tarif Impor China
Para ekonom memperingatkan bahwa tarif AS yang tinggi akan memperlambat ekonomi China dan menempatkannya pada risiko deflasi. Tarif tinggi akan memperlambat PDB China sebesar 2,5 poin persentase selama 12 bulan ke depan jika tarif tinggi diberlakukan, menurut perusahaan perbankan investasi global UBS.
Tingkat pertumbuhan dapat menurun hingga 3 persen selama tahun 2025 dan 2026 berkat ekspor yang lebih rendah dan dampak tidak langsungnya pada konsumsi dan investasi China.