Terpilihnya Trump sebagai Presiden AS Dapat Perburuk Perlambatan Ekonomi China

Selasa, 17 September 2024 - 14:21 WIB
loading...
Terpilihnya Trump sebagai...
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dapat memperburuk perlambatan ekonomi China. Foto/AP Photo/Alex Brandon
A A A
BEIJING - Prospek terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk masa jabatan kedua tidak menjadi pertanda baik bagi China dan ekonominya yang sedang mengalami fase sulit.

Jika tarif tinggi atas barang-barang China yang dijanjikannya berlaku, maka ekspor China akan terhenti dan sektor manufakturnya juga akan terdampak karena kelebihan kapasitas.

Trump berencana mengenakan tarif 60 hingga 100 persen atas impor China, menyalahkan Beijing atas praktik perdagangan yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual.

"Kita harus melakukannya. Anda tahu, jelas saya tidak ingin menyakiti China. Namun, mereka benar-benar telah mengambil keuntungan dari negara kita," kata Trump, seperti dikutip dari The Singapore Post, Selasa (17/9/2024).



Dia menyebut China sebagai "masalah sebenarnya" bagi AS, dengan mengatakan bahwa China merupakan "ancaman terbesar”.

Kondisi ini telah memberi tekanan pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mengambil tindakan serupa. Beberapa bulan lalu, Biden menaikkan tarif atas beberapa barang termasuk kendaraan listrik, sel surya, semikonduktor, dan baterai canggih.

Biden tidak ingin terlihat sebagai orang yang tidak peduli dengan kepentingan AS. Bahkan, Menteri Keuangan Janet L Yellen, yang sebelumnya mengkritik tarif, telah membenarkan adanya tarif anti-China terbaru. Dia mengatakan pemerintahnya "tidak akan menoleransi" impor China yang murah secara artifisial lagi.

Tarif Impor China


Para ekonom memperingatkan bahwa tarif AS yang tinggi akan memperlambat ekonomi China dan menempatkannya pada risiko deflasi. Tarif tinggi akan memperlambat PDB China sebesar 2,5 poin persentase selama 12 bulan ke depan jika tarif tinggi diberlakukan, menurut perusahaan perbankan investasi global UBS.

Tingkat pertumbuhan dapat menurun hingga 3 persen selama tahun 2025 dan 2026 berkat ekspor yang lebih rendah dan dampak tidak langsungnya pada konsumsi dan investasi China.

"Selain itu, dampak yang masih ada dari ketenagakerjaan dan belanja modal yang lebih lemah juga akan membebani ekonomi domestik," kata UBS.

Masalah China tentu akan memburuk karena negara-negara lain juga mempertimbangkan tarif seperti AS untuk impor China.

“China akan merasa kesulitan untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor 15-20 persen yang dibutuhkan untuk menggunakan kelebihan kapasitasnya. Kondisi eksternal sedang berubah, karena AS tidak sendirian dalam mengenakan tarif. Uni Eropa dan beberapa pasar berkembang berencana, atau mungkin sudah menerapkan, tarif secara selektif pada impor dari China,” kata Chetan Ahya, kepala Ekonom Asia di Morgan Stanley.



Pendekatan Trump terhadap aspek politik mungkin tidak jelas, tetapi dia tidak ambigu dalam pendekatan ekonominya terhadap China, kata Nancy Qian, Profesor Ekonomi di Universitas Northwestern.

“Jika mantan Presiden AS Donald Trump kembali ke Gedung Putih, dia kemungkinan akan mengenakan tarif besar-besaran terhadap China. Kedua negara adalah pesaing, dan Amerika harus menang,” tuturnya.

Namun Trump tahu bahwa tarif pada impor China juga akan memberinya keuntungan politik. “Saya kebetulan sangat percaya pada tarif karena saya pikir tarif memberi Anda dua hal: Tarif memberi Anda keuntungan ekonomi, tetapi juga memberi Anda keuntungan politik,” sebut Trump beberapa waktu lalu.

China pasti merasa “sangat frustrasi" karena tidak memiliki kemampuan untuk melawan kebijakan Trump bahkan setelah eskalasi dengan AS terus berlanjut di berbagai bidang, kata Yun Sun, seorang peneliti nonresiden di John L Thornton China Centre di Brookings Institution.

"Ketidakpastian Trump dan penggunaan tekanan maksimumnya akan menempatkan China dalam posisi yang sangat sulit. Masa jabatan Trump kedua kemungkinan besar akan memperlihatkan sikap AS yang lebih keras terhadap perdagangan dan hubungan ekonomi dengan China, yang mengarah pada pemisahan lebih lanjut kedua ekonomi," paparnya.

Harris atau Trump?


Sekarang, Wakil Presiden AS Kamala Harris telah menggantikan Biden sebagai kandidat presiden dari Partai Demokrat untuk melawan Trump. Dalam pertempuran kedua Trump, China tetap menjadi topik hangat dalam kampanye pemilu AS 2024.

Sementara Harris menegaskan bahwa dia bukan seorang proteksionis ketika mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada tahun 2020, pemerintahannya beralih ke proteksionisme secara bertahap.

"Amerika, bukan China, yang memenangkan persaingan untuk abad ke-21," ujar Harris baru-baru ini.

Secara khusus, Biden telah memilih untuk mempertahankan tarif yang dikenakan pada impor China di era Trump.

Potensi kemenangan Trump sedang banyak dibicarakan di kalangan masyarakat China, khususnya kaum elite. Mereka khawatir hal itu akan menyebabkan perang dagang yang lebih panas, yang akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.

Terpilihnya Trump atau Harris sama-sama akan merugikan China. Namun jika yang menjadi presiden adalah Trump, maka kondisi China akan benar-benar buruk.

“China akan menguasai kita jika Anda terus membiarkan mereka melakukan apa yang mereka lakukan terhadap kita sebagai sebuah negara. Mereka membunuh kita sebagai sebuah negara, Joe, dan Anda tidak bisa membiarkan hal itu terjadi," kata Trump, dalam ucapan yang ditujukan kepada Biden.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
4 Isi Gencatan Rusia...
4 Isi Gencatan Rusia dan Ukraina yang Diajukan AS, Tidak Ada Perang Selama 30 Hari
3 Negara yang Senang...
3 Negara yang Senang Jika Amerika Serikat Tinggalkan NATO, Siapa Saja?
Hamas Senang Trump Cabut...
Hamas Senang Trump Cabut Rencana AS Usir Warga Gaza
Ciptakan 22 Karyawan...
Ciptakan 22 Karyawan Palsu, Manajer HRD Ini Korupsi Rp36,2 Miliar
Ukraina Kehabisan Rudal...
Ukraina Kehabisan Rudal ATACMS Amerika untuk Melawan Rusia
Trump Peringatkan Putin:...
Trump Peringatkan Putin: Menolak Gencatan Senjata Akan Sangat Menghancurkan bagi Rusia
Donald Trump: Tidak...
Donald Trump: Tidak Ada yang Mengusir Rakyat Palestina dari Gaza
Jakarta Masuk Puncak...
Jakarta Masuk Puncak Daftar Kota Dunia yang Akan Hadapi Banjir Dahsyat
Ukraina Setuju Gencatan...
Ukraina Setuju Gencatan Senjata 30 Hari, Ini Respons Rusia
Rekomendasi
Kemhan Bersama Yayasan...
Kemhan Bersama Yayasan Rabu Biru Beri Layanan Kesehatan Bagi Veteran dan Warakawuri
5 Potret Cantik Luna...
5 Potret Cantik Luna Bijl, Model Belanda yang Jadi Pacar Maarten Paes
Propam Polri Gelar Sidang...
Propam Polri Gelar Sidang Etik Pekan Depan, Eks Kapolres Ngada Terancam Dipecat
Berita Terkini
Mahkamah Internasional...
Mahkamah Internasional Gelar Sidang Terbuka Kewajiban Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki
47 menit yang lalu
Bosnia Buru Presiden,...
Bosnia Buru Presiden, Perdana Menteri dan Ketua Parlemen Republika Srpska
1 jam yang lalu
Penjualan Mobil Anjlok,...
Penjualan Mobil Anjlok, Volkswagen akan Produksi Senjata dan Peralatan Militer
2 jam yang lalu
Putin Kunjungi Wilayah...
Putin Kunjungi Wilayah Kursk Rusia, Seru Militer Kalahkan Ukraina Secepatnya
3 jam yang lalu
4 Isi Gencatan Rusia...
4 Isi Gencatan Rusia dan Ukraina yang Diajukan AS, Tidak Ada Perang Selama 30 Hari
4 jam yang lalu
3 Negara yang Senang...
3 Negara yang Senang Jika Amerika Serikat Tinggalkan NATO, Siapa Saja?
4 jam yang lalu
Infografis
AS Bombardir ISIS, Trump:...
AS Bombardir ISIS, Trump: Kami akan Temukan dan Membunuhmu!
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved