Rezim Kim Jong-un Tangkap dan Permalukan Gadis 16 Tahun karena Nonton Drakor
loading...
A
A
A
PYONGYANG - Rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korea Utara (Korut) telah menangkap sekelompok gadis, termasuk siswi 16 tahun, karena menonton drama Korea Selatan atau Drakor. Mereka kemudian dipermalukan di depan publik.
Sebuah rekaman yang diperoleh KBS Media menunjukkan sesi kecaman publik di mana sekelompok gadis ditangkap dan dipermalukan di depan umum karena pelanggaran tersebut.
Rezim Pyongyang telah mempertahankan kontrol ketat atas arus informasi di dalam perbatasannya, melarang warga mengakses musik, film, dan serial televisi asing.
Mereka yang tertangkap melanggar akan menghadapi hukuman berat, termasuk dipermalukan di depan umum, pemenjaraan, dan dalam beberapa kasus; eksekusi.
Rezim Kim Jong Un memandang media Korea Selatan sebagai ancaman langsung terhadap kemurnian dan legitimasi ideologisnya, meningkatkan tindakan keras terhadap konten tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Rekaman video tersebut memperlihatkan seorang gadis muda yang diidentifikasi hanya sebagai Choi menangis tersedu-sedu selama sesi kecaman publik—suatu bentuk kecaman kelompok terorganisasi yang digunakan oleh rezim komunis seperti Korea Utara, bekas Uni Soviet, dan China di bawah mantan Ketua Mao Zedong.
"Saya membuat kesalahan dengan mendengarkan dan menyebarkan propaganda yang tidak murni," kata Choi melalui mikrofon selama sidang, menurut terjemahan KBSyang berbasis di Korea Selatan.
Rekaman tersebut kemudian memperlihatkan dia dibawa pergi dengan tangan diborgol.
Meskipun hukuman publik seperti itu biasa terjadi, seorang pembelot Korea Utara bermarga Jang yang melarikan diri pada 2020 menyatakan keterkejutannya atas hukuman publik terhadap seseorang yang masih sangat muda.
"Saya belum pernah melihat siswi sekolah dihukum seperti ini sebelumnya," katanya kepada KBS, yang dikutip Newsweek, Kamis (12/9/2024).
"Fakta bahwa mereka diborgol benar-benar mengejutkan saya," paparnya.
Video tersebut merupakan bagian dari lebih dari 10 rekaman yang diperoleh KBS, yang sebagian besar diproduksi setelah Mei 2021.
Korea Utara menutup perbatasannya pada awal tahun 2020 saat dimulainya pandemi Covid-19. Negara tersebut akhirnya membuka kembali perbatasannya untuk warga negara yang kembali pada bulan Agustus 2023.
Kontrol ketat Korea Utara atas media meningkat pada tahun 2020 ketika Pyongyang memberlakukan apa yang dijuluki "hukum jahat" sebagai bagian dari tindakan kerasnya terhadap ancaman eksternal yang dirasakan untuk memastikan kesetiaan kepada rezim.
Hukum ini menargetkan produk budaya asing, termasuk media dan juga bahasa gaul Korea Selatan.
Laporan Kementerian Unifikasi Korea Selatan tahun 2023 tentang pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara menyoroti kesaksian dari para pembelot yang menyaksikan eksekusi publik terhadap orang dewasa muda karena menonton drama Korea dan mendengarkan K-pop.
Pyongyang awal tahun ini mengubah konstitusinya untuk melabeli Seoul sebagai musuh utamanya.
Meskipun hukumannya berat, media Korea Selatan terus menyusup ke Korea Utara, sering kali melalui aktivis di Korea Selatan yang mengirim USB berisi drama dan musik ke Korea Utara menggunakan balon.
USB berisi media Korea Selatan yang dikirim ke utara oleh aktivis di Selatan semakin mengobarkan ketegangan. Korea Utara membalas dengan mengirim balon ke selatan berisi sampah, dan dalam beberapa kasus kotoran manusia.
Sebuah rekaman yang diperoleh KBS Media menunjukkan sesi kecaman publik di mana sekelompok gadis ditangkap dan dipermalukan di depan umum karena pelanggaran tersebut.
Rezim Pyongyang telah mempertahankan kontrol ketat atas arus informasi di dalam perbatasannya, melarang warga mengakses musik, film, dan serial televisi asing.
Mereka yang tertangkap melanggar akan menghadapi hukuman berat, termasuk dipermalukan di depan umum, pemenjaraan, dan dalam beberapa kasus; eksekusi.
Rezim Kim Jong Un memandang media Korea Selatan sebagai ancaman langsung terhadap kemurnian dan legitimasi ideologisnya, meningkatkan tindakan keras terhadap konten tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Rekaman video tersebut memperlihatkan seorang gadis muda yang diidentifikasi hanya sebagai Choi menangis tersedu-sedu selama sesi kecaman publik—suatu bentuk kecaman kelompok terorganisasi yang digunakan oleh rezim komunis seperti Korea Utara, bekas Uni Soviet, dan China di bawah mantan Ketua Mao Zedong.
"Saya membuat kesalahan dengan mendengarkan dan menyebarkan propaganda yang tidak murni," kata Choi melalui mikrofon selama sidang, menurut terjemahan KBSyang berbasis di Korea Selatan.
Rekaman tersebut kemudian memperlihatkan dia dibawa pergi dengan tangan diborgol.
Meskipun hukuman publik seperti itu biasa terjadi, seorang pembelot Korea Utara bermarga Jang yang melarikan diri pada 2020 menyatakan keterkejutannya atas hukuman publik terhadap seseorang yang masih sangat muda.
"Saya belum pernah melihat siswi sekolah dihukum seperti ini sebelumnya," katanya kepada KBS, yang dikutip Newsweek, Kamis (12/9/2024).
"Fakta bahwa mereka diborgol benar-benar mengejutkan saya," paparnya.
Video tersebut merupakan bagian dari lebih dari 10 rekaman yang diperoleh KBS, yang sebagian besar diproduksi setelah Mei 2021.
Korea Utara menutup perbatasannya pada awal tahun 2020 saat dimulainya pandemi Covid-19. Negara tersebut akhirnya membuka kembali perbatasannya untuk warga negara yang kembali pada bulan Agustus 2023.
Kontrol ketat Korea Utara atas media meningkat pada tahun 2020 ketika Pyongyang memberlakukan apa yang dijuluki "hukum jahat" sebagai bagian dari tindakan kerasnya terhadap ancaman eksternal yang dirasakan untuk memastikan kesetiaan kepada rezim.
Hukum ini menargetkan produk budaya asing, termasuk media dan juga bahasa gaul Korea Selatan.
Laporan Kementerian Unifikasi Korea Selatan tahun 2023 tentang pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara menyoroti kesaksian dari para pembelot yang menyaksikan eksekusi publik terhadap orang dewasa muda karena menonton drama Korea dan mendengarkan K-pop.
Pyongyang awal tahun ini mengubah konstitusinya untuk melabeli Seoul sebagai musuh utamanya.
Meskipun hukumannya berat, media Korea Selatan terus menyusup ke Korea Utara, sering kali melalui aktivis di Korea Selatan yang mengirim USB berisi drama dan musik ke Korea Utara menggunakan balon.
USB berisi media Korea Selatan yang dikirim ke utara oleh aktivis di Selatan semakin mengobarkan ketegangan. Korea Utara membalas dengan mengirim balon ke selatan berisi sampah, dan dalam beberapa kasus kotoran manusia.
(mas)